0%
logo header
Jumat, 21 Oktober 2022 08:19

Tertidur di Stadion Kanjuruhan, Bangun-Bangun ‘Dah’ Tak Karuan

Asril Astian
Editor : Asril Astian
Tertidur di Stadion Kanjuruhan, Bangun-Bangun ‘Dah’ Tak Karuan

Oleh: Fawwas Roihan Fuad (Mahasiswa Fakultas Sastra UMI, Tinggal di Malang)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Fawwas Roihan Fuad yang berasal dari Malang, saat ini mengikuti kuliah di Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Salah satu tugas mata kuliah “Penulisan Berita Features” dilaksanakan secara daring, dia memperoleh tugas dari dosennya menulis satu kisah yang sedang hangat di kotanya, Tragedi Kanjuruhan. Dia mengontak salah seorang teman semasa SMP Muhammadiyah II Malang guna memperoleh informasi kalau-kalau dia memiliki teman yang ikut menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya yang “mematikan” itu. Catatannya setelah diedit oleh dosennya, dimuat empat seri, mulai hari ini. (Redaksi).

Jumat (14/10/2022) secara iseng-iseng penulis mengontak salah seorang teman saat di SMP Muhammadiyah II Malang dulu. Pada Reskiferi Anggara, teman itu, penulis bertanya, siapa tahu ada temannya yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan atau setidak-tidaknya menonton pertandingan yang “mematikan” itu. Rupanya, Feri, panggilan akrabnya, yang bekerja pada salah satu perusahaan, tempat dua orang temannya juga bekerja dan kebetulan menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya 1 Oktober 2022 malam di Stadion Kanjuruhan.

Baca Juga : Tertidur di Stadion Kanjuruhan (4-Habis) Gas Air Mata pun Kejar ke Parkir Motor

Penulis pun bersepakat bertemu dengan pria muda tinggi ramping dengan rambut agak gondrong rapi ini. Feri yang senang main gitar dan boleh disebut ‘pemusik jalanan” memutuskan bertemu Ahad (16/10/2022). Tempatnya di Warkop Brewok Jl. Kedawung, 7 kilometer dari kediaman penulis dengan jarak tempuh mengendarai sepeda motor sekitar 30 menit. Feri sendiri yang memilih tempat nongkrong yang didirikan 10 September 2016 tersebut.

Mengenakan kaos putih tubuhnya bagian luar terbungkus jaket warna abu-abu, Rizki muncul di warkop Brewok siang itu. Badannya sedikit kekar, tinggi sekitar 160-an cm, sulung dua bersaudara ini berkulit sawo matang. Lonceng saat itu menunjuk pukul 12.30 WIB.

Ari, berpostur tinggi agak kurus. Siang itu dia mengenakan jaket hitam, membungkus kulitnya yang sawo matang agak cerah. Sama dengan Rizki, Ari pun anak sulung dari dua bersaudara.

Baca Juga : Tertidur di Stadion Kanjuruhan (3) Kok Polisi dari Malang Dilarang?

Penulis tiba di Warkop Brewok sekitar pukul 12.30 WIB. Pengunjung warkop masih sepi ketika rombongan berempat ini tiba. Namun pelan-pelan, pengunjung kian mengalir, hingga hampir penuh. Para pengunjung sama sekali tidak terganggu dengan suasana percakapan kami yang tergolong serius. Mereka juga memiliki kesibukan sendiri-sendiri.

Sambil menyeruput kopi panas, dua orang sahabat ini, Riski dan Ari mulai mengisahkan suasana tragedi maut yang hingga 20 Oktober 2022 sudah merenggut 133 nyawa itu.

“Kami tertidur pulas di daerah belakang tribun 5. Dari awal Arema latihan sampai pertandingan menit ke-80, kami hanya menikmati dunia bawah sadar tanpa peduli dengan pertandingan. Saat terbangun, supporter sekarang seharusnya sedang meriah merayakan kemenangan atau meratapi kekalahan. Tapi yang mereka berdua lihat malah para penonton berlarian tak karuan, menyelamatkan diri dari gas air mata yang tersebar di mana-mana,” keduanya mulai menuturkan pengalamannya.

