REBUPLIKNEW.CO.ID, MERAUKE – Panitia Pemilihan (Panpil) Anggota Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) dari 3 kabupaten (Merauke, Mappi dan Asmat) meminta Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo membatalkan hasil pleno penetapan nama calon anggota MPRS oleh Panitia Pemilihan Provinsi di Hotel Corein Merauke 31 Mei 2023 lalu.
Desakan tertuang dalam pernyataan tegas yang disampaikan pada jumpa Pers dengan sejumlah wartawan di Sekretariat Panitia Pemilihan Kabupaten Merauke, Jumat (02/06/2023).
Hadir memberikan keterangan Pers; Kepala Badan Kesbangpol Merauke Rahmadayanto, Kepala Sekretariat Panpil Kabupaten Merauke John Ulukyanan, Ketua Panpil Boven Digoel Adonia Yalenkatuk, Anggota Panwas Boven Digoel Adrianus Moromon, Sekretaris Kesbangpol Mappi Wensislaus Angwarmase dan Anggota Panpil Kabupaten Merauke Dominikus Cambu.
Baca Juga : KPU Papua Selatan Umumkan Pemenang Pilgub 2024, Safanpo-Imadawa Raih Suara Tertinggi
Dalam pernyataannya, Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Merauke Rahmadayanto menilai proses pengambilan keputusan pleno penetapan calon anggota MRPS Panitia Pemilihan Provinsi Papua Selatan tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang buku suci yang telah dilaksanakan oleh Panpil Kabupaten, namun hanya berdasarkan rekomendasi sepihak di level provinsi.
“Dalam kesempatan ini kami memberikan hal-hal yang menjadi masukan untuk pengambilan keputusan oleh Pj. Gubernur Papua Selatan tentang segala sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang kami sampaikan, berita acara yang disampaikan oleh Panpil di tingkat kabupaten,” ujar Rahmadayanto.
Kepala Sekretariat Panpil Kabupaten Merauke Jhon Ulukyanan menjelaskan proses pemilihan nama-nama calon anggota MRPS sudah berjalan di tingkat kabupaten yakni Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat dan Boven Digoel telah sesuai Pergub dan petunjuk teknis yang dikeluarkan Panpil MRPS Provinsi Papua Selatan.
Baca Juga : Pemungutan Suara Pilkada 2024 di Papua Selatan Berlangsung Sukses
Namun setelah ditetapkan dalam pleno di tingkat Panpil Provinsi Papua Selatan, nama-nama calon tidak sesuai dokumen yang diusulkan Panpil Kabupaten. Hal tersebut menimbulkan problem di tingkat bawah yang memicu kegaduhan.
“Segala upaya sudah dilakukan secara tertulis maupun lisan oleh Panpil Kabupaten bahkan juga dari Panwas Kabupaten kepada Panpil Provinsi. Tetapi yang kami nilai memang sampai sekarang belum ada jawaban pasti bahkan terkesan tidak memberikan jawaban oleh person maupun Panpil Kabupaten.
“Proses ini sebenarnya sejak awal sudah kita laksanakan ketika Panpil Provinsi mengeluarkan petunjuk teknis untuk menjadi acuan yang kita pedomani bersama baik di kabupaten maupun di provinsi. Dalam aturan Panpil Provinsi hanya memfasilitas dan menetapkan tetapi rupanya ada kebijakan lain,” kata Jhon Ulukyanan.
Baca Juga : KPU Papua Selatan Distribusi Logistik Pilkada 2024 ke Empat Kabupaten
Sementara itu, Sekretaris Kesbangpol Kabupaten Mappi Wensislaus Angwarmase menyebutkan keputusan yang diambil oleh Panpil Provinsi Papua Selatan tidak sesuai dengan keputusan Panpil Kabupaten Mappi. Padahal tahapan pelaksanaan pemilihan bakal calon MRPS telah sesuai dengan juknis dan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Selatan.
“Kalau kemarin di rapat pleno mengatakan di Kabupaten Mappi tidak ada tahapan. Sebenarnya kita sudah membuka pendaftaran dari tanggal 3-11 Mei 2003. Tanggal 11 Mei 2023 kita lakukan musyawarah untuk menetapkan bakal calon. Pada saat penetapan bakal calon berjalan baik cuma dari tokoh perempuan tidak ada kesepakatan.
“Kemudian diambil alih Panpil Kabupaten Mappi untuk menetapkan bakal calon tokoh perempuan. Kalau untuk tokoh adat kita langsung serahkan ke komunitasnya. Jadi semua berjalan baik. Terkait SK untuk calon adat dan calon perempuan memang kita tidak setuju, karena SK yang ditetapkan oleh Kabupaten mereka bisa ubah dari daftar calon tetap. Calon nomor 3 naik ke 5 dan calon nomor 5 ke 3 tanpa koordinasi dengan Panpil Kabupaten. Ini yang perlu kita klarifikasi alasan apa sehingga bisa terjadi seperti itu,” imbuhnya.
Baca Juga : Debat Pertama Cagub Papua Selatan, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
Ketua Panpil Kabupaten Boven Digoel Adonia Yalenkatuk mengatakan proses penentuan nama bakal calon MRPS di Panpil Kabupaten Boven Digoel tidak tegas diakomodir melalui pleno penetapan calon oleh Panpil Provinsi Papua Selatan. Sementara tahapan di lapangan telah berjalan sesuai juknis dan Pergub Papua Selatan.
