REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali memberikan sanksi dengan senilai Rp28 miliar kepada tiga perusahaan yang melanggar pada kasus persekongkolan tender revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Jakarta Propertindo (Perseroda), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk , dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk.
Ketiga perusahaan tersebut terbukti bersalah dalam Perkara Nomor 17/KPPU-L/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Proyek Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) Tahap III. Adapun total denda Rp28 miliar yang dibayarkan berasal dari Rp16,8 miliar kepada PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, serta sebesar Rp11,2 miliar kepada PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk.
Pelanggaran yang dijatuhkan dalam kasus tersebut berdasarkan pembacaan putusan Majelis Komisi yang dibacakan pada Selasa, 18 Juli 2023, di Kantor Pusat KPPU Jakarta. Bertindak sebagai Ketua Majelis Komisi untuk perkara yakni Chandra Setiawan, didampingi oleh Anggota Majelis Komisi, M. Afif Hasbullah, dan Harry Agustanto.
Baca Juga : Pastikan Tepat Sasaran, Tamsil Linrung Inisiasi Posko Pengaduan Program Strategis Presiden di Sulsel
“Perkara yang berasal dari laporan publik ini berkaitan dengan dugaan persengkongkolan tender pada revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Tahap III (pekerjaan interior),” terang Ketua Majelis Komisi Chandra Setiawan, dalam keterangannya, kemarin.
Perkara ini melibatkan tiga terlapor, yakni pelaksana tender PT Jakarta Propertindo (Perseroda sebagai terlapor pertama, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebagai terlapor kedua, dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk sebagai terlapor ketiga. Kemudian terlapor kedua dan terlapor ketiga mengikuti tender sebagai suatu kerja sama operasional atau konsorsium (KSO) PP-JAKON. Perkara ini pun berkembang hingga proses pemeriksaan oleh Sidang Majelis Komisi dilakukan.
“Dalam proses persidangan, terungkap berbagai unsur bersekongkol yang dilaksanakan oleh para terlapor,” terangnya.
Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel
Ia menyebutkan, unsur persengkongkolan yang ditemukan antara lain. Pertama, tindakan terlapor pertama yang melakukan pembatalan tender tanpa didasari oleh justifikasi yang sah, dan dapat dipertanggungjawabkan, membuktikan pembatalan tender tersebut sengaja dilakukan terlapor pertama sebagai bentuk tindakan memfasilitasi terlapor kedua, dan terlapor ketiga (KSO) menjadi pemenang tender a quo.
Kedua, tindakan terlapor pertama memberikan kesempatan eksklusif kepada terlapor kedua dan terlapor ketiga (KSO) dalam evaluasi teknis dengan adanya permintaan pemaparan Direktur SDM dan Umum terhadap hasil evaluasi teknis kepada Konsultan Manajemen Konstruksi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan fakta adanya pembatalan tender dan perubahan tata cara penilaian pada tender ulang, membuktikan adanya bentuk eksklusivitas terlapor pertama dalam memfasilitasi terlapor kedua dan terlapor ketiga (KSO) menjadi pemenang tender a quo.
“Hal tersebut dikuatkan dengan adanya perubahan tata cara penilaian, nilai evaluasi teknis yang diperoleh terlapor pertama dan terlapor ketiga (KSO) dalam tender ulang meningkat cukup signifikan hingga memperoleh prosentase nilai evaluasi teknis yang cukup tinggi,” jelasnya.
Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan
Kemudian ketiga, tindakan terlapor kedua, dan terlapor ketiga (KSO) melakukan penyesuaian dokumen baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Meskipun dalam fakta persidangan tidak ditemukan adanya bentuk komunikasi langsung antara terlapor pertama, terlapor kedua dan terlapor ketiga (KSO), namun demikian terdapat fakta rangkaian proses yang menunjukkan adanya upaya terlapor satu memfasilitasi terlapor kedua dan terlapor ketiga (KSO) melalui tindakan Direktur SDM dan Umum yang melakukan intervensi terhadap tim pengadaan pada saat proses tender masih berjalan. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembatalan tender tanpa didasari justifikasi yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya, Majelis Komisi dalam putusannya juga memberikan perintah kepada terlapor pertama. Antara lain, pertama, tidak melakukan tindakan diskriminatif dan atau segala bentuk persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender di masa yang akan datang sejak terlapor menerima pemberitahuan putusan KPPU. Kedua, meniadakan substansi dan atau klausul yang bermakna sama dengan Klausul 38.2 dan 38.3 dokumen Request for Proposal (RfP) perkara a quo, dalam setiap pengadaan yang diselenggarakan oleh terlapor sejak terlapor menerima pemberitahuan putusan KPPU.
Ketiga, untuk melaporkan dan atau menyerahkan dokumen Request for Proposal (RfP) setiap selesai dilaksanakannya proses pengadaan yang diselenggarakan oleh terlapor pertama selama dua tahun sejak terlapor menerima pemberitahuan putusan KPPU.
Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional
Lebih lanjut, Majelis Komisi juga memerintahkan seluruh terlapor untuk melaksanakan putusan selambat-lambatnya 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Serta, memerintahkan terlapor kedua dan terlapor ketiga untuk menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan jika mengajukan upaya hukum keberatan.