Baca Juga : Tertidur di Stadion Kanjuruhan (2) Gerbang Tak Dibuka Sebelum Tim Persebaya Pergi

Itu awal cerita dua berkawan yang sama berusia  18 tahun ini, Difa Rizki Pratama dan Ari Setyo Wibowo. Mereka ini boleh dikatakan sahabat kembar. Bukan berarti memiliki penampilan yang sama, melainkan mempunyai banyak kesamaan statusnya. Mulai dari asal daerah, alamat tinggal, umur, jumlah saudara, tempat kerja, shift kerja, hingga tugas kerja yang sama.

Rizki dan Mas Ari asli orang Malang. Mereka tinggal bertetangga di Jalan Sulfat, di dekat  SMK Tunas Bangsa. Di rumah Mas Rizki, bersama kedua otang tua dan adik laki-laki yang masih kelas 4 SD. Ayahnya bekerja sebagai penjual susu kedelai, dan Ibunya ibu rumah tangga.

Sementara Ari hanya tinggal bersama Ibu dan adik laki-lakinya. Ayahnya sudah pergi meninggalkan keluarga. Jadi Ibu yang menggantikan tugas ayah sebagai pencari nafkah. Beliau bekerja di rumah membuka pesanan macam-macam kue buatan sendiri.

Baca Juga : BidDokkes Polda Jatim Pastikan Korban Tragedi Kanjuruhan Sembuh

Lantaran sekarang duo sahabat sudah berumur 18 tahun, jadi mereka lulus SMK tahun 2022.  Rizki lulusan SMK Pekerjaan Umum Malang yang ada di Jalan Terusan Sulfat, di depan Warung Ayam Roker. Sedangkan Ari tamatan  SMK Negeri 6 Malang di Jalan Raya Ki Ageng Gribig. Setelah lulus, mereka langsung mencari pekerjaan. Tidak melanjutkan kuliah karena jalan yang terbaik bagi mereka adalah bekerja. Percuma jika membayar kuliah mahal, tapi tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan baik.

“Dua kembaran” itu sekarang bekerja di pabrik sugar waxing yang produknya bernama Borndiva. Mereka sama-sama bekerja di bagian pengemasan, dan mendapatkan shift kerja di pagi hari dari pukul 09.00 – 16.00. Perusahan ini berada di Jalan Mayjen Panjaitan, tidak jauh dari  kantor Arema.

Sayangnya kedua pria 18 tahun ini tidak sepenuhnya kembar. Mereka tetap memiliki hobi masing-masing. Mas Ari suka bermain game online yang ada di smarthphone, seperti Mobile Legend, Free Fire, PUBG, dan lainnya. Sedangkan Mas Rizki tidak terlalu suka bermain. Dia lebih tertarik bermain dan menonton sepak bola. Dari dulu Mas Rizki sudah sering menonton langsung pertandingan sepak bola di stadion. Begitu juga pertandingan sepak bola antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022 kemarin.

Baca Juga : BidDokkes Polda Jatim Pastikan Korban Tragedi Kanjuruhan Sembuh

Sebelum menuju ke Stadion Kanjuruhan, Mas Rizki dan Mas Ari membersihkan diri terlebih dahulu di kamar mandi pabrik tempat mereka bekerja. Sebenarnya, mereka ingin berangkat bersama delapan temannya yang lain. Namun karena duo ini ada jadwal kerja, kedelapan temannya berangkat lebih dulu. Mas Rizki dan Mas Ari hanya berangkat berdua.

Jarak dari Pabrik Borndiva Kota Malang ke Stadion Kanjuruhan kota Kepanjen, sekitar 25 kilometer. Pada sekitar pukul  20.00 WIB dua pria bertetangga ini sampai di Stadion Kanjuruhan. Keduanya berkumpul kembali dengan kedelapan temannya. Tapi saat masuk ke dalam stadion, mereka semua berpencar lagi. Riski dan Ari  memilih duduk di tribun 5, sedangkan yang lain menyebar entah ke tribun yang mana.