“Kami di Panpil telah melaksanakan juknis dan Pergub dengan baik. Hanya fakta terjadi pada waktu pleno di provinsi daftar nama SK-1, SK-2, S-3 justru ditetapkan lain di tingkat provinsi, sehingga kami pertanyakan itu,” ucapnya.
Anggota Panwas Kabupaten Boven Digoel Adrianus Moromon Panwas telah mengawal semua proses dan tahapan pemilihan calon anggota MRPS yang dilakukan oleh Panpil di Boven Digoel. Namun semua proses dan tahapan yang dilakukan di Panpil Kabupaten Boven Digoel dimentahkan oleh Panpil Provinsi Papua Selatan dalam pleno penetapan calon anggota MRPS.
Baca Juga : Debat Pertama Cagub Papua Selatan, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
“Semua tahapan itu sudah sesuai Pergub Papua Selatan Nomor 14 dan petunjuk teknis. Tapi sayang, proses yang telah kami lalui sesuai aturan itu dimentahkan oleh Panpil Provinsi. Hasil pleno yang ditetapkan oleh Panpil Provinsi tidak sesuai aturan yang tertuang dalam Pergub Nomor 14 dan petunjuk teknis tentang proses dan tahapan pemilihan calon anggota Majelis Rakyat Papua Selatan,” ungkap Adrianus Moromon.
Menurutnya, masalah paling fatal adalah Panpil provinsi menggeser nama-nama calon yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Panpil Kabupaten sebagai nomor urut tetap. Sejumlah calon tetap itu digeser ke daftar atau nomor urut tunggu.
“Yang mengecewakan kami di pleno provinsi kemarin itu ada yang namanya di nomor 10 dinaikkan ke nomor 1. Bahkan ada orang yang tidak ada nama dalam keputusan Panpil kabupaten, tapi nama itu diadakan oleh Panpil Provinsi,” sebutnya.
Baca Juga : Debat Pertama Cagub Papua Selatan, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
Dia menjelaskan sesuai Pergub dan juknis; penetapan nama calon dari unsur agama adalah kewenangan Panpil Provinsi, sedangkan dari adat dan perempuan kewenangan Panpil Kabupaten. Namun pada pleno, Panpil Provinsi mengambil alih kewenangan kabupaten dengan merubah dan menetapkan nama-nama calon yang tidak tercantum dalam surat keputusan Panpil Kabupaten.
“Seharusnya di pleno itu, provinsi hanya membahas keputusan yang dibuat Panpil Kabupaten lalu ditetapkan, bukan menggodok lagi. Untuk apa dibentuk Panpil dan Panwas Kabupaten, lebih baik provinsi laksanakan sendiri. Kami di kabupaten merasa tidak dihargai sama sekali kerja kami dalam pleno kemarin. Itu sangat kami sesalkan,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Panpil Kabupaten Merauke, Dominikus Cambu mendesak Pj. Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo membatalkan hasil pleno yang ditetapkan Panpil provinsi karena syarat pelanggaran. Jika tidak, pihaknya akan mengambil langkah sebagai upaya keadilan hingga ke pusat. Menurutnya, ada tiga pelanggaran yang dilakukan Panpil Provinsi yakni pelanggaran hukum, administrasi dan etika.
Baca Juga : Debat Pertama Cagub Papua Selatan, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
“Dari sisi hukum Panpil Provinsi bisa dipidana, karena telah mengganti nama calon anggota tetap. Berdasarkan pasal 14 poin pertama dalam Pergub tentang tugas Panpil provinsi sifatnya menetapkan hasil dari Panpil Kabupaten yang kewenangannya menentukan perwakilan adat dan perempuan,” tegasnya.
Cambu menjelaskan tugas Panpil Kabupaten, pertama meneliti dan memverifikasi kelompok masyarakat adat dan perempuan. Kedua, meneliti dan memverifikasi persyaratan bakal calon. Ketiga menetapkan daftar urut tetap dan daftar tunggu. Selanjutnya diserahkan kepada Panpil provinsi untuk dievaluasi dan ditetapkan.
“Kami sudah melalui proses tahapan sesuai aturan itu, tapi Panpil provinsi sendiri yang menabrak aturan yang mereka. Sehingga ini yang menjadi dasar hukum kami bahwa panitia bisa dipidana karena telah menabrak aturan yang ada,” katanya.
Baca Juga : Debat Pertama Cagub Papua Selatan, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
Pelanggaran administrasi, kata Cambu, yang paling fatal adalah Panpil Provinsi merubah sejumlah nama calon yang telah ditetapkan masing-masing kabupaten. Ada calon yang nomor urutnya digeser dari nomor urut tetap ke nomor urut tunggu. Lebih parah lagi, nama yang tidak mengikuti tahapan seleksi di tingkat bawah justru ditetapkan Panpil Provinsi sebagai daftar nomor urut tetap.
“Untuk Merauke ada Paskalis Imadawa, Gabriel Gebze, dan Paskalina Kawegai dari Boven Digul. Ini nama-nama yang tidak mengikuti tahapan seleksi dari tingkat bawah dan dokumen tidak ada, tapi justru ditetapkan. Ini jelas Panpil provinsi menabrak aturan,” pungkasnya. (*)