0%
logo header
Selasa, 03 Oktober 2023 08:06

Indonesia Ajak Negara Asia-Afrika Jadi Mitra Dialog Global

Chaerani
Editor : Chaerani
Menkumham RI Yasonna H Laoly saat memberikan arahan dihadapan para duta besar negara anggota AALCO, di sela-sela Breakfast Meeting AALCO, di Jakarta, kemarin. (Dok. Humas Kanwil Kemenkumham Sulsel)
Menkumham RI Yasonna H Laoly saat memberikan arahan dihadapan para duta besar negara anggota AALCO, di sela-sela Breakfast Meeting AALCO, di Jakarta, kemarin. (Dok. Humas Kanwil Kemenkumham Sulsel)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Indonesia melalui Kemenkumham RI mengajak negara-negara Asia-Afrika yang tergabung dalam Asian-Africa Legal Consultative Organization (AALCO) untuk mengambil langkah aktif agar menjadi mitra dialog yang sejajar dengan organisasi lain di tingkat global.

Hal ini disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna H. Laoly dihadapan para duta besar negara anggota AALCO, di sela-sela Breakfast Meeting AALCO, di Jakarta.

Yasonna menegaskan, AALCO sebagai organisasi antar-pemerintah di Asia Afrika memiliki kekuatan besar untuk menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di berbagai bidang.

Baca Juga : Azhar Arsyad Rangkul Aktivis, Ajak Berjuang dan Menang Bersama

AALCO merupakan hasil dari KTT Asia-Afrika yang digelar di Bandung pada 1955 lalu. Setahun kemudian, organisasi ini resmi berdiri dan sejak saat itu aktif mendiskusikan isu-isu yang menjadi perhatian negara-negara anggotanya di berbagai bidang seperti hukum internasional, hukum laut, hukum dagang, dan lain-lain.

Pembahasan isu dilakukan melalui forum tahunan (Annual Session) yang digelar di negara anggota AALCO. Tahun ini, The 61st AALCO Annual Session akan digelar di Bali pada 16 hingga 20 Oktober 2023.

“Forum ini menjadi wadah yang tepat bagi Indonesia dan negara anggota AALCO lainnya untuk membahas isu penting terkait kebijakan hukum internasional dan menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di tingkat global,” katanya dalam kesempatan tersebut, kemarin.

Baca Juga : Kolaborasi Huadi Group dan CTC Australia, Manfaatkan Slag untuk Kurangi Emisi Karbon

Sehingga, ia menilai AALCO harus bisa menjadi mitra sejajar dengan organisasi global lain yang memiliki posisi tawar kuat.

“Kekuatan tawar ini menjadi penting agar kita tidak tunduk pada kebijakan yang merugikan kepentingan negara-negara Asia – Afrika,” tegas Yasonna.

Beberapa agenda pembahasan utama pada gelaran The 61st AALCO Annual Session antara lain, isu-isu terkait pelanggaran hukum internasional di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, asset recovery, dan hukum laut yang mencakup pula isu illegal fishing.

Baca Juga : Komitmen Sejahterakan Petani, Warga Janjikan Kemenangan Hati Damai di Desa Bone

Terkait illegal fishing, Indonesia mengajukan concept note untuk mengkategorikan illegal fishing sebagai Transnational Organized Crime (TOC) atau kejahatan terorganisir lintas negara. Selama ini, isu illegal fishing dipandang sebagai masalah administratif dan bukan masalah hukum.

Pada Annual Session kali ini, Indonesia melalui Kemenkumham mendorong negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisir.

Dampak finansial illegal fishing di Asia dan Afrika terbilang cukup besar. Kerugian ekonomi akibat illegal fishing di wilayah ASEAN pada 2019 mencapai US$6 miliar, dimana Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang mengalami kerugian terbesar.

Baca Juga : Berhasil Kembangkan Kampus, Prof Melantik Duduki Kursi Rektor Unsa Makassar Keempat Kalinya

Tak hanya itu, sebuah laporan lain menyatakan illegal fishing mengakibatkan kerugian US$2,3 miliar per tahun di empat negara Afrika, termasuk Gambia dan Senegal yang merupakan negara
anggota AALCO.

“Melihat besarnya dampak finansial kegiatan illegal fishing, kami mengajak negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai sebuah kejahatan terorganisir lintas negara yang bisa dijerat hukum internasional,” katanya.

Lanjut Yasonna, AALCO harus bisa melindungi kepentingan anggotanya dari tekanan pihak lain yang menyatakan bahwa illegal fishing adalah masalah administratif semata.

Baca Juga : Berhasil Kembangkan Kampus, Prof Melantik Duduki Kursi Rektor Unsa Makassar Keempat Kalinya

“Kerjasama dan dukungan antar negara menjadi kata kunci untuk memastikan bahwa kekayaan laut negara-negara anggota AALCO, termasuk Indonesia, tidak semakin tergerus,” terangnya.

Selain sidang-sidang pembahasan berbagai isu penting di atas, gelaran The 61st AALCO Annual Session. Setiap harinya juga diisi dengan beberapa side events dan program pendukung, antara lain Business and Investment Forum, Asset Recovery, International Humanitarian Law, dan Hague Conference on Private International Law.

Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam bentuk diskusi panel yang menghadirkan pembicara ahli dari dalam dan luar negeri. Program pendukung lainnya yang digelar selama acara berlangsung adalah pameran yang menghadirkan 60 booth yang menampilkan produk kerajinan lokal, maupun booth dari perwakilan Kementerian/Lembaga yang berpartisipasi pada pertemuan tahunan AALCO.

Baca Juga : Berhasil Kembangkan Kampus, Prof Melantik Duduki Kursi Rektor Unsa Makassar Keempat Kalinya

“Berbagai pembahasan pada sesi side events menjadi bagian menarik dari kegiatan ini. Kami berharap hasil diskusi ini bisa masuk menjadi agenda pembahasan sesi tahunan di tahun-tahun mendatang,” ujarnya.

Harapan lainnya yaitu agar berbagai pembahasan di sidang sesi tahunan diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi konkrit yang bisa dibawa dalam dialog di tingkat global bersama dengan organisasi lain seperti PBB atau badan dunia lainnya.

“Rekomendasi ini menjadi sikap AALCO terkait isu yang menjadi perhatian negara anggota agar bisa ditindaklanjuti dengan melahirkan kebijakan internasional yang favourable,” kata Yasonna.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646