REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya segmen masyarakat yang memiliki tingkat literasi atau inklusi keuangan yang lebih rendah dibandingkan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, ada lima segmen masyarakat yang ditemukan masih dengan hasil literasi dan inklusi keuangan yang rendah.
Kelima segmen tersebut yaitu pertama, jika dilihat berdasarkan gender dan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk perempuan masih memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah jika dibandingkan penduduk laki-laki. Kedua, dari hasil SNLIK tahun ini dengan melihat klasifikasi desa, penduduk yang tinggal di perdesaan masih minim dalam akses informasi jasa keuangan.
Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino
“Semoga dengan keterlibatan dan kolaborasi dari berbagai pihak kedepannya kita bisa lebih meningkatkan literasi maupun inklusi keuangan di segmen yang masih rendah tersebut,” katanya, dalam keterangan resminya, kemarin.
Segmen ketiga yakni, dengan melihat berdasarkan kelompok umur, masyarakat di usia 15 hingga 17 tahun maupun usia 51 hingga 79 tahun terlihat masih minim dalam mendapatkan literasi maupun akses layanan jasa keuangan. Keempat, berdasarkan kategori pendidikan tertinggi yang diutamakan menunjukkan bahwa penduduk dengan pendidikan rendah atau SMP dan sederajat ke bawah juga masih sangat rendah dalam mendapatkan literasi dan inklusi keuangan.
Kelima, berdasarkan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, pekerjaan di bidang petani, peternak, pekebun, nelayan, pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, tidak atau belum bekerja, dan pekerja lainnya juga masih kurang dalam mendapatkan akses informasi dalam hal layanan jasa keuangan.
Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM
Friderica melanjutkan, kegiatan SNLIK ini dilakukan untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan. SNLIK Tahun 2025 merupakan hasil kerja sama antara BPS dan OJK untuk yang kedua kalinya.
Dari hasil survei tersebut juga menunjukkan adanya kenaikan indeks literasi keuangan sebesar 66,46 persen dari tahun sebelumnya 65,43 persen. Sementara, indeks inklusi keuangan 80,51 persen dari periode tahun sebelumnya sebesar 75,02 persen.
“Kerja sama dimaksud untuk mendapatkan gambaran kondisi literasi dan inklusi keuangan Indonesia dari dua sudut pandang. Mulai dari mempertimbangkan evaluasi pada pelaksanaan SNLIK sebelumnya, dan kebutuhan data pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang lebih komprehensif,” ujarnya.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
Dari survei tersebut juga ditemukan bahwa berdasarkan sektor jasa keuanganmasih ditopang paling tinggi oleh sektor perbankan. Dimana, pada capaian indeks literasi mencapai 65,50 persen, dan inklusi keuangan sebesar 70,65 persen.
“SNLIK tahun ini menjadi salah satu faktor utama bagi OJK dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kebijakan, strategi dan merancang produk dan layanan keuangan yang sesuai kebutuhan dan kemampuan konsumen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terang Friderica.
Ie menegaskan, fokus OJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan baik secara konvensional maupun syariah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (2023-2027), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengungkapkan, penghitungan SNLIK 2025 dilakukan menggunakan dua metode. Pertama, disebut sebagai Metode Keberlanjutan, yakni metode perhitungan yang dilakukan dengan cakupan sembilan sektor jasa keuangan.
Ia menyebutkan, seperti perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga pembiayaan, dana pensiun, pergadaian, lembaga keuangan mikro, Fintech Lending (Pindar), PT Permodalan Nasional Madani, dan Penyelenggara Sistem Pembayaran (PSP) sebagaimana cakupan pada SNLIK 2024, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan program literasi dan inklusi keuangan OJK.
Kedua, disebut sebagai Metode Cakupan DNKI, adalah metode penghitungan yang memperluas cakupan sektor keuangan dengan penambahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta Lembaga Jasa Keuangan Lain.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
“Ini meliputi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), penyelenggara perdagangan aset kripto, PT Pos Indonesia, lembaga penjaminan, dan lain-lain,” terangnya.
Ia menerangkan, saat ini metode Keberlanjutan menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia sebesar 66,46 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 80,51 persen. Sementara metode Cakupan DNKI menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 66,64 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 92,74 persen.
“Selanjutnya, baik melalui metode Kebelanjutan maupun Cakupan DNKI, literasi keuangan syariah mencapai 43,42 persen dan inklusi keuangan syariah sebesar 13,41 persen,” terang Ateng.
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Pendataan rumah tangga sampel SNLIK Tahun 2025 dilakukan mulai 22 Januari hingga 11 Februari 2025 di 34 provinsi yang mencakup 120 kota atau kabupaten. Termasuk delapan wilayah kantor OJK atau 1.080 blok sensus.
“Untuk jumlah responden SNLIK tahun ini sebanyak 10.800 orang yang berumur antara 15 hingga 79 tahun,” ungkapnya.