REPUBLIKNEWS.CO.ID, PALOPO – Kuliner adalah produk kebudayaan. Merepresentasikan selera, kreasi dan karya sebuah peradaban. Ia bisa jadi sama dengan bangunan, rumah, atau candi-candi. Sama posisinya dengan lagu-lagu dan tari-tarian. Lahir dari rasa, dan perasaan. Ia seperti sebuah seni.
Selain tari-tarian, musik tradisional, dan aneka macam ritual, Tana Luwu juga mewariskan budaya kuliner yang beragam.
Baca Juga : Tips Kadis Kebudayaan Palopo untuk Melestarikan Budaya
Walau sudah semakin jarang, hingga kini kita masih bisa menemukan lanya-lanya, janda-janda, ataupun doko-doko sebagai kue tradisional khas Tana Luwu.
Baca Juga : Tutup Festival Budaya Ma’Rampe Rampe, Indah : Penguat Pengembangan Budaya
Kuliner tradisional merepresentasikan pengalaman lidah dalam mencerap rasa. Merepresentasikan karakter manusia. Dan merepresentasikan keanekaragaman sumberdaya alam sebuah daerah
Kuliner adalah produk kebudayaan. Merepresentasikan selera, kreasi dan karya sebuah peradaban. Ia bisa jadi sama dengan bangunan, rumah, atau candi-candi. Sama posisinya dengan lagu-lagu dan tari-tarian. Lahir dari rasa, dan perasaan. Ia seperti sebuah seni.
Selain tari-tarian, musik tradisional, dan aneka macam ritual, Tana Luwu juga mewariskan budaya kuliner yang beragam.
Baca Juga : Tips Kadis Kebudayaan Palopo untuk Melestarikan Budaya
Walau sudah semakin jarang, hingga kini kita masih bisa menemukan lanya-lanya, janda-janda, ataupun doko-doko sebagai kue tradisional khas Tana Luwu.
Baca Juga : Tutup Festival Budaya Ma’Rampe Rampe, Indah : Penguat Pengembangan Budaya
Kuliner tradisional merepresentasikan pengalaman lidah dalam mencerap rasa. Merepresentasikan karakter manusia. Dan merepresentasikan keanekaragaman sumberdaya alam sebuah daerah
Kuliner tidak hanya perkara mengenyangkan perut semata, tetapi juga melibatkan perasaan dan kenangan atas kampung halaman, orangtua, kakek nenek hingga mungkin, bisa jadi sang mantan.
Baca Juga : Sarat Nilai Budaya, Masjid Jami Tua Destinasi Wisata di Kota Palopo
Konon, Palopo itu adalah kuliner. Ketan putih yang dicocol kuah gula aren bersantan. Gurih dan manis.
Gula aren yang manis simbol kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin, sedangkan santan yang gurih adalah simbol kehidupan yang memberi manfaat dan bermakna kehormatan.
Tana Luwu banyak mewariskan kuliner berbahan dasar sagu. Kapurung, sinole, lanya, bagea, baruasa, dan lain-lain. Semua itu karena limpahan pohon sagu kita sejak dahulu kala.
Baca Juga : 5 Warung Makan Legendaris di Makassar yang Buka 24 Jam
Catatan Gubernur Celebes tahun 1888 menuliskan Pelabuhan Palopo mengekspor 15.000 pikul sagu ke Singapura dan daerah lain di Nusantara.
Siapa sangka, lanya-lanya dan sinole juga menjadi saksi perjuangan manusia-manusia Luwu. Andi Djemma beserta kerabat istana yang gerilya hingga ke Benteng Batuputih, Kolaka, menjadikan penganan ini sebagai logistik andalan.
Sedangkan balla-balla menjadi pengganjal perut bagi gerombolan pasukan DI/TII di bawah pimpinan Kahar Muzakkar. Kisah 3 jenis makanan ini dapat kita baca di Novel Jatuhnya Benteng Batuputih & Novel Kota Palopo yang Terbakar. Dua-duanya karya Mustari Yusuf.
Baca Juga : 5 Warung Makan Legendaris di Makassar yang Buka 24 Jam
Kuliner adalah sebuah proses seni. Terdapat unit khusus terkait urusan dapur dan layanan rumah tangga di istana. Namanya Anreguru Pampawaepu.