0%
logo header
Rabu, 09 Desember 2020 23:52

Korupsi

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Korupsi

REPUBLIKNEWS.CO.ID – Sudah saya bilang dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Biasa Saja”, bahwa pejabat korupsi itu biasa saja. Karena pejabat itu punya potensi dan peluang besar untuk korupsi. Kita tidak perlu kagetan mendengarnya, karena sudah menjadi hal yang lumrah. Tinggal soal nasib, apakah baik atau buruk. Kalau baik, maka bebas dari KPK, kalau buruk maka tertangkap KPK. Tapi, tidak semua pejabat seperti itu, masih ada kok yang tidak mau atau tidak berniat korupsi, kecuali terpaksa, atau karena ada kesempatan.

Saya teringat dengan apa kata Bang Napi dalam sebuah acara program televisi. “Kejahatan bukan karena ada niat pelakunya, tapi karena ada kesempatan,” kira-kira seperti itu. Tadi-tadinya tidak ada niat untuk korupsi, tapi karena ada kesempatan, apa boleh buat. Ibaratnya, tak ada kucing yang menghindari ikan yang ada di atas meja.

Belum lama Menteri Eddy, kini giliran Menteri Juliari yang tersandung kasus korupsi. Menteri yang pertama tersangka korupsi ekspor benur, sementara menteri yang kedua tersangka korupsi soal bantuan sosial. Kalau dikategorikan dalam skala  ketegaan, maka yang kedua ini lebih tega. Yang dikorupsi anggaran bantuan sosial yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat, apalagi itu khusus untuk menangani dampak pandemi Covid-19. Tapi, yang namanya korupsi tetap korupsi, tetap tega.

Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe

Yang saya tahu, Menteri Juliari ini dicitrakan sebagai menteri yang baik. Menteri pekerja dengan kerja-kerja sosialnya. Mungkin karena yang ditangani adalah bidang sosial. Apalagi di masa pandemi saat ini, Kementrian Sosial menjadi salah satu garda terdepan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, dengan porsi anggaran yang sangat besar. Bisa jadi karena sangat besarnya anggaran khususnya bantuan sosial itu, maka terbuka kesempatan besar untuk korupsi. Niat baik pun hilang, karena ada kesempatan korupsi. Jadinya, citra yang baik berubah menjadi nasib yang buruk, juga citra menjadi buruk, dipakaikan rompi orange KPK.

Bicara soal kementrian sosial sebenarnya memang sangat besar kesempatan untuk melakukan korupsi di dalamnya. Makanya, ada benarnya ketika Gus Dur pernah membubarkan Kementrian Sosial (dulu Departemen Sosilan). Gus Dur menjelaskan alasannya mengapa Departemen Sosial harus dibubarkan, dalam sebuah program acara televisi. Menurutnya, Departemen Sosial yang semestinya mengayomi rakyat, ternyata korupsinya gede-gedean.

“Kalau membunuh tikus kan tidak perlu membakar lumbungnya?” tanya pembawa acara.

Baca Juga : Dari Survei Kepuasan Responden, OJK Sulselbar Perkuat Implementasi Tugas dan Fungsi

“Oh memang, tapi karena tikus sudah menguasai lumbung,” jawab Gus Dur.

Jika alasan ini digunakan untuk kondisi saat ini, bisa-bisa sangat banyak lembaga atau institusi negara yang dibubarkan. Misalnya, jika kita berkaca pada data KPK tentang kasus korupsi instansi negara dari tahun 2014-2019, maka yang paling tinggi adalah legislatif yaitu 255 anggota DPR dan DPRD yang sudah ditetapkan jadi tersangka. Disusul eksekutif ada 203 orang yang dilakukan oleh pejabat eselon I, II dan III. Kemudian peringkat ketiga, kepala daerah (walikota, bupati atau wakilnya) ada 108 tersangka dan keempat, Menteri atau kepala lembaga setingkat sebanyak 27 tersangka, dan seterusnya.

Selain itu ada juga dari persepsi publik. Berdasarkan hasil suvey Global Corruption 2020 dari Transparency International Indonesian (TII), sebanyak 51% responden mempersepsikan DPR sebagai lembaga terkorup. Disusul Pemda 48% kemudian pejabat pemerintahan 45%, dan seterusnya.

Baca Juga : Inspiring Srikandi, PLN UIP Sulawesi Dorong Pelaku Usaha Perempuan Single Parent Makin Berdaya

Kalau dengan dasar data ini, kita membubarkan lembaga negara yang dianggap lumbung korupsi, saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib lembaga negara kita. Bisa habis. Apalagi saat ini Indeks Persepsi Korupsi Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu skor 40 dan berada di peringkat 85 dari 180 negara.

Oleh karena itu, melalui momen Hari Anti Korupsi 9 Desember 2020 saat ini, pemerintah mesti lebih serius, berani dan tegas memberantas korupsi. Bukan hanya sekedar memberantas dengan upaya-upaya penindakan, tetapi juga dengan upaya-upaya pencegahan salah satunya melalui pendidikan anti korupsi bagi generasi muda. Benih-benih anti korupsi harus ditanam sedini mungkin kepada generasi muda untuk memutus mata rantai kebiasaan korupsi ketika menjadi pejabat.

Atau kita ingin menempuh jalan ekstrim dengan membakar setiap lumbung korupsi? Saya kira tidak.

Baca Juga : Korban Kebakaran di Bu’nea Gowa Akan Dibangunkan Rumah Layak Huni

Selamat Hari Anti Korupsi 9 Desember 2020. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646