0%
logo header
Jumat, 14 Oktober 2022 14:08

Perjalanan Panjang Upaya Hukum Kasus Kekerasan Seksual Perempuan Disabilitas: Kesaksian Dianggap Lemah hingga Mandek tak Selesai

Redaksi
Editor : Redaksi
Ragam kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas. (Muh. Irham)
Ragam kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas. (Muh. Irham)

“Langkah awalkan ada asesmen yang dilakukan, dari sini harusnya bisa ditindaklanjuti. Pada kasus Citra ini, kita pernah lakukan asesmen psikolog, dan karena tidak ada JBI, psikolog bingung, karena memang berkomunikasi dengan disabilitas tuli itu harus menggunakan bahasa isyarat. Nanti setelah kami datangkan JBI baru bisa dilakukan asesmen, akhirnya prosesnya pun tertunda,” terangnya.

Kia menjelaskan, Citra mengalami penyekapan selama satu bulan di rumah pelaku di Kota Makassar. Selama disekap beberapa kali ia diperkosa, bahkan dari keterangannya selama disekap dirinya beberapa kali dijual ke pria hidung belang.

“Dia bercerita kalau selalu dibawah ke hotel, di dalam kamar hotel sudah ada orang yang tunggu. Di sana dia diminta untuk memberikan pelayanan seksual, setelah itu baru kembali dijemput oleh pelaku,” kisahnya.

Baca Juga : Cerita Perempuan Pekerja Disabilitas: Saya Dibully Rekan Kerja, Saya Ditolak Siswa

Dikonfirmasi terkait kasus ini, Ipda Rahmatia mengatakan, memang masih ada beberapa kasus yang ditangani yang terpaksa berhenti di tengah jalan atau tidak bisa masuk tahap 1 ke kejaksaan. Salah satunya adalah kasus Citra yang didampingi PerDIk Sulsel.

Menurutnya, penyelesaian kasus ini tersendat, sebab bukti yang ada dianggap lemah oleh pihak kejaksaan. Belum lagi korban dianggap tidak bisa mengingat setiap kronologis kejadian dengan baik karena kondisi kediasbilitasannya.

“Terkadang salah satu hambatan itu, karena bahasa. Kalau dia ndak bisa bicara, atau tuli, atau bicaranya tidak jelas itu saat proses pemeriksaan, mau dia penyelidikan atau penyidikan hambatan selalu disitu yaitu bahasa yang tidak nyambung, kadang juga saat mengingat apa yang terjadi itu juga terjadi perlambatan. Inilah yang sangat menjadi kendala kita,” sebutnya.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

Pelaku kekerasan yang dialami Citra, awalnya sempat ditahan pihak Polrestabes Makassar. Tetapi karena petunjuk yang diminta oleh kejaksaan tidak dapat dipenuhi, sehingga pelaku pun dikeluarkan dari tahanan.

“Semua petunjuk yang kejaksaan minta telah kami penuhi, tetapi setiap kami penuhi pasti ada petunjuk baru lagi yang datang. Padahal harusnya, bagaimana kerja sama yang baik dilakukan (bukan untuk merekayasa kasus), ini kan korban berkebutuhan khusus yang perlu kita bantu, sehingga perlu dimudahkan, apalagi sudah ada bukti dan petunjuk yang dilengkapi lewat berkas yang ada,” katanya.

Selain itu pada kasus ini, kejaksaan menilai masih perlu ada penguatan dari saksi. Sementara seharusnya pada hasil visum yang ada sudah cukup untuk dijadikan bukti. Ini yang dinilai juga masih menjadi hal yang memperlambat proses penyelesaian kasus kekerasan seksual dengan korban penyandang disabilitas.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

“Ada saksi satu yang dicari dan tidak ada, pada saat berkas sudah dikirim, saya lupa, tapi pernyataan jaksa ada satu saksi yang belum diambil keterangannya, itu yang jadi hambatannya. Saksi itu sudah kita cari, sudah kita panggil tetapi kita tidak temukan lagi, makanya kami tetap simpan berkasnya, jika kami bisa menemukan saksi itu kami siap untuk melanjutkannya kembali,” katanya.

Saat ini secara bertahap, Kanit PPA Polrestabes Makassar telah menerapkan implementasi UU TPKS pada tiga kasus kekerasan seksual yang ada. Di mana korbannya bukan hanya perempuan nonpenyandang disabilitas, tetapi juga penyandang disabilitas.

