REPUBLIKNEWS.CO.ID, BUTON TENGAH – Sengketa tanah yang melibatkan warga Banga, kecamatan Mawasangka, kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara, antara Nenek Wa Dangia (73) dan Bapak La Rahimu Akhirnya menemui kejelasan.
Hal itu diperkuat dengan penjelasan dari Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Buton beberapa waktu lalu saat melakukan rekontruksi tanah sengketa yang melibatkan dua warga Banga tersebut.
Melalui cucu dari Nenek Wa Dangia, Anton menceritakan apa yang disampaikan oleh BPN, Sarfin, saat melakukan konsultasi ke Pertanahan.
Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan
Anton menyebutkan bahwa lokasi tanah yang dipersoalkan oleh keluarga La Rahimu bukan berada di lokasi tanah Nenek Wa Dangia.
“Keterangan dari orang BPN yaitu pak Sarfin mengatakan serifikat yang dipegang oleh La Rahimu bukan berada di situ, hal itu dilihat berdasarkan kedua sertifikat,” ujar Anton saat menirukan perkataan Perwakilan BPN Buton, Sarfin, Senin (10/02/2020).
Mengingat tanah yang diperselisihkan tersebut telah berdiri sebuah rumah panggung yang di miliki oleh La Rahimu, akhirnya ahli waris Nenek Wadangia bersurat kepada pihak Muspika kecamatan Mawasangka untuk melakukan tindakan pembongkaran rumah terhadap tanah yang disengketakan.
Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik
“Mendapat informasi dari BPN, kami langsung bersurat ke pemeriintah kecamatan, Kepolisian, Koramil dan Pemerintah Desa untuk melakukan pembongkaran rumah bapak La Rahimu,” katanya.
Sehingga, pada Senin (10/02/2020) tepatnya pukul 09.30 Wita dilakukan pembongkaran oleh ahli waris Wa Dangia yang dihadiri oleh pihak Kepolisian, Danramil 1413-10 Mawasangka dan pemerintah Desa Banga.

Baca Juga : Indosat Berbagi Kasih: Anak-anak Nikmati Kehangatan dan Sukacita Natal
Kronologis Kejadian
Dilansir dari Beritakepton yang terbit pada (9/11/2019) lalu, berawal pada tahun 1979, seorang ibu bernama Wa Asara (alm) datang di Desa Banga. Kedatangannya ke Desa Banga karena diusir oleh saudaranya. Karena terusir dan tak memiliki tanah, ibu Wa Asara mengiba kepada Wa Dangia untuk dipinjamkan tanah.
Saat itu, ibu Wa Asara meminta kepada Wa Dangia untuk dipinjamkan tanah. Tanah tersebut akan dipakai untuk bercocok tanam, sehingga bisa memenuhi kebutuhan pangannya.
Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya
Karena merasa iba, ibu Wa Dangia kemudian menyanggupi permintaan tersebut dengan syarat dalam tanah yang dipinjamkan hanya boleh ditanami tanaman semusim saja dan ibu Wa Asara harus menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa tanah itu hanya berstatus pinjam.
Saat pertemuan dengan ibu Wa Dangia, ibu Wa Asara sudah punya anak bernama La Rahimu, namun berada di Kalimantan. Dalam pertemuan itu, tanah yang diijinkan untuk dikelola oleh ibu Wa Asara panjangnya 20 depa dan lebarnya 10 depa, diatas tanah seluas 19.980 M² dan untuk status tanah itu harus anak-anaknya tahu. Setelah menyanggupi, mereka kemudian menanam ubi dan jagung.
Waktu berganti hingga tahun 2019 tepatnya bulan Agustus lalu, pihak ibu Wa Dangia memanggil bapak La Ragung dan membicarakan tanah yang dulu pernah dipinjamkan kepada ibunya (Wa Asara. alm).
Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya
Dalam pertemuan itu melibatkan Perangkat Desa serta Kepala Desa Banga. Setelah rapat, hasilnya pun keluar bahwa Ibu Wa Dangia memberikan suka rela tanah itu kepada bapak La Rahimu dan ditambahkan 5 depa lagi untuk panjangnya. Jadi totalnya 25 depa panjang dan lebar 10 depa.
Setelah mufakat tercapai, pihak ibu Wa Dangia meminta kepada bapak La Ahimu untuk tidak lagi menggarap tanah yang tersisa, sebab tanah tersebut akan dipakai oleh anak-anaknya.
Belum sehari dari hasil mufakat bersama pemerintah desa, tiba-tiba kemenakan bapak La Rahimu yang berinisial La Utama (46) meradang. Dirinya tidak menerima hasil rapat tersebut dengan alasan tanah itu adalah tanah ibu Wa Asara (neneknya) yang dikuasainya sejak tahun 80-an.
Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya
Disinggung soal keberadaan sertifikat dan pajak tanahnya, bapak La Utama mengatakan agar bertemu dengan bapak Sahiruddin yang berdomisili di Kelurahan Mawasangka.
Setelah dikonfirmasi, Sahiruddin mengatakan benar tanah yang dikuasai oleh bapak La Rahimu sudah bersertifikat. Menurutnya, tanah tersebut adalah milik ibu Wa Asara. Sebagaimana yang tertulis dalam sertifikat yang sekarang ada pada dirinya. Ketika ditanya tentang pajak tanah (SP2T), dirinya mengatakan bahwa tidak memilikinya.
Namun pengakuan mengejutkan muncul dari anak bapak La Rahimu, La Taufik (29). Saat ditanya tentang tanah yang sekarang melibatkan orang tuanya itu malah memberikan keterangan yang berbeda dengan keluarganya. Dia mengatakan bahwa tanah yang sekarang diributkan bukan tanah warisan dari neneknya (Wa Asara).
Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya
Saat mengetahui tanahnya sudah diklaim, Ibu Wa Dangia shock bahkan sampai menangis terisak-isak. Sembari menangis, ibu Wa Dangia mengeluarkan sertifikat tanah dan SP2T yang ada padanya. Tampak dari sertifikat tersebut bertuliskan Badan Pertananahan dan berlogokan Garuda Asli.
Setelah mengetahui bapak La Rahimu memiliki sertifikat tanah, pihak ibu Wa Dangia berencana akan mengadukan kejadian ini kepolsek Mawasangka. (Muh. Hafiz)
