0%
logo header
Sabtu, 01 Mei 2021 00:58

Kini Ada Lomba Memanah Berkuda

La Saddam
Editor : La Saddam
Kini Ada Lomba Memanah Berkuda

Oleh: M. Dahlan Abubakar (Pimpinan Redaksi Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kamis, 29 April 2021, saya menghadiri undangan acara buka puasa bersama yang diselenggarakan oleh Pengurus Provinsi Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Sulawesi Selatan di Hotel Pesona. Setelah “menaklukkan” kemacetan arus lalu lintas sore pada sejumlah ruas jalan, saya bersama Nasir karyawan KONI Sulsel yang bertindak sebagai pengemudi, akhirnya merapat di hotel Jl. Andi Mappanyukki tersebut. Jika tidak salah, saya terlambat sekitar 5 menit dari jadwal undangan pukul 17.00 Wita.

Ada empat acara yang tersedia menjelang buka puasa yang harus diselesaikan dengan lokasi waktu sekitar 30 menit. Setelah pengajian yang memakan waktu sekitar tujuh menit, Ketua Pengprov Perdosi Ustaz Muzaiyyin Arif, S.Pd,I,M.Pd. tampil memberikan sambutan, saya mewakili KONI Sulsel, dan kuliah tujuh menit (lebih) dari salah seorang ustaz dari Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, salah satu kampus pencetak ulama yang terletak di Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar.

Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan

Sambutan Ustaz Muzayyin Arif  tidak terlalu formal. Diawali dengan menyapa saya yang disebutnya berasal dari daerah yang terkenal dengan banyak kuda.  Saya juga kaget mengetahui itu, tetapi sebelum naik ke depan tempat memberi sambutan, Ustaz memang menanyakan sekaligus mengecek asal saya yang dari Bima.

Ustaz Muzayyin setelah menyapa saya yang ternyata diketahuinya bukan saja sebagai seorang pengurus organisasi olahraga, melainkan juga wartawan senior, menyebutkan, kini nomor lomba olahraga sudah bertambah lagi satu, yakni memanah yang disebut dengan Horseback Archery (HBA)/. Selama ini, kita  mengenal olahraga berkuda terdiri atas tiga jenis, pacuan kuda, polo (nomor beregu yang dimainkan di atas kuda dengan tujuan  mencetak gol ke gawang lawan), dan equestrian (keahlian menunggang kuda). Ada juga nomor tunggang serasi (dressage), Lompat rintang (show jumping), Tri Lomba (eneting), endurance (ketahanan).

Bagaimana bentuk lomba jenis baru HBA ini?.. Rasanya tidak berbeda jauh dengan yang kita disaksikan di film-film perang yang menggerahkan pasukan berkuda dan dilengkapi panah.

Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik

Tampaknya olahraga ini menyontek model film-film tersebut. Bentuknya seorang pemuda menunggang kuda  melesat lurus di jalur perlombaan sembari memegang busur dan anah panah. Penunggang kuda harus membidik dan melepaskan anak panahnya pada tiga target yang disiapkan di sebelah kirinya, Jenis olahraga berkuda yang ini di Indonesia pertama diperkenalkan oleh Horseback Depok (HBD) 13 April 2019  ketika berlangsung eksebisi Kejuaraan Nasional dl lapangan Pendowo Depok Jawa Barat.

“Kita berharap olahraga berkuda ini akan lebih berkembang lagi pada masa mendatang dengan keterlibatan sejumlah tokoh penting di Perdosi Sulsel,” kata Muzayyin yang juga Wakil Ketua IV DPRD Sulsel dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Ayah dua anak (istri Nur Fikriyatul Islamiah) kelahiran Maros 24 April 1982 tersebut yakin Perdosi Sulawesi Selatan dapat lebih berkembang dengan keterlibatan sejumlah rekan dari beberapa organisasi yang memiliki keseriusan mengurus Perdosi.  Mereka itu pada kesempatan buka puasa bersama memperoleh penyematan pin Perdosi dari Muzayyin. Mereka itu adalah H.Aswin Bahar, Ahmad Ilham, H.Azhar Gazar,dan Elly Oscar dan beberapa nama lainnya.

Baca Juga : Indosat Berbagi Kasih: Anak-anak Nikmati Kehangatan dan Sukacita Natal

Pria yang terkenal dengan jargonnya “The Power of Maros” ini ke depan akan mengembangkan Perdosi hingga ke daerah-daerah, selain daerah-daerah yang sudah ada seperti Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, dan Sidrap.

“Kita akan galang kekuatan di masyarakat,” ujar putra pendiri Pesantren Darul Istiqamah Maccopa Maros K.H.Muhammad Arif Marzuki Hasan tersebut yang bersama Imam Syamsi Ali menggagas pendirian pesantren pertama di Amerika Serikat yang kini masih dalam tahap penyiapan lahan.

Mewakili KONI Sulsel, saya sangat bangga dapat bergabung dalam acara ini karena membuat dapat bernostalgia lagi tentang kisah lebih dari setengah abad silam di kampung halaman. Ketika masih kecil, saya pernah pernah mencoba menjadi joki dengan memacu kuda yang ditunggangi di atas lahan sawah yang berair. Pilihan di lahan yang berair kalau pun terjadi kecelakaan misalnya jatuh lantaran hanya mengandalkan tali kekang kuda saja, tidak akan menimbulkan luka yang serius.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

Saya juga menjelaskan usai acara salat magrib berjamaah, seekor kuda memiliki kemampuan mistis yang tidak atau jarang diketahui orang. Binatang seperti kuda mampu mendeteksi suatu peristiwa yang belum atau akan terjadi. Saya pun mengisahkan satu  contoh. 

