0%
logo header
Rabu, 06 November 2019 11:01

Refleksi HUT ke-104 PSM: Baru Tahu, Ramang Meneror Pemain Soviet

Refleksi HUT ke-104 PSM: Baru Tahu, Ramang Meneror Pemain  Soviet

Oleh: M. Dahlan Abubakar

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Pilihan fereasi sepakbola internasional, FIFA melalui lamannya 26 September 2012 yang menempatkan Ramang sebagai inspirator sepakbola Indonesia tahun 1950-an jelas beralasan. Renaldo Setiawan (tirto.di.), memperingati 32 tahun kepergian Ramang, 26 September 2019, menurunkan satu tulisan yang menarik. Mengingatkan kembali kepada kita betapa kehebatan anak kampung ini di kancah internasional bagaikan sebuah mitos.

Stadion Olimpiade Melbourne, Australia, almanak menunjuk 11 November 1956. Stadion yang kondisinya belum seperti kebanyakan tempat perhelatan sepak bola mewah seperti saat ini, sudah disesaki 3.822 penonton. Mereka datang hanya satu tujuan. Melinat bagaimana Uni Soviet bakal mengobrak-abrik dan membombardir gawang Indonesia yang dikawal Maulwi Saelan. Mereka pantas saja punya tujuan seperti itu karena Indonesia tidak dikenal sebagai negara tempat sepakbola tumbuh subur dan sangat berprestasi. Mereka membayangkan, pertandingan itu bakal berjalan bagaikan sangat tidak seimbang.

Baca Juga : DPMP-PTSP Gowa Catat Jumlah Pengunjung MPP Capai 8.000 Orang

Layaknya, seperti David melawan Goliath. Tetapi, para penonton tidak pernah tahu, ada seorang anak Makassar yang menjadi lawan timnegara Beruang Merah itu.
Ramang.

Tony Pogacnik, pelatih Indonesia asal Yugoslavia yang kemudian meninggal di Indonesia, sudah menyiapkan pertahanan bergerendel. Tujuannya hanya satu. Mengusik pesta Uni Soviet. Ia berencana memainkan pakem 3-4-3 dengan komposisi pemain yang tak lazim.

Sian Liong dan Him Tjian, yang sejatinya merupakan pemain bertahan, akan bermain di lini tengah bersama Ramlan dan Liong Houw. Kiat Sek Kwee ditarik mundur ke belakang. Mereka berdiri sejajar dengan Chaerudin dan Rasjid. Di lini depan, Pogacnik mengandalkan Ashari Danoe, Endang Witarsa, serta Ramang. Tiga trio yang diharapkan dapat mengganggu pertahanan Soviet dengan ujung tombak Ramang.

Baca Juga : 3.192 Usulan di Musrenbang 2025, Wabup Gowa: Prioritaskan yang Tepat dan Strategis

“Dengan demikian, maka akan ada empat orang pemain yang bertahan di lini tengah, yakni Liong-Him Tjiang-Houw-Ramlan, Jika melihat permainan Saelan yang amat kuat dengan save-nya, pertahanan ini akan sangat kokoh,,” Pogacnik membatin mengenai pendekatan taktiknya itu.

Kejutan Pogacnik yang dipersembahkan untuk Igor Netto, Eduward Sterltsov, Analoty Isayev, dan lain-lain tak berhenti hanya sampai di situ. Melalui Ramang, pelatih asal Yugoslavia itu juga mengincar serangan balik cepat. Membuat prahara di lini belakang Uni Soviet.

Saat serangan Uni Soviet sering mentok di barisan pertahanan Indonesia atau di tangan Maulwi Saelan, FIFA lantas menulis.

Baca Juga : Tim Penilai PPD 2024 Verifikasi Langsung Program Mahasantri di Lapangan

“Pemain bertahan Uni Soviet yang gagah tiba-tiba kaget ketika Ramang, penyerang Indonesia bertubuh pendek, berhasil melewati dua pemain dan memaksa Lev Yashin melakukan penyelamatan dengan ujung jarinya.”

Setelah melakukan gebrakan awal, Ramang, yang kelak menjadi bintang dalam laga itu, bahkan tak berhenti meneror gawang Uni Soviet. Ia sering kali turun ke area tengah menjemput bola. Dari posisi itu, ia lantas melejit ke depan dengan penuh percaya diri: melewati dua-tiga pemain Uni Soviet, membuat bek-bek Uni Soviet menekel angin, dan memaksa Lev Yashin pontang-panting dalam menyelamatkan gawangnya.

Pergerakan Ramang membuat pemain-pemain Uni Soviet sadar bahwa Ramang tak boleh dibiarkan. Pemain-pemain Uni Soviet pun mulai melakukan pelbagai upaya menghentikan Ramang. Namun, alih-alih berhasil dihentikan, Ramang justru hampir selalu berhasil mengelak dan semakin memberikan ancaman terhadap pertahanan Uni Soviet. (Foto: Ramang ketika mengecoh pemain belakang Uni Soviet. Foto ini disiarkan Laman FIFA.com, 26 September 2012).

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Pada menit ke-84, jika bukan karena penyelamatan gemilang yang dilakukan Lev Yashin, Ramang barangkali sudah membobol gawang Uni Soviet. Pada kesempatan lain, jika pemain Uni Soviet tak berbuat curang, sebagaimana diakui Ramang, pertandingan legendaris itu jelas tak akan berakhir dengan skor 0-0.

