”Kami hanya butuh makan, kalau sakit tinggal ke dokter”, – Pemulung Perempuan TPA Antang, Fitriani.
REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Cuaca Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 16 Agustus 2023 sangat cerah. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11.45 Wita, terik matahari serasa berada sejengkal dari kepala.
Suhu panas bumi yang diprediksi Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan lebih dari biasanya tidak menyurutkan petugas-petugas mobil sampah untuk beraktivitas. Sekitar lima mobil truk sampah berlalu lalang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan waktu itu.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
Di dalam TPA lautan sampah terbelah menjadi dua, pada sisi kanan terlihat gunungan sampah sekitar 20 hingga 30 meter, kemudian di sisi kiri gunungan sampah terlihat lebih tinggi. Di tengah-tengah gunungan sampah, dua mobil ekskavator sedang beroperasi mengangkat sisa-sisa sampah dengan meninggalkan aroma gas yang tajam di hidung.

Sampah yang menggunung di atas mobil ada yang berjenis plastik melalui sisa-sisa botol minuman, ada juga sampah basah yang menyengat hidung. Sejenis sampah elektronik dan ban yang habis dibakar, botol-botol oli juga berada di atas mobil yang terlihat menunggu antrian untuk memasuki tempat pembuangan sampah terakhir.
Di samping kiri mobil truk sampah yang mengantri terdapat lorong kecil menuju rumah-rumah pemulung. Lokasi rumah pemulung ini sekitar 5 hingga 6 meter menuju hamparan pembuangan akhir.Sekitar 10 rumah berpetak-petak dengan dinding seng, dan kayu yang mulai lapuk. Jalan masuk menuju pemukiman pemulung itu jauh dari gambaran pemukiman pada umumnya. Tidak berpaving blok, tumpukan sampah kering dalam karung bertumpuk rapi menghiasi sepanjang jalan lorong dan depan rumah mereka.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Di samping lorong pemukiman pemulung terdapat Kantor Pengelolaan TPA Antang, di depan kantor tersebut dibangun Puskesmas Terpadu (Pustu) yang terlihat sudah tertutup.
Saat memasuki lorong pemukiman warga yang mayoritasnya pemulung itu, terlihat dua anak perempuan sekitar usai 1 tahun bermain air dalam wadah baskom yang berasal dari pipa air PDAM. Salah satu anak menumpahkan air ke lantai yang searah dengan saluran tempat pembuangan. Satunya lagi meminum sisa air dalam baskom.
”Disitu mi kami ambil air untuk dikonsumsi warga-warga disini. Semuanya pakai selang ji masuk ke rumah. Tidak ada langsung. Air ini juga langsung ji di minum, tidak di masakmi,” kata Sinar (bukan nama sebenarnya) saat ditemui.

Baca Juga : Dari Survei Kepuasan Responden, OJK Sulselbar Perkuat Implementasi Tugas dan Fungsi
Sinar adalah salah satu pemulung yang juga tinggal disana. Rumahnya tepat berada di ujung lorong. Di depan rumah Sinar penuh dengan karung-karung sampah yang bertumpuk. Pemukiman ini pun hanya bersebelahan dengan lahan pembuangan sampah akhir.
”Sebelumnya kami mengkonsumsi air sumur, tapi karena kondisinya sudah sangat buruk makanya sumurnya di tutup,” ujarnya.