0%
logo header
Kamis, 19 Desember 2024 10:11

OJK: Sulsel Jadi Sentra Produksi Cabai dan Bawang Merah Nasional

Chaerani
Editor : Chaerani
Kepala OJK Sulselbar Darwisman. (Dok. Humas OJK)
Kepala OJK Sulselbar Darwisman. (Dok. Humas OJK)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kontribusi pada produksi tanaman holtikultura yakni bawang merah dan cabai rawit di Sulawesi Selatan memberikan dampak secara nasional. Bahkan menjadi salah satu sentra produksi secara nasional, dimana produksi bawang merah menempati peringkat ke-5, sementara cabai rawit pada peringkat ke-7.

“Di Sulsel, kontribusi holtikultura pada jenis tanaman sayuran tertinggi itu ada pada bawang merah sebesar 14,4 persen, sementara cabai rawit itu 10,9 persen,” terang Kepala OJK Sulselbar Darwisman, dalam keterangannya, Kamis, (19/12/2024).

Ia menjelaskan, kontribusi produksi bawang merah di Sulawesi Selatan terhadap nasional sebanyak 201,42 ribu ton atau 10,07 persen, sementara yang tertinggi atau peringkat 1 pada kontribusinya terhadap nasional berada di wilayah Jawa Timur (Jatim) sebesar 484,67 ribu ton atau 24,4 persen. Adapun, untuk cabai rawit produksinya terhadap nasional sebesar 28,42 ribu ton atau baru mencapai 1,9 persen.

Baca Juga : Pastikan Tepat Sasaran, Tamsil Linrung Inisiasi Posko Pengaduan Program Strategis Presiden di Sulsel

“Di pertama itu ada di wilayah Jatim juga yang memproduksi 562,82 ribu ton atau 37,4 persen, kemudian kedua itu di Jawa Tengah dengan produksinya sebanyak 249,21 ribu ton atau 16,5 persen,” jelas Darwisman.

Hanya saja yang menjadi catatan, meskipun komoditas bawang merah mencatatkan surplus pada neraca ekspor dan impor. Tetapi belum memiliki daya saing global dengan melihat indeks Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)-nya yang masih diangka -0,64 persen di periode 2023. Begitu pun komoditas cabai rawit mencatatkan angka defisit di periode yang sama.

Kemudian, jika dilihat terhadap tren produksi dan luas lahan untuk komoditas bawang merah di Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan positif. Pada tren produksinya sejak 2018 mengalami peningkatan signifikan. Pada 2018 produksi bawang merah mencapai 92,39 ribu ton, 2019 meningkat mencapai 101,76 ribu ton, dan di 2020 mencapai 124,38 ribu ton.

Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel

Selanjutnya, produksi di periode 2021 mencapai 183,21 ribu ton, di 2022 mencapai 175,16 ribu ton, dan di 2023 mencapai 201,42 ribu ton.

Peningkatan tersebut juga terlihat pada luas lahannya. Di periode 2018 luas lahan untuk tanaman bawang merah mencapai 9,30 hektare (Ha), di 2019 meningkat 10,36 Ha, di 2020 naik menjadi 12,46 Ha. Kemudian pada periode 2021 sebesar 17,34 Ha, di 2022 sebesar 13,08 Ha, dan di 2023 mencapai 16,44 Ha.

“Hingga saat ini kontribusi produksi bawang merah itu 80 persen masih berasal dari Kabupaten Enrekang. Hal ini pun harus terus didorong agar tetap memberikan kontribusi terhadap nasional,” terangnya.

Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan

Adapun, pada tren produksi dan luas lahan untuk komoditas cabai rawit di Sulawesi Selatan juga mengalami pertumbuhan, meskipun tidak signifikan. Pada 2018 produksi bawang merah mencapai 36,57 ribu ton, 2019 hanya mencapai 26,11 ribu ton, dan di 2020 mencapai 24,05 ribu ton.

Selanjutnya, produksi di periode 2021 mencapai 26,42 ribu ton, di 2022 mencapai 23,76 ribu ton, dan di 2023 mencapai 28,42 ribu ton.

Sementara pada luas lahan cabai rawit di 2018 luas mencapai 5,74 hektare (Ha), di 2019 meningkat 5,15 Ha, di 2020 naik menjadi 5,23 Ha. Kemudian pada periode 2021 sebesar 4,28 Ha, di 2022 sebesar 5,27 Ha, dan di 2023 mencapai 5,73 Ha.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Ia mengungkapkan, ada lima kabupaten kota di Sulsel yang menjadi penyumbang pada komoditas cabai rawit. Mulai dari, Kabupaten Takalar dengan kontribusi 17,88 persen, Kabupaten Enrekang dengan 16,86 persen, Kabupaten Jeneponto sebesar 12,30 persen, Kabupaten Wajo sebesar 7,53 persen, serta Kabupaten Gowa dengan menyumbang 7,45 persen.

“Saat ini memang Kabupaten Takalar yang masih menjadi penyumbang terbesar untuk cabai rawit,” terangnya.

Ia menilai, meskipun kedua komoditas tersebut memberikan peluang yang baik secara nasional. Hanya saja masih terlihat beberapa kendala seperti, ketergantungan musim. Misalnya di Kabupaten Wajo yang rawan bencana banjir menyebabkan siklus tanam petani jadi berkurang.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

“Tantangan lainnya yakni pada perubahan iklim, stabilitas harga, ketersediaan stok, permodalan, hingga penguatan dari segi regulasi atau kebijakan dari pemerintah daerah,” katanya.

Dalam menyikapi tantangan tersebut tentunya perlu dilakukan upaya-upaya preventif. Antara lain, teknologi budidaya (green house) dan coldstorage, distribusi ke daerah defisit, serta regulasi dan kebijakan pengetatan impor.

“Terpenting lainnya OJK bersama Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) harus terus mendorong akses keuangan atau permodalan melalui skema program champion,” tutup Darwisman.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646