REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) kembali mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dugaan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengetahui dan terlibat dalam praktik bisnis tes PCR.
“Pasca adanya polemik surat edaran Menteri Kesehatan beberapa bulan lalu terkait batas tarif PCR dan peraturan pemberlakuan tes PCR sebagai syarat transportasi, kami sudah menduga adanya pembiaran dan praktik bisnis yang dilakukan oleh para pembantu Presiden Joko Widodo. Sejak bulan Agustus lalu, GMKI sudah menyuarakan terkait bisnis PCR ini,” kata Ketua Umum PP GMKI, Jefri Gultom dalam keterangan tertulisnya, Selasa (02/11/2021).
GMKI menyayangkan dugaan adanya oknum-oknum Menteri yang terafiliasi dengan perusahaan tertentu yang memainkan kebijakan untuk kepentingan bisnis pribadinya.
Baca Juga : Buka Kongres Nasional ke-38 GMKI, Gubernur Sulsel Beri Hibah Rp 750 Juta
“Kami sejak beberapa bulan lalu sudah curiga dan menduga ada kongkalikong bisnis PCR di antara beberapa oknum Menteri dengan perusahaan penyedia alat kesehatan. Dan ternyata kebenaran menemukan jalannya sendiri. Sangat disesalkan, para menteri masih tega memikirkan bisnis pribadi di tengah penderitaan rakyat,” ujar Jefri.
Jefri lantas membandingkan biaya PCR di Indonesia dan India. Di India, biaya tes PCR sekitar 500 rupee atau sekitar Rp 95 ribu. Biaya tes murah karena Pemerintah India melakukan kebijakan untuk mampu produksi reagen dan alat PCR sendiri.
“Seharusnya pejabat Menteri tidak lagi berpikir dengan paradigma pengusaha yang ingin mencari keuntungan sebesar mungkin. Melainkan berpikir secara negarawan, bagaimana agar alat kesehatan bisa murah dan dapat diakses dengan mudah oleh rakyat. Bapak-Bapak saat ini menjadi Menteri, bukan sebagai Pengusaha ataupun Dirut BUMN,” tegas Jefri.
Baca Juga : Sumpah Pemuda dan Sinergi Pembumian Pancasila
Menurut Jefri, konflik kepentingan antara birokrasi dan pengusaha ini bisa disebut sebagai korupsi kebijakan yang sangat merugikan rakyat.
“Kerugian bukan hanya dari penggunaan APBN, tapi juga dari masyarakat yang setiap hari harus melakukan tes PCR untuk keperluan perjalanan ataupun pengujian Covid-19. Tahun lalu harga PCR bahkan mencapai jutaan rupiah. Bisa diperkirakan sudah berapa trilyun keuntungan perusahaan alkes dari bisnis PCR ini,” lanjutnya.
