0%
logo header
Selasa, 29 Juli 2025 17:17

HWDI Sulsel Dorong Peningkatan Kapasitas Perempuan Muda Disabilitas di Komunitas Adat

Chaerani
Editor : Chaerani
HWDI Sulsel melalui dukungan IPAS menggelar Leadership Training dan Capacity Building bagi pengurus dan anggota kelompok disabilitas masyarakat adat di Sulawesi Selatan, Hotel Grand Imawan Makassar, Selasa, (29/07/2025). (Dok. Chaerani/Republiknews.co.id)
HWDI Sulsel melalui dukungan IPAS menggelar Leadership Training dan Capacity Building bagi pengurus dan anggota kelompok disabilitas masyarakat adat di Sulawesi Selatan, Hotel Grand Imawan Makassar, Selasa, (29/07/2025). (Dok. Chaerani/Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sulawesi Selatan memberikan penguatan kapasitas kepada perempuan muda disabilitas yang ada di komunitas adat.

Peningkatan kapasitas ini dilakukan dengan melaksanakan Leadership Training dan Capacity Building bagi pengurus dan anggota kelompok disabilitas masyarakat adat yang ada di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan. Kegiatan ini berlangsung sejak 29 hingga 31 Juli 2025 di Hotel Grand Imawan Makassar.

Penanggung Jawab Program Indigenous Peoples of Asia Solidarity Fund (IPAS) Hadijah mengatakan, dalam kegiatan kali ini melibatkan sekitar 25 orang yang mayoritas pesertanya merupakan perempuan muda disabilitas di komunitas adat. Puluhan peserta ini berasal dari tiga kabupaten, masing-masing Kabupaten Maros, Kabupaten Sidrap, dan Kabupaten Sinjai.

Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel

“Disini kami membekali teman-teman di komunitas adat tentang teori kepemimpinan dan manajemen organisasi. Termasuk yang berfokus pada isu keorganisasian perempuan adat disabilitas,” katanya, di sela-sela kegiatan, Selasa, (29/07/2025).

Lanjutnya, kegiatan ini dilaksanakan dalam dua sesi, sesi pertama pada 29 hingga 30 Juli 2025 di gelar pelatihan kepemimpinan, sementara pada sesi kedua di 31 Juli 2025 dilaksanakan peningkatan kapasitas. Dimana seluruh kegiatan yang dilaksanakan didukung oleh IPAS.

“Dari pertemuan ini kami harapkan akan meningkatkan pengetahuan teman-teman di komunitas adat tentang kepemimpinan, dasar-dasar berorganisasi dan managemen organisasi, termasuk kapasitas mereka dalam menjalankan kelompok disabilitas yang dibentuk di komunitas adat,” terangnya.

Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan

Sementara, Ketua HWDI Sulsel Maria Un mengungkapkan, kegiatan yang digelar kali ini memfokuskan pada keterlibatan perempuan disabilitas muda sebagai peserta. Hal ini untuk mendorong mereka memiliki pemahaman atau pengetahuan yang matang dalam mengenal manajemen organisasi dan kepemimpinan.

“Kita memprioritaskan untuk perempuan disabilitas adat yang masih muda karena memang kita ingin mendorong agar perempuan-perempuan disabilitas adat yang ada di komunitas bisa ikut dilibatkan secara aktif ketika pemerintah membicarakan terkait penyandang disabilitas ataupun masyarakat adat,” ungkapnya.

Selain itu, pemberian materi tentang kepemimpinan maupun manajemen organisasi tentunya sebagai bentuk bekal bagi mereka agar dapat menjalankan organisasinya di akar rumput dengan baik.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

“Jadi kegiatan yang kita laksanakan selama tiga hari ini sifatnya berkesinambungan. Sebab jika mereka paham tentang teori kepemimpinan kemudian bisa lebih mengenal manajemen organisasinya, maka tentunya mereka akan mengetahui tugas masing-masing, dan menjalin kerja sama dalam tim dengan baik,” harap Mia sapaan akrabnya.

Menurutnya, upaya peningkatan kapasitas pada masyarakat di akar rumput menjadi upaya dalam memediasi proses pembelajaran yang kedepannya bisa dipraktekkan dalam mengembangkan organisasi atau komunitasnya.

“Kami berharap dari inisiatif yang kita lakukan ini dapat dirawat, dan diteruskan dengan dikelola penuh komitmen. Kita ingin mendorong juga peran komunitas di akar rumput agar bisa menjadi mitra oleh pemerintah ketika berbicara soal perempuan, anak, disabilitas apalagi tentang masyarakat adat,” tegasnya.

Tantangan Kelompok Disabilitas dalam Masyarakat Adat Dinilai Kompleks

Ketua HWDI Sulsel Maria Un. (Dok: Chaerani/Republiknews.co.id)

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

Maria Un menilai, tantangan yang dihadapi kelompok disabilitas terutama perempuan dalam masyarakat adat cukup kompleks. Dimana mereka masih mengalami berbagai keterbatasan dalam mengakses hak layanan dasarnya. Pertama, dalam sektor pendidikan, masih banyak dari kelompok disabilitas di masyarakat adat, terutama perempuan yang belum dapat mengakses sektor tersebut dengan baik.

“Ada teman-teman disabilitas yang berpendidikan cukup baik di masyarakat, namun lebih banyak yang tidak mengenyam penddikan. Jadi bagaimana jumlah yang banyak ini kita perlu berdayakan sehingga minimal mereka tahu dulu haknya sebagai perempuan, warga negara, dan penyandang disabilitas,” jelasnya.

Kedua, komunikasi, hingga saat ini masih banyak kelompok disabilitas di masyarakat adat terbatas dalam berbahasa Indonesia. Dimana, mereka lebih banyak menguasai bahasa lokal. Sehingga, perlu menyediakan tenaga penerjemah bahasa, diluar dari juru bahasa isyarat.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

“Ini adalah tantangan yang unik bagi kami, orang mungkin lihat kalau kita bicara soal penyandang disabilitas pada umumnya orang tidak mengalami itu, apalagi kemudian kegiatan atau pemberdayaannya dilakukan di masyarakat yang ada di ibukota kabupaten, tapi kita akan menemukan itu dari masyarakat yang jauh dari akses layanan hak dasar,” terang Maria Un.

Tantangan ketiga yakni pada masih kurangnya dukungan dari keluarga, dimana masih banyak perempuan dari penyandang disabilitas tidak di izinkan untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan maupun peningkatan kapasitas oleh organisasi. Hal lainnya yakni pada tantangan infrastruktur yang memadai maupun akses transportasi publik.

“Tantangan kami itu memang sangat berlapis, belum lagi pada hambatan terkait budaya, meskipun ini kita tidak bisa mengeneralkan. Tapi memang ini juga penyebab terjadinya diskriminasi melalui perbedaan cara pandang, cara pikir selama ini yang sudah terbentuk, sehingga untuk merubah mereka dapat menerima kelompok penyandang disabilitas sebagai manusia yang berdaya itu masih perlu terus dilakukan,” katanya.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

Olehnya dirinya menganggap penguatan tersebut bukan hanya diberikan kepada individu disabilitas saja, tetapi juga kepada support sistem seperti keluarga juga perlu mendapatkan penguatan terlebih dulu.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646