REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai, stabilitas industri jasa keuangan secara nasional berhasil tumbuh dan bertahan meskipun di tengah meningkatnya risiko geopolitik global.
“Dengan kinerja industri jasa keuangan yang masih terjaga stabil hingga November 2024 ini, tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang juga baik,” katanya, di sela-sela Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, melalui virtual, Jumat, (13/12/2024).
Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tercatat sebesar 4,95 persen year on year (yoy). Dimana dengan pertumbuhan kumulatif dari triwulan I hingga III 2024 sebesar 5,03 persen, sehingga pertumbuhan keseluruhan atau sepanjang 2024 dapat dipertahankan di atas 5,0 persen.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
“Neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III mencatatkan surplus yang mengindikasikan ketahanan eksternal tetap terjaga. Inflasi juga terpantau terjaga stabil seiring terus terkendalinya inflasi pangan,” kata Mahendra lagi.
Namun menurutnya, hal yang perlu dicermati adalah terkait perkembangan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona kontraksi, serta berlanjutnya pelemahan indikator permintaan seperti penjualan ritel, kendaraan bermotor, dan indeks kepercayaan konsumen.
Ia menjelaskan, di sisi global, kemenangan presiden terpilih Trump dan Partai Republik di Amerika Serikat diperkirakan akan meningkatkan tensi perang dagang. Selain itu, ketidakstabilan geopolitik di beberapa negara utama di Asia dan Eropa, serta di Timur Tengah dan Ukraina juga meningkatkan risiko geopolitik.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Di tengah perkembangan tersebut, kinerja perekonomian global secara umum masih lebih baik dari ekspektasi di mayoritas negara utama. Di AS, indikator pasar tenaga kerja dan permintaan domestik kembali menguat, sehingga turut menyebabkan kembali meningkatnya tekanan inflasi. Di Tiongkok, kinerja sektor produksi kembali meningkat meskipun tekanan demand berlanjut. Sejalan dengan hal tersebut, indikator ekonomi Eropa juga cenderung membaik.
Perkembangan tersebut mendorong bank sentral global diperkirakan akan lebih berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneternya, sehingga ekspektasi terminal rate suku bunga kebijakan meningkat.
“Investor juga cenderung menarik dananya dari emerging market, sehingga mendorong pelemahan mayoritas pasar emerging market baik di saham, obligasi maupun nilai tukar. Hanya saja di domestik, kinerja perekonomian masih terjaga stabil,”