REPUBLIKNEWS.CO.ID, GOWA — Paguyuban Ibu-Ibu Pemasyarakatan (PIPAS) Sulawesi Selatan menjadikan Kawasan Musuem Balla Lompoa sebagai lokasi latihan sekaligus pengambilan gambar dalam mengikuti lomba tari daerah antar PIPAS Se-Indonesia. Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) PIPAS Ke-20.
Pemilihan Kawasan Museum Balla Lompoa ini pun bukan tanpa tujuan, dimana hal tersebut sebagai upaya nyata dari Pengurus PIPAS Sulsel untuk ambil bagian dalam mempromosikan warisan kebudayaan, hingga situs-situs sejarah dan budaya yang masih terawat hingga saat ini.
“Kami melihat Museum Balla Lompoa menyimpan sejumlah koleksi sejarah. Sebelum difungsikan sebagai museum, bangunan ini awalnya merupakan istana kediaman Raja Gowa. Hal ini sangat relevan dengan tarian yang diikutkan lomba sehingga dapat memperkuat kedaerahan dari tarian tersebut,” terang, Ketua PIPAS Sulsel Fitriyani Yudi Suseno, dalam keterangannya, kemarin.
Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel
Dalam pengembalian gambar berlatarbelakang Musuem Balla Lompoa Kabupaten Gowa ini, pihaknya menampilkan beragam bentuk tarian lokal daerah. Seperti, Tarian Tiga Etnis yakni Makassar, Bugis dan Toraja.
“Kita ini melakukan promosi tentang warisan budaya kita yang luar biasa. Apalagi ini nantinya akan ditayangkan di YouTube, serta pada media sosial. Bahkan jika masuk dalam 3 besar akan diikutkan langsung di Jakarta, jadi membuka peluang promosi yang luar biasa,” tegasnya.
Fitriyani pun berharap agar kedepannya keberadaan destinasi-destinasi kebudayaan seperti Musuem Balla Lompoa dapat dijaga keberadaannya.
Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan
“Museum ini sangat bersejarah sehingga diharapkan dapat terus memberikan daya tarik bagi masyarakat baik lokal hingga internasional. Harapannya agar museum ini dapat dirawat dengan baik dan terus menjaga kebersihan lingkungan musuem ini,” harapnya.
Sementara, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Gowa Khadijah Tahir Muda mengatakan, Kabupaten Gowa memiliki banyak potensi situs-situs sejarah dan budaya yang cukup banyak. Bahkan dari ragam tersebut pun memiliki potensi menjadi sebuah cagar budaya, keberadaan warisan budaya ini pun membawa Kabupaten Gowa ini seperti Kota Yogyakarta.
”Dimana kaki kita melangkah disitu diindikasikan ada situs atau cagar budaya, ini seperti di Yogyakarta. Karena banyaknya yang diduga cagar budaya ini kita harus bergerak cepat, dan secara perlahan itu Museum Balla Lompoa terlebih dahulu kita jadikan sebagai situ cagar budaya,” terangnya.
Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional
Ketua Prodi Magister Arkeologi Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas) ini melanjutkan, keberadaan destinasi budaya di Kabupaten Gowa, salah satunya Museum Balla Lompoa sebelumnya telah mempunyai nomor registrasi nasional sebagai cagar budaya. Hanya saja jika belum ditetapkan sebagai sebuah cagar budaya, maka secara hukum belum dapat dipertanggungjawabkan sebagai sebuah cagar budaya.
“Jadi jika sudah ditetapkan sebagai cagar budaya maka keberadaannya akan dinaikkan lagi supaya betul-betul secara hukum bisa dipertanggungjawabkan dan tidak bisa diganggu gugat lagi,” katanya.
Ia menilai, berbicara soal etnik Bugis-Makassar, keberadaan Kabupaten Gowa ini mewakili Makassar melalui keberadaan Museum Balla Lompoa. Sehingga seharusnya memang perlu mengambil langkah cepat sebelum kebudayaan, sejarah, dan pengetahuan tentang Kabupaten Gowa melalui Museum Balla Lompoa ini dilibas oleh kebudayaan baru yang bisa menghilangkan sejarah asli daerah tersebut.
