0%
logo header
Selasa, 02 Desember 2025 11:59

OPINI: Selamat Datang Perkada APBD 2026 Kota

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Penulis: Ahmad Kohawan 
Pegiat Literasi Parepare
Penulis: Ahmad Kohawan Pegiat Literasi Parepare

Pada setiap kota, ada denyut yang tak terdengar, tetapi nyata. Denyut itu adalah kehidupan sehari-hari warga: anak-anak yang menunggu gerbang sekolah terbuka, umkm yang menunggu fasilitasi, pegawai negeri yang menunggu gaji, pasien yang menunggu obat di rumah sakit.

Ketika DPRD dan Pemerintah Daerah berada pada labirin perdebatan tanpa ujung, denyut itu tidak boleh berhenti. Di sinilah kepala daerah berdiri, tidak goyah, tidak tunduk pada tekanan atau lobi politik, tetapi menegaskan satu prinsip sederhana: pelayanan publik lebih tinggi dari kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok.

Seneca, filsuf Stoik Romawi, mengingatkan: “As is a city, so are its citizens; govern it well, and they flourish.”Sebagaimana sebuah kota, demikian pula warganya; kelola dengan baik, dan mereka akan berkembang. Keputusan setiap kepala daerah adalah upaya memelihara kota, agar warga dapat hidup dengan aman, nyaman, dan produktif.

Baca Juga : Opini: Tiga alasan Saya Memilih Perkada

Dinamika penyusunan APBD 2026 tidak boleh berhenti pada sekadar kompromi parsial. Pemerintah daerah tentu tidak akan membiarkan kota menunggu lobi. Warga tidak boleh menjadi tawanan perdebatan politik. Keputusan harus diambil untuk menyelamatkan nyawa, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, hukum dan regulasi bukan alat birokrasi semata, tetapi sarana untuk mewujudkan martabat publik, memastikan bahwa kota tetap bernapas, meski suara politik berbeda.

Ada suara yang berkata: “Mengapa tidak melobi ulang DPRD?” Tetapi keberanian kepala daerah menjawab: lobi-lobi bukan solusi bila kehidupan warga terancam. APBD 2026 bukan sekadar angka; ia adalah janji, visi keberpihakan. Pelayanan publik menjadi prioritas utama.

Permendagri 14/2025 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2026 poin IV penyusunan tehnis APBD poin B penyusunan Perkada APBD ayat 2 menyebutkan: Dalam hal kepala daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh kepala daerah kepada DPRD, kepala daerah menyusun rancangan Perkada tentang APBD dengan berpedoman kepada RPJMD, RKPD, KUA dan PPAS.

Baca Juga : OPINI; Ketika Diam Tidak Cukup: Refleksi Walk out sebagai Pilihan Moral

Tentu, masyarakat ingin melihat kota tetap dijalankan oleh kepemimpinan yang menolak tunduk pada tekanan politik, yang menegakkan hak warga di atas segala kepentingan.

Mengutip republiknews, Pak Wali menegaskan: “Kami tidak ingin APBD hanya bagus di atas kertas. Kami ingin APBD hadir untuk warga Parepare…”

Seperti kata Aristoteles, “Keadilan adalah kebajikan yang paling utama; tanpa keadilan, masyarakat tidak dapat bertahan.” Dalam konteks ini, penyusunan APBD 2026 yang melampaui debat adalah wujud nyata keadilan: keputusan untuk melanjutkan pelayanan publik bukan untuk kepentingan politik, tetapi untuk memastikan kesejahteraan semua warga tetap terjaga. Ketegasan pemerintah daerah adalah implementasi prinsip keadilan yang hidup, bukan hanya konsep abstrak.

Baca Juga : OPINI; Ruang Kecil: Sebuah Awal Inovasi

Tindakan ini juga bisa ditafsirkan sebagai martabat, martabat warga yang menuntut keberpihakan, martabat kepala daerah yang berani mengambil keputusan, martabat demokrasi yang tidak hanya ada di kata-kata, tetapi di dalam tindakan nyata. Kebijakan tegas bukan bentuk kesombongan, tetapi bentuk penghormatan pada rakyat: bahwa suara mereka lebih penting daripada negosiasi politik yang tak berujung.

Jika Peraturan Kepala Daerah APBD 2026 ini diambil, ini akan menjadi simbol keberanian. Simbol bahwa pemerintah daerah dapat bertindak, tidak hanya menunggu, tidak hanya berdebat. Keputusan ini menghidupkan kota, menegaskan bahwa pelayanan publik adalah non-negotiable. Kepala daerah berdiri di garis depan, mengambil risiko politik, demi memastikan kehidupan warga tidak terganggu. Ketika APBD 2026 bukan hanya dokumen hukum, tetapi pernyataan moral: bahwa kepala daerah memilih warga, memilih pelayanan, memilih martabat, di atas segala kepentingan.

Dan di situlah esensi dari kepemimpinan yang berani: tidak tunduk, tetapi berpihak pada warga; tidak menunda, tetapi bertindak; tidak mencari popularitas, tetapi menegakkan tanggung jawab.

Baca Juga : OPINI: Parepare Kini Parepare Harmoni Parepare Manusiawi

Mark Bevir menekankan bahwa “Good governance requires that public officials act in the interest of citizens, even when doing so conflicts with narrow political pressures.”
Tata kelola yang baik mengharuskan pejabat publik bertindak demi kepentingan warga negara, bahkan ketika hal tersebut bertentangan dengan tekanan politik yang sempit. Kepala daerah, dalam menyusun APBD 2026, mencontohkan prinsip ini: keberanian untuk bertindak demi kepentingan publik, meski harus menolak lobi legislatif dan tekanan politik, adalah inti dari pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab.

Penyusunan APBD bukan sekadar isu debat, tetapi refleksi dari tanggung jawab etis seorang pemimpin. Dan pilihan Perkada APBD 2026 bisa jadi bukti bahwa ketegasan dan martabat bisa berjalan seiring dalam pelayanan publik, dan kota tetap bernapas karena ada pemimpin yang menolak diam ketika janji membawa masyarakat terbaik sejahtera dan maju dipertaruhkan.

Penulis: Ahmad Kohawan | Pegiat Literasi

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646