”Ipar saya itu kompikasi, katanya dokter diabetes, kanker payudara dan kulit. Kondisinya kasihan karena tubuhnya itu bernanah-nanah dari depan sampai belakang. Kita tidak tahu dari mana penyebabnya, karena waktu hidup dia memang menyembunyikan sakitnya sama keluarga, bahkan termasuk suaminya sendiri,” terangnya.
Sementara Ibu Fitri, Daeng Layik juga meninggal karena lumpuh melalui diagnosa kompikasi diabetes dan penyakit gatal menahun oleh dokter. Empat tahun melawan sakitnya, ibunya pun menghembuskan nafas terakhirnya pada 2020 lalu diusianya sekitar 76 tahun.
”Mama saya itu nanti sakit parah baru berhenti menjadi pemulung, cuman selama tua mi aktivitasnya itu hanya memilah sampah, tidak lagi ke TPA cari-cari sampah. Paling banyak sampah yang dipilah itu plastik botol, dan plastik kemasan,” terang Fitri.
Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino
Semoga penyakit yang diderita ipar dan ibu Fitri bukan disebabkan akibat kontaminasi logam berat akibat aktivitasnya menjadi seorang pemulung pada 20 atau 30 tahun sebelumnya.
Abai Menggunakan Perlindungan Keselamatan
Fitri mengakui sejak memulung di usianya ke 13 tahun hingga 40 tahun saat ini, ia enggan menggunakan masker ataupun pakaian pelindung khusus, sebab itu hanya menganggu aktivitasnya saat mencari sampah.
Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM
”Kalau pakai masker ki sesak jaki, belum lagi kalau kita cari sampah itu di bawah terik matahari, sesak sekali maki. Paling kalau sudah pi lagi dikeruk sampahnya karena biasa ada bau gas, cuman kadang diabaikan ji juga karena sudah terbiasa,” katanya.
Dirinya tak menapik jika sosialisasi agar menggunakan pakaian perlindungan keselamatan saat memulung kerap dilakukan instansti terkait, seperti Dinas Kesehatan. Hanya saja faktor ribet dan menganggu aktivitas sehingga mereka terkesan abai menggunakannya.
”Tidak terlalu dipikirkan sampai kesana juga sih, sakit paki lagi baru periksa. Mau dijaga kesehatan, tidak dapat maki uang. Tapi tetap jaki waspada,” katanya tertawa.

Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
Ia menilai, ancaman nyata pemulung saat ini bukan dalam segi kesehatan, tapi lebih daripada kecelakaan di lokasi kerja (TPA). Sebab, menurutnya, lebih banyak pemulung yang meninggal akibat kecelakaan kerja, seperti tertimbun sampah, tertimpa listrik, dan lainnya. Sementara pemulung yang meninggal akibat ganguan kesehatah jauh dari ingatan.
”Tidak pernah kita dengar aneh-aneh sakitnya pemulung disini. Mungkin ini mi kuasa Allah, karena memang saat ini kita bisa bilang kami hidup melalui sampah-sampah ini,” ujar Fitri menyakinkan.