Oleh: Fahril S. Kaunar
REPUBLIKNEWS.CO.ID, Kita memahami sungguh bahwa keterlibatan PMII pada politik kebangsaan merupakan sebuah kewajiban, karena bertujuan untuk merawat nilai-nilai kedaulatan, persatuan dan kesatuan.
Namun sejatinya mengejawantahkan nilai-nilai ke PMII-an di internal melalui jenjang kaderisasi adalah upaya yang diharuskan oleh kader-kader PMII, sebagai amanah konstitusi selayaknya pergerakan yang ideal dibangun atas kesadaran kemanusiaan yang menjunjung tinggi supremasi hukum (AD/ART) di internal PMII.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Maka sangat terukur jika pemahaman tentang organisasi secara umum adalah sejauh mana kita sebagai kader memahami tentang aturan- aturan yang diberlakukan. Bukan sebaliknya, lembaga ini digunakan sebagai altar kepentingan dan dirawat menggunakan hegemoni kekuasaan politik praktis.
Tulisan ini dibuat atas dasar kekesalan sindrom politik kekuasaan yang meliputi PMII se-Indonesia khususnya wilayah timur. Rekonstruksi basis kekuatan politik yang dimulai dari internal PMII sangat disayangkan karena tidak menghargai dan bisa mencederai konstitusi sebagai landasan organisasi.
Hal ini terlihat pada kepemimpinan Sahabat Abe (Ketua Umum PB PMII) bahwa hampir seluruh cabang di wilayah timur Indonesia mengalami dualisme kepemimpinan cabang. Meskipun dualisme, proses pelegitimasian harus dihasilkan secara konstitusi tanpa melihat kepentingan kelompok atau fatsum politik, namun fakta ini berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan.
Baca Juga : Dari Survei Kepuasan Responden, OJK Sulselbar Perkuat Implementasi Tugas dan Fungsi
Sejauh ini PB PMII sangat diharapkan sebagai juru selamat ketika menangani persoalan inkonstitusional yang merujuk pada kedudukan konstitusional, bukan sebaliknya. Yang menjadi kekhawatiran kader PMII, kepentingan politik 2024 mengisi rongga internal PMII dan mengorbankan cabang cabang wilayah timur, pada basis cabang yang berjuang secara legal konstitusi.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa pada kongres tahun 2024, salah satu partai politik mempunyai kontribusi besar dalam penganggaran kegiatan kongres tersebut, yang tentunya melahirkan hasil keputusan periode kepemimpinan PB PMII yang ditambah menjadi 3 tahun. Dan, ini di mulai dari sahabat Abe, yang akan menjabat di periode 2021-2024. Artinya, kongres berikutnya akan dilaksanakan di tahun 2024.
Jika PMII dibawa pada ranah kepentingan politik praktis di Pemilu 2024 dengan skema yang sengaja dipersiapkan dari saat ini, tentunya PMII sudah tidak lagi konsisten terhadap apa yang dicita-citakan oleh para pendiri PMII. Sebab, konflik pada saat ini akan terus mengakar dan tak kunjung selesai. (*)
Baca Juga : Inspiring Srikandi, PLN UIP Sulawesi Dorong Pelaku Usaha Perempuan Single Parent Makin Berdaya
*) Penulis merupakan Sekretaris PC PMII Kabupaten Buru