REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANTAENG – Fungsionaris Partai Golkar, Liestiaty F Nurdin Abdullah menyampaikan salam dari Prof Nurdin Abdullah di hadapan masyarakat Bantaeng.
Hal tersebut ia sampaikan saat menemui masyarakat di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Senin (3/4/2023).
“Saya sangat bergembira bisa sama-sama kita semua di sini. Alhamdulillah saat ini bapak (Prof Nurdin Abdullah) sehat-sehat, sampai sekarang. Salam dari bapak,” tutur Lies F Nurdin.
Baca Juga : Pastikan Tepat Sasaran, Tamsil Linrung Inisiasi Posko Pengaduan Program Strategis Presiden di Sulsel
Ia pun menyampaikan niatnya untuk maju bertarung sebagai bacaleg DPR RI melalui Daerah Pemilihan (Dapil) Sulsel I. Ia percaya kerja-kerja DPR RI bisa membantunya untuk memperjuangkan kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat Bantaeng.
“Bantaeng sudah bagus. Saya tahu Kabupaten Bantaeng ini adalah keluarga besar bapak, keluarga besar saya,” katanya.
Menurut Liestiaty Nurdin Abdullah, sejauh ini masih ada yang harus diperjuangkan terutama hak-hak perempuan, stunting, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan sampai pernikahan dini.
Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel
“Masih banyak yang harus kita benahi. Saya peduli terhadap nasib perempuan, anak, stunting, KDRT dan pernikahan usia dini,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Kecamatan Bantaeng, HM Basri berharap dengan majunya Liestiaty Nurdin Abdullah sebagai Bacaleg DPR RI Dapil Sulsel I, masyarakat kembali percaya diri untuk melihat kemajuan Bantaeng.
“Saya sebagai masyarakat di Kecamatan Bantaeng ini, mengharapkan apa yang pernah dirintis itu dilanjutkan. Mewakili masyarakat Bantaeng kedepannya agar lebih bagus lagi,” harap Basri.
Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan
Menurutnya, kemajuan Bantaeng saat kepemimpinan Prof Nurdin Abdullah diakui daerah-daerah lainnya. Saat ini, katanya, banyak hal yang hilang dari kebiasaan masyarakat setempat. Seperti acara-acara silaturahmi, serta kebiasaan memposisikan seluruh manusia semua sama, tanpa membeda-bedakan antara satu sama lain.
“Pada saat itu tidak ada istilah antara golongan dengan golongan semua sama. Kami mau silaturahmi apapun bentuknya. Masyarakat tetap inginkan Ibu (Liestiaty Nurdin Abdullah), karena beliau sudah terlanjur berbuat baik kepada kami,” demikian Basri. (*)