“Ketika itu saya hampir mencetak gol, tapi baju saya ditarik oleh lawan,” kenang Ramang yang juga diakui Maulwi Saelan yang bertindak sebagai kapten tim Indonesia kepada penulis saya dalam suatu wawancara di Jakarta.

Majalah Tempo, dalam artikel “Ramang Sudah Pergi”, pernah menyebutnya sebagai penyerang tengah berbekal naluri gol maha dahsyat. Penyebabnya: pada eranya, Ramang merupakan satu-satunya pemain Indonesia yang mampu mencetak gol melalui tendangan salto, tendangan sudut langsung, maupun tendangan first-time.

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Klaim Tempo itu tidak sembarangan, sebab dilengkapi pujian dari Maulwi Saelan, penjaga gawang andalan timnas Indonesia pada 1950-an.

“Ramang bisa menembak ke arah gawang dari posisi apa pun,” kata Saelan.

Penampilan Ramang saat Indonesia melakukan Tur Asia pada 1954 bisa menjadi bukti ketajaman Ramang. Kala itu, tampil menghadapi Filipina, Hongkong, Muangthai, dan Malaysia, Indonesia hampir selalu menang besar. Dan dari 25 gol Indonesia, 19 gol di antaranya berasal dari Ramang.

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Menurut Iswadi, mantan pelatih PSSI Pratama, Ramang memang mempunyai kemampuan langka sebagai penyerang. Selain memiliki tendangan keras dan kecepatan, tingkat kecerdasan Ramang di atas rata-rata. Bahkan setelah timnas Indonesia kalah dalam pertandingan Pra-Piala Dunia pada 1981, Iswadi tak ragu menggunakan nama Ramang untuk mengkritik kecerdasan pemain-pemain Indonesia.

“Ramang itu dulu pendidikannya rendah, tapi IQ-nya sebagai pemain bola tinggi, bahkan lebih tinggi daripada pemain-pemain sekarang,” ujar Iswadi.

Soal ini, Choo Seng Quee, mantan pelatih timnas Indonesia pada 1950-an, mengangguk setuju. Menurut pelatih asal Singapura itu, timnas Indonesia pada 1950-an tak akan mampu berprestasi gemilang tanpa kecerdasan Ramang.

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Quee berkata, “Pemain seperti Ramang… tak bisa dicari. Ia adalah pemain yang mampu memakai otak.”

Kecerdasan inilah yang mendukung ketajaman Ramang. Sementara kecepatan bisa membuat Ramang menghilang secepat ninja. Tendangan keras Ramang bisa membuat kiper lawan kelimpungan, Kecerdasan Ramang bisa dengan mudah membuatnya mempecundangi bek-bek lawan.

“Setidaknya soal tiga kombinasi ampuh ini,” tulis Tempo.

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

“Kebanyakan gol yang dicetak Ramang sukar diduga. Ketika PSM Makassar melawan Persija di Stadion Ikada pada 1954, misalnya… Ramang ketika itu dijepit dua lawan dan praktis tak bisa bergerak. Tapi, dengan gerakan kilat, ia maju menyongsong bola, memiringkan badan dan langsung half volley kaki kanan sembari menjatuhkan badan.”

Di sisi lain, kecerdasan ternyata juga menjadi salah satu faktor penting mengapa Ramang nyaris tahan banting di sepanjang kariernya.

Sebagai penyerang yang seringkali dikawal ketat dari pemain bertahan lawan, Ramang mengaku tak pernah mengalami cedera. Malahan, katanya, “yang cedera karena saya ‘makan’ tanpa terlihat wasit sudah banyak!”

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Ramang memang mempunyai teknik yang sangat halus dalam perkara “makan-memakan”.

Pada 1945, setelah berkeluarga, Ramang memutuskan pindah ke Makassar. Andi Mattalatta, tokoh sepakbola Sulawesi Selatan, adalah orang yang menjadi penyebabnya. Kala itu, melihat bakat Ramang, Andi menyarankan agar Ramang meniti karier sepakbola.

Ramang bersama istrinya pindah ke Makassar sambil membawa becak untuk berjaga-jaga. Namun, alih-alih bisa bermain bola secara leluasa, Ramang justru dihantam problem kehidupan. Penghasilannya dalam menarik becak sering kali tak mencukupi. Alhasil, Ramang tak jarang menjadi kenek truk dadakan. Rutenya, tulis Tempo, “menjelajahi Sulawesi Selatan.”

Baca Juga : Berbagi di Ramadan, Pegawai PLN UPP Sultra Serahkan Bantuan ke Santri Ponpes Al Askar

Meski demikian, mimpi Ramang menjadi pesepakbola pro tak kendor sedikit pun. Di sela-sela kegiatannya mengayuh becak atau menjadi kenek truk, Ramang aktif bermain bersama Persatuan Sepakbola Induk Sulawesi (Persis). Dan bersama Persis inilah masa depan Ramang mulai terang benderang.

Suatu kali, dalam turnamen yang diadakan PSM Makassar (dulu masih bernama Makassaarsche Voetbal Bond (MVB) Ramang berhasil membawa Persis menang 9-0 di mana ia mencetak sebagian besar gol Persis. PSM Makassar kepincut. Dan pada 1945 Ramang akhirnya bergabung bersama PSM Makassar.

Sejak saat itu kisah-kisah kehebatan Ramang diceritakan bagaikan mitos.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646