Saat itu pemain Arema FC sedang melakukan pemanasan sebelum kick-off pada pukul 20.30. Namun Rizki dan Ari langsung memasang posisi tidur terlentang di lantai tribun bagian belakang. Mereka berdua ternyata dalam keadaan mabuk akibat minum-minum sebelum masuk ke dalam stadion tadi. Rupanya mereka seperti langsung mengganti seharusnya untuk menonton pertandingan dengan waktu tidur.

Baca Juga : BidDokkes Polda Jatim Pastikan Korban Tragedi Kanjuruhan Sembuh

Memang dari awal mereka berdua tidak peduli bagaimana laju dan arus pertandingan Arema melawan Persebaya, serta siapa yang bakal menang. Yang penting mereka sudah tiba di dalam stadion dan sudah menggunakan tiket mereka yang berharga Rp.60.000. Anehnya, kapasitas orang yang ada di dalam stadion sudah melebihi daya tampung  maksimal. Tapi  keduanya ini masih bisa tidur dengan santai.

Sebelum menuju alam bawah sadar, mereka sempat mendengar teriakan-teriakan para supporter Arema yang sering terdengar rasis. Tapi itu sudah menjadi hal yang wajar dalam dunia supporter sepak bola. Perlahan-lahan suara teriakan macam-macam jargon menjadi lantunan pengiring tidur bagi mereka.

Beberapa puluh menit tertidur tanpa merasakan apapun, Rizki terbangun tanpa alasan. Ternyata pertandingan sudah masuk menit ke-80. Dan berakhir dengan Persebaya menduduki skor tertinggi, yaitu 3 – 2. Mulailah terdengar suara  kecewa serta  sedih dari para supporter Arema. Mereka semua tak menyangka kalau Arema kalah.

Baca Juga : BidDokkes Polda Jatim Pastikan Korban Tragedi Kanjuruhan Sembuh

Setelah seluruh pemain Persebaya meninggalkan lapangan, barulah kedua pria itu turun dari tribun. Mereka berlari menuju pemain Arema yang ada di tengah lapangan. Bergabungnya mereka ke tengah lapangan, jumlah peonton bertambah menjadi puluhan orang yang mengikuti. Dari sinilah menurut banyak media sosial menyebutkan pihak Polri  beranggapan kalau pelaku utama dari tragedi Kanjuruhan adalah para supporter Arema yang terjun ke lapangan. Tapi menurut Riski dan Ari,  tuduhan itu keliru. Para supporter Arema yang turun ke lapangan bukan bertujuan membuat onar dan menyerang pemain Persebaya, melainkan semua ingin menyemangati seluruh pemain Arema. Namun bukan itu penyebab utamanya. Tragedi dimulai dari pihak polisi yang menghadang para supporter dengan cara yang salah, yaitu kekerasan.

Pasukan Polri yang menghadang, tiba-tiba memukul para supporter yang mendekat dengan tongkat. Dari pukulan itu, muncullah emosi amarah di dalam hati para supporter di sekitar. Mereka ikut membalas pukulan polisi dengan pukulan juga. Tak lama kemudian, salah seorang polisi menembakkan gas air mata tepat ke kumpulan para supporter. Terjadilah tragedi Stadion Kanjuruhan yang dimulai pada sekitar pukul 23.00 WIB.

Dengan cepat gas air mata menyebar. Semua supporter langsung berlarian kabur meninggalkan area gas air mata. Namun tidak hanya satu gas air mata. Beberapa polisi menembakkan gas air mata lagi ke tribun 7, tribun 12, lanjut ke tribun lainnya. Otomatis seluruh penonton panik dan kesakitan. Mereka semua bergegas menyelamatkan diri dalam keadaan mata yang hampir tak bisa dibuka. (Bersambung)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646