REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Di tengah tingginya dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia atau secara nasional masih produktif dan terjaga.
Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara virtual.
Ia menjelaskan, pada kondisi dalam negeri, perekonomian mencatat pertumbuhan sebesar 4,87 persen pada triwulan I 2025. Hal ini didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga baik.
Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino
“Inflasi headline pada April 2025 tetap terkendali di level 1,95 persen secara year on year (yoy). Inflasi inti juga menunjukkan stabilitas di level 2,50 persen yoy, mencerminkan permintaan domestik yang cukup terjaga,” ungkapnya.
Lanjutnya, beberapa indikator permintaan domestik lainnya seperti penjualan ritel, semen, dan kendaraan bermotor mengindikasikan pemulihan yang masih berlangsung, meskipun dengan laju yang moderat.
“Dari sisi produksi, kinerja masih cukup baik terlihat dari berlanjutnya surplus neraca perdagangan dan kinerja emiten di mana rilis kinerja 2024 secara umum lebih baik dari periode 2023,” katanya.
Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM
Kemudian, pada perkembangan periode April 2025, didominasi oleh meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global dengan rencana pengenaan tarif impor resiprokal oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini mendorong kenaikan tajam volatilitas di pasar keuangan global. Meskipun Presiden Trump mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal selama 90 hari, tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok tetap tereskalasi.
Tingginya ketidakpastian akibat dinamika perdagangan global telah mendorong lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan historis (2000-2019) di level 3,7 persen.
“WTO merevisi proyeksi volume perdagangan barang global pada 2025 menjadi terkontraksi 0,2 persen yoy, dari prakiraan sebelumnya tumbuh 2,7 persen,” terangnya.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
Di Amerika Serikat, meskipun data ketenagakerjaan relatif solid, sejumlah indikator aktivitas ekonomi terbaru mengindikasikan perlambatan, seperti inflasi, tingkat kepercayaan konsumen, dan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan ekonomi AS pada 2025 diproyeksikan menjadi 1,4 persen (sebelumnya 2 persen), dan pasar mulai memperkirakan penurunan suku bunga acuan (FFR) secara lebih agresif, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada Juni 2025.
Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2025 tercatat solid, ditopang oleh kinerja sektor manufaktur. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh strategi front-loading ekspor guna mengantisipasi pemberlakuan tarif tambahan dari AS.
“Dari sisi permintaan, meskipun masih lemah, terdapat indikasi perbaikan seiring dengan peningkatan inflasi inti dan penjualan ritel,” ujar Mahendra.