0%
logo header
Sabtu, 21 Desember 2024 04:49

OJK Catat 94 Pengguna Gunakan Jasa Karbon, Transaksi Rp50,55 Miliar

Chaerani
Editor : Chaerani
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Dok. Istimewa)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Dok. Istimewa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Sejak diluncurkan pada 26 September 2023 lalu hingga November 2024 tercatat 94 pengguna jasa karbon secara nasional yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal tersebut diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi pada Rapat Bulanan Dewan Komisioner OJK, secara virtual, kemarin.

Inarno mengatakan, dari 94 pengguna telah menggunakan pemanfaatan karbon dengan total volume sebesar 906.440 tCO2e serta akumulasi nilai transaksi sebesar Rp50,55 miliar. Transaksi tersebut pun terdiri dari 19,83 persen transaksi di pasar reguler, 43,39 persen transaksi di pasar negosiasi, 36,56 persen transaksi di pasar lelang, dan 0,22 persen transaksi di marketplace.

Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino

“Kami tentunya akan terus mendorong penggunaan jasa karbon ini kedepannya. Termasuk di seluruh wilayah yang memiliki potensi besar,” katanya.

Ke depan, ia menilai, potensi bursa karbon masih sangat besar, dimana dengan mempertimbangkan adanya 4.089 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.

Potensi Perdagangan Karbon di Sulsel Besar

Kepala OJK Sulselbar Darwisman saat memberikan pemaparan terkait Journalist Update, di sela-sela Journalist Update, Media Gathering OJK Sulselbar, di Grand Hyaat, Jakarta. (Dok. Chaerani)

Sementara, Kepala OJK Sulselbar Darwisman menilai, Sulawesi Selatan memiliki potensi komoditas luar biasa dalam mendukung swasembada energi melalui perdagangan karbon sebagai manfaat ekonomi jangka panjang.

Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM

“Perdagangan karbon di Sulsel memiliki peluang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jika pemerintah daerah bisa mengoptimalkan,” terangnya.

Apalagi lanjut Darwisman, swasembada energi ini pun dianggap menjadi peluang dalam mendorong target pertumbuhan ekonomi secara nasional di 2025 sebesar 8 persen. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan: Pasal 4 Ayat (1). Perdagangan karbon sektor kehutanan dilakukan pada sub sektor kehutanan, dan sub sektor pengelolaan gambut dan mangrove. Sementara Sulawesi Selatan telah memiliki potensi gambut dan magrove yang besar.

Disebutkan, berdasarkan Peta Magrove Nasional (PMN) Tahun 2021 oleh KLHK total lahan magrove secara wilayah Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) sebesar 1.924.137 hektare (Ha) atau 57,2 persen secara nasional. Sementara, di wilayah Sulawesi Selatan potensi lahan magrove-nya sebesar 12.278 Ha.

Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM

Tak hanya itu, pada ekosistem gambut, Indonesia memiliki 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas 24.667.804 Ha. Sementara, luas ekosistem gambut di wilayah Sulampua yaitu 6.658.457 Ha atau 26,99 persen dari luas ekosistem gambut secara nasional.

“Potensi ekosistem gambut di Sulawesi Selatan juga besar, makanya ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah daerah melalui kolaborasi lintas sektor,” terang Darwisman.

Kedepannya, pemerintah daerah harus betul-betul melihat potensi tersebut. Apalagi hal-hal lainnya telah dipersiapkan, mulai dari perdagangan karbonnya yang sudah ada, serta peran OJK yang telah membuat pasarnya, hanya saja memang masih terbatas untuk ditransaksikan.

Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe

Di wilayah OJK Sulselbar pasar karbon di sektor energi dapat dilihat pada pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) yang ada di Kabupaten Jeneponto melalui Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Likupang, di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Kemudian pasar karbon di sektor limbah yakni keberadaan PT Indonesia Puqing Recycling Technology yang mengelola pabrik daur ulang baterai lithium – Labota, di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan keberadaan PT Inocycle Technology Group Tbk yang mengelola pabrik daur ulang limbah botol plastic PET, di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Masih minimnya transaksi dalam perdagangan karbon dipengaruhi karena literasi atau pemahaman terkait potensi kredit karbon oleh pemimpin daerah masih kurang. Sementara, perdaganan karbon tersebut jika dapat dioptimalkan mampu menjadi pendapatan baru bagi daerah.

Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe

“Sehingga perlu dilakukan literasi terkait transaksi perdagangan karbon melalui bursa karbon kepada para pemimpin daerah agar potensi kredit karbon yang dimiliki daerahnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyaraka,” harap Darwisman.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646