“Kami di sini sudah coba terapkan kebijakan UU TPKS, tunggu kita lihat, apakah pihak lainnya juga sudah menerapkan aturan ini, karena kami di sini mencoba pada tiga kasus kekerasan seksual. Hanya saja saya gandeng juga dengan KUHP dan TPKS, kasus berhasil sidik dan saya tahan pelakunya sampai sekarang,” papar Ipda Rahmatia.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

Korban Didominasi Penyandang Disabilitas Intelektual dan Mental

Ilustrasi korban kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas. Kasus kerap kali tidak tuntas sebab pembuktiannya dianggap lemah. (Istimewa)

Pada kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan penyandang disabilitas tercatat beragam. Mulai dari disabilitas tuli, daksa, netra, intelektual dan mental. Dari ragam penyandang disabilitas tersebut perempuan penyandang disabilitas intelektual dan mental yang mendominasi.

“Dalam kasus yang ada itu kebanyakan adalah kasus penyandang disabilitas intelektual, dan banyaknya kasus yang tidak selesai adalah yang korbannya disabilitas intelektual, disabilitas sensorik, disabilitas rungu dan disabilitas mental,” kata Ketua HWDI Sulsel Maria Un.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

Dari periode 2016 hingga 2022, HWDI Sulsel mendampingi kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan dan anak sebanyak 15 kasus. Dari total kasus yang ada mayoritas korban adalah penyandang disabilitas intelektual, mental dan tuli.

Kasus tersebar di beberapa daerah, antara lain Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Maros, Soppeng dan Bulukumba. Dari catatan kasus tersebut sebanyak 4 kasus tercatat selesai di pengadilan, sementara sisanya berhenti di tengah jalan atau dihentikan.

“Kasus yang selesai itu pada umumnya adalah korban anak. Sementara yang tidak selesai itu adalah korban perempuan dewasa,” sebut Maria.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

Kemudian pada catatan kasus yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Makassar juga mencatat dari 363 kasus kekerasan (ekonomi, fisik, seksual, dan rumah tangga) pada periode 2017-2022 yang didampingi, sekitar 25-30 persen adalah korban dari kelompok perempuan penyandang disabilitas, dengan ragam disabilitas mental, intelektual, dan disabilitas rungu atau tuli.

Selain itu, LBH Makassar juga telah mendampingi kasus kekerasan seksual pada perempuan penyandang disabilitas sebanyak 11 kasus priode 2019-2021, dengan sub ragam disabilitas mental, intelektual dan tuli.

Sementara PerDIK Sulsel mencatat sekitar empat kasus ditangani sepanjang 2018-2021 dengan korban dua disabilitas intelektual, dan masing-masing satu disabilitas tuli dan mental. Dari keempat kasus tersebut, tiga di antaranya selesai dan satu dihentikan yakni kasus Citra yang disebutkan penulis di atas

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

Salah satu kasus yang didampingi PerDIK Sulsel yang tercatat selesai hingga dipengadilan yakni kasus Icha (nama samara). Icha seorang perempuan penyandang disabilitas intelektual yang diperkosa supir angkot. Dalam proses penyelesaian kasusnya pelaku divonis hukuman 7 tahun penjara.

Lewat kuasa hukumnya, Fauziah Erwin menceritakan, dalam proses penyelidikan Icha mengaku dirinya dibawa ke salah satu wisma di Kota Makassar. Di sana dirinya disekap selama dua malam tiga hari. Selama penyekapan terjadi pemerkosaan lebih dari satu kali.

Awalnya pelaku juga tidak mengakui bahwa dirinya melakukan aksi penculikan, penyekapan dan pemerkosaan dengan dalih suka sama suka. Tetapi melalui hasil visum yang dikeluarkan RS Bahayangkara Makassar membuktikan adanya tindakan pemerkosaan.

Baca Juga : Gubernur Sulsel berikan Penghargaan untuk Disabilitas Berprestasi

“Termasuk pada hasil asesmen yang dilakukan antara korban dan psikolog, membuktikan ada trauma mendalam yang dialami, sehingga sangat cukup dijadikan alat bukti untuk dilanjutkan ke meja hukum,” katanya.

Fauziah menjelaskan, pada proses penyelesaian kasus perempuan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum memang memakan waktu yang cukup lama dan panjang jika dibandingkan dengan nondisabilitas, termasuk pada proses BAP.

Halaman
Penulis : Chaerani Arief
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646