REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Bakal calon legislatif (bacaleg) DPR RI Partai Gerindra, Aisyah Tiar Arsyad memiliki impian untuk bergabung dengan Komisi X DPR RI yang mengurusi bidang pendidikan, riset, olahraga, kepemudaan, kebudayaan, kepariwisataan dan ekonomi kreatif.
“Berdasarkan latar saya tiga tahun belakangan ini, saya aktif sebagai akademisi di kampus. Saya ingin masuk Komisi X. Ini murni panggilan dari dalam hati saya,” kata Aisyah dalam kegiatan silaturahmi dengan Komunitas Wartawan Politik Sulsel di Hotel Swiss-Belinn Panakkukang, Makassar, Kamis (6/7/2023).
Ia menjelaskan, keputusannya untuk bergabung dengan Komisi X disebabkan kegamangannya melihat kondisi pengembangan dunia pendidikan, kebudayaan, kepemudaan dan kepariwisataan di Indonesia, khususnya wilayah dapil 3 meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara, dan Kota Palopo, yang belum memadai.
Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino
“Mulai dari tidak meratanya akses informasi terkait beasiswa sampai kondisi infrastruktur pendidikan di daerah terisolir yang memprihatinkan. Pembangunan jangan hanya di kota, tapi juga di pelosok,” tuturnya.
Dari segi infrastruktur nyaris segala bangunan gedung sekolah di Indonesia adalah warisan era kolonial Belanda. Pemerataan dan penataan jumlah guru di Indonesia juga masih belum sesuai kebutuhan. Sekolah-sekolah di kota kelebihan guru, sebaliknya di pelosok mengalami kekurangan guru.
Terkait ini, pengamat politik dari Universitas Mega Rezki Makassar, Dr Baharuddin Hafid menilai niat Aisyah untuk masuk Komisi X sangat berbanding terbalik dengan niat sebagian besar caleg yang justru mengincar komisi ‘mata air’.
Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM
Di DPR, istilah komisi ‘mata air’ dan komisi ‘air mata’ sangat familiar dan erat kaitannya dengan jumlah anggaran yang dikelola.
Komisi ‘mata air’ merujuk pada mitra kerja DPR yang memiliki anggaran jumbo di kementerian. Biasanya ditandai dengan kementerian yang memiliki proyek-proyek besar dan strategis. Komisi yang identik dengan ‘lahan basah’ ini seperti Komisi IV, V, VI, VII, dan komisi XI.
Sebaliknya, komisi ’air mata’ adalah mitra kerja DPR dengan anggaran minim sehingga potensi permainan anggaran dan proyek juga minim. Diantaranya seperti Komisi I, II, dan III.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
“Komisi yang ada di tengah-tengah itu Komisi VIII, IX, dan X. Anggarannya tidak besar, tapi juga tidak kecil,” kata Baharuddin yang juga merupakan mantan staf ahli anggota DPR RI ini.
Menurut Baharuddin, keputusan Aisyah menunjukkan bahwa ia masuk ke Senayan benar-benar untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Bukan untuk memperkaya diri sendiri.
“Masuk ke Komisi X ini adalah niat yang sangat mulia. Karena maju tidaknya suatu bangsa dilihat dari kualitas pendidikannya,” kata Baharuddin yang juga mantan ketua KPUD Jeneponto tersebut.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Sementara itu, pakar Psikologi Politik dari Universitas Negeri Makassar, Muhammad Rhesa menilai keputusan-keputusan seseorang di masa lalu dapat menjadi proyeksi keputusan-keputusan person tersebut saat diberi jabatan. Keputusan Aisyah memilih Komisi X tentu tidak lepas dari personal value Aisyah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi dan golongan.
“Itu bisa kita terawang dari track record Ibu Aisyah selama ini. Komisi X itu sangat relevan dengan wilayah Luwu Raya yang masih tertinggal dalam segi pendidikan. Komisi X juga sangat dekat dengan millennial dan generasi Z. Jika saya diminta memotret Ibu Aisyah, saya bisa mengatakan Ibu Aisyah itu menjulang tinggi tapi mengakar kuat,” demikian Rhesa. (*)