Pada tahun 2012, saya pernah mewawancarai K.H.Muhammad Hasan, B.A. (ayah Prof. Dr. Ahmad Thib Raya dan Dr.Hamdan Zoelva, S.H.M.H. dll) untuk penulisan buku yang kemudian terbit dengan judul “Guru, Tabib, dan Misteri Jin”. Saat belajar di Tsanawiyah, usai liburan Ramadan, Pak Kiai  berangkat ke Bima. Hari sekolah akan segera dimulai lagi.

Beliau meninggalkan Parado pagi hari menunggang kuda berbulu merah-cokelat, Di punggung kuda dipenuhi bekal beras, dan sebagainya. Pak Kiai duduk di atasnya. Seorang diri tanpa teman perjalanan beliau merambah jarak 55 km, Parado-Kota Bima.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

‘’Kudanya berlari kecil, (bahasa Bima, lampa paro),’’ kata Pak Kiai.

Tengah hari, kuda berwarna  merah kecokelatan itu sudah sampai di Doro Belo, bukit di sebelah utara Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima sekarang.  Namun ada hal yang aneh. Kuda tiba-tiba saja mogok berjalan. Pak Kiai memperkirakan ‘teman seperjalanannya’ itu  kelelahan setelah menghabiskan jarak puluhan kilometer dari kampung. Beliau  turun,mencoba ‘merayu’-nya  agar mau berjalan. Si cokelat itu  tetap bergeming, “menolak” melangkah maju. Bahkan, tidak bergerak sama sekali. Sampai-sampai Pak Kiai nyaris kehabisan akal membujuk ‘sahabat’ baiknya yang mengantar nun jauh dari kampung tersebut.

Pak Kiai memutuskan beristirahat sambil memberi kesempatan kudanya mengembalikan stamina.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

“Kuda ini mungkin juga perlu mengembalikan tenaga,” pikir Pak Kiai.

Berharap dia mau berjalan lagi, Pak Kiai membiarkan kuda ‘menikmati’ masa istirahatnya. Di tengah suasana tenang dan hening muncul seorang lelaki setengah baya. Dia mengaku berasal dari Ncera Kecamatan Belo (kira-kira 30 km dari Kota Bima). Dia menunggang seekor kuda juga. Di pinggangnya terselip sebilah cila gowa (bahasa Bima, parang Gowa) yang panjang.

(Di Bima disebut cila Gowa (parang Gowa). Bentuknya panjang dan  tajam, terbuat dari baja. Biasa bahannya dari pir kendaraan truk dan sejenisnya).

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

‘’Mengapa berhenti,’’ orang Ncera tersebut bertanya melihat Pak Kiai yang sedang menemani kudanya.

‘’Kuda saya ini tidak mau berjalan. Mungkin Bapak bisa  berjalan di muka, agar kuda saya mau ikut di belakangnya,’’ usul Pak Kiai.

Orang Ncera yang juga mau ke Bima itu, meng-iya-kan. Ia hendak membeli kelapa untuk dijual di desanya. Dia padagang kelapa. Pedagang itu menjelaskan bahwa di balik Doro Belo tersebut sering ada perampok. Itulah sebabnya, dia menyelipkan sebilah parang panjang di depan perutnya. Tentu saja, dengan melihat ‘kesiapan’ seperti itu, perampok akan berpikir berulangkali untuk menjarah barang bawaan calon mangsanya.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

Kuda yang ditunggangi Pak Kiai pun bergerak mengikuti kuda yang membawa orang Ncera di depannya. Seperti diceritakan pedagang kelapa, di balik Doro Belo, betul ada perampok. Dari jarak lima meter di antara pepohonan, retina Pak Kiai menangkap bayangan seorang lelaki kekar berdiri tegap menantang di tengah jalan. Dia mengenakan ‘sambolo’ (bahasa Bima, kain destar  yang diikatkan di kepala). Di perutnya melingkar selembar selempang yang sebenarnya difungsikan sebagai tempat menyelipkan sebilah parang dan sebuah cila boko (bahasa Bima, parang yang ujungnya bengkok). Tangannya memegang tombak. Melihat dua lelaki menunggang kuda bergerak ke arahnya, pria kekar itu tidak bereaksi apa-apa. Mungkin keder juga kalau dia berniat menjahati keduanya. Pasti tidak seimbang, satu lawan dua. Boleh jadi, Pak Kiai sudah “melumpuhkan”-nya dengan kemampuan spiritualnya. Beliau sangat piawai untuk urusan menaklukkan orang jahat seperti ini. 

Syukur, perampok tersebut tetap bergeming. Tidak bergerak dari tempat berdiri tegapnya. Orang Ncera dan Guru berlalu saja di depannya. Mungkin Pak Kiai sudah mengirim doa sampandi (bahasa Bima, sejenis kemampuan membuat orang terpancang mematung – tidak bergerak – melalui ayat-ayat Alquran atau zikir yang dibaca).

‘’Kalau tidak bersama orang Ncera itu, bekal saya pasti sudah habis dijarah. Kuda pun diambil,’’ kenang Pak Kiai.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

Pak Kiai  berpikir, itulah hikmah yang diperolehnya ketika kuda mogok, tidak mau berjalan ketika dicambuk dengan kayu. Binatang ternyata mampu mendeteksi hal-hal yang terkadang di luar kemampuan intuisi manusia.
“Kuda itu telah menyelamatkan Pak Kiai dalam perjalanan ke Kota Bima,” cerita saya mengakhiri kisah tersebut. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646