0%
logo header
Sabtu, 26 Maret 2022 16:16

Gelar Konsultasi Publik, Haidar Madjid Tekankan Pentingnya Regulasi Soal Tindak Pidana Perdagangan Orang

Rizal
Editor : Rizal
Anggota DPRD Sulsel, Haidar Madjid saat menggelar kegiatan konsultasi publik Ranperda Tindak Pidana Perdagangan Orang di Hotel Continent, Makassar, Sabtu (26/3/2022). (Foto: Istimewa)
Anggota DPRD Sulsel, Haidar Madjid saat menggelar kegiatan konsultasi publik Ranperda Tindak Pidana Perdagangan Orang di Hotel Continent, Makassar, Sabtu (26/3/2022). (Foto: Istimewa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Haidar Madjid menggelar kegiatan konsultasi publik terkait Rancangan Perda (Ranperda) tentang pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang. Bertempat di Hotel Continent Centrepoint, Jalan Adhyaksa, Makassar, Sabtu (26/3/2022).

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama. Masing-masing Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, Nurbaya, serta Dosen Hubungan Internasional (HI) Unhas, Ishaq Rahman.

Hadir pula tim perumus ranperda, serta peserta yang berasal dari perwakilan sejumlah kalangan. Mulai dari organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, serta tokoh masyarakat.

Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel

Dalam sambutannya, Haidar Madjid menjelaskan pentingnya ranperda tindak pidana perdagangan orang tersebut untuk dibahas. Sebab dalam pencegahan dan penanganannya harus berlandaskan pada regulasi.

“Pencegahan dan penanganannya harus ada intervensi dari pemerintah. Bentuk intervensi itu adalah dengan membentuk regulasi. Makanya kita berinisiatif untuk membahas ranperda ini karena memang sangat vital dan dibutuhkan keberadaannya,” kata Haidar.

Menurut anggota Komisi E DPRD Sulsel itu, ranperda ini memiliki dua misi utama. Yakni pencegahan dan penanganan. Sejauh ini, katanya, kehadiran ranperda tersebut sudah sangat mendesak untuk disahkan menjadi perda.

Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan

“Salah satu persoalan itu, kita tidak punya semacam tempat penampungan dan rehabilitasi psikologi bagi korban tindak pidana perdagangan orang. Mudah-mudahan itu bisa diwujudkan jika ranperda ini sudah ditetapkan menjadi perda,” ujar Haidar.

“Semoga nanti saya masuk kedalam pansus ranperda ini sehingga saya bisa menyampaikan aspirasi yang ada. Makanya, konsultasi publik ini kita gelar untuk menerima masukan poin apa yang mau ditambahkan atau dihilangkan dalam draft ranperda tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, Nurbaya menjelaskan sejumlah definisi yang berkaitan dengan rancangan perda tersebut.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Menurutnya, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, penampungan atau pengiriman seseorang yang disertai dengan ancaman kekerasan, penculikan, serta penipuan dengan tujuan eksploitasi. Akibat dari tindakan tersebut dapat menyebabkan penderitaan psikis, mental, seksual, dan sosial bagi korban.

“Kita perlu memahami definisinya supaya dapat mengidentifikasi secara langsung dilingkungan kita masing-masing. Sebab tindak pidana perdagangan orang ini bisa melibatkan siapa saja dan dimana saja,” kata Nurbaya.

Adapun Dosen Hubungan Internasional Unhas, Ishaq Rahman menjabarkan dua jenis eksplotasi yang paling dominan terjadi dalam tindak pidana perdagangan orang. Yakni eksploitasi secara seksual dan eksploitasi non seksual.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

“Untuk perempuan biasanya dieksploitasi secara seksual untuk keperluan perbudakan domestik. Jika dia anak-anak biasanya dipaksa menikah ketika usianya masih dibawah 17 tahun demi kepentingan tertentu. Kemudian jika korban adalah laki-laki biasanya ia dieksploitasi dengan dipekerjakan sebagai buruh dengan upah rendah,” bebernya.

Menurut Ishaq, aspek psikologi sosial dari korban perdagangan orang ini merupakan persoalan yang paling sulit diselesaikan. Sebab katanya, korban kadang malu mengumbar masalahnya tersebut kepada khalayak ramai.

“Dewasa ini juga banyak kasus perdagangan manusia melalui internet yang menjadi sorotan. Kita sering mendengar istilah prostitusi online. Ini menjadi salah satu peluang terjadinya perdagangan manusia dengan menggunakan teknologi yang belum mampu kita lakukan pencegahan secara maksimal,” demikian Ishaq. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646