0%
logo header
Rabu, 18 November 2020 12:44

Tukang Obat

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Tukang Obat

REPUBLIKNEWS.CO.ID – Saya paling suka nonton tukang obat sedang jualan, lengkap dengan pertunjukannnya. Ada manusia yang dibungkus, lalu diikat, lalu dimasukkan dalam keranda. Tetiba keranda bergerak dengan sendirinya mengikuti aba-aba si tukang obat. Entah bagaimana caranya, manusia yang diikat tadi bisa lepas dengan sendirinya. Itu salah satu atraksi pertunjukkannya. Terkadang juga sambil membawa ular atau buaya.

Orang-orang berkumpul, membentuk lingkaran, menyaksikan atraksi si tukang obat itu. Di tengah-tengah atraksi selalu ada promosi obat yang dijualnya. Dan, suara tukang obat itu pasti punya karakter tersendiri. Melengking karena toa yang digunakan, dengan intonasi yang jelas dan nada bicara hampir semua tukang obat sama. Apa yang mereka lakukan mampu menarik perhatian banyak orang. Mereka punya strategi menarik perhatian masa. Itulah hebatnya tukang obat.

Tapi, kok mengapa ada orang yang tersinggung ketika dikait-kaitkan mirip dengan tukang obat? Mamangnya tukang obat itu profesi yang hina ya? Atau pekerjaan yang berlumur dosa? Mereka kan jalankan profesi mereka untuk mempertahankan hidup, mencari sesuap nasi dengan cara yang halal. Tidak jual ayat. Tidak jual agama, apalagi politisasi agama. Tidak bikin resah warga, malah menghibur warga. Tidak suka menghujat atau menghina orang yang tidak membeli obat dagangannya. Apalagi suka mengkapling surga, tidak sama sekali. Lalu, apanya yang hina sehingga membuat tersinggung? Atau karena yang ucapkan itu adalah seorang Nikita Mirzani?

Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan

Akibat ucapan itu, Nikita diserang habis-habisan. Dicaci, dimaki, dikatakan sebagai seorang lonte. Bahkan, rumah Nikita akan dikepung 800 orang, sekalipun tidak jadi. Hanya gertak sambal, atau mungkin juga kurang nyali menghadapi seorang Nyai. Memang kelebihan kaum hawa, selalu membuat kaum adam tak berdaya.

Nikita Mirzani memang dikenal publik sebagai seorang selebritis yang penuh kontroversial. Penialian buruk sudah sering disematkan kepadanya karena aksi-aksinya di depan layar kaca atau di media sosial. Label buruk seperti sudah hal yang biasa ia terima di jagad maya. Bahkan sudah sampai pada titik dicap sebagai penghuni neraka. Apalagi ditambah sekarang, ia banyak dinilai menghina seorang yang dianggap imam besar seperti tukang obat. Penilaian dan cap buruk terhadapnya makin menjadi-jadi.

Di tengah makin ramainya penilain buruk terhadap Nikita, sisi lainnya mulai terungkap di publik. Ternyata ia adalah seorang yang dermawan. Ia menggaji guru-guru di salah satu sekolah di Makassar, ini juga diakui oleh Ust. Maulana, karena sekolah itu dekat dengan rumah da’i yang kocak itu. Bahkan, ia juga pernah membangun masjid di Bandung dan Yogyakarta. Dan, masih banyak lagi lainnya.  

Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik

Mungkin inilah yang disebutkan dalam ajaran Taoisme yang terkandung pada simbol Tao (Yin dan Yang). Di sisi putih ada titik hitam, sementara di sisi hitam ada titik putih. Tidak ada manusia yang sempurnah seutuhnya. Sebaliknya juga, tidak ada manusia yang buruk seluruhnya. Sebaik-baik manusia, pasti ada kelemahannya. Sebaliknya, seburuk-buruk manusia, pasti ada kebaikannnya. Mungkin dengan cara itu, kita bisa lebih bijak menilai seorang Nikita.

Saya teringat dengan kisah seorang wanita pezina yang menolong seekor anjing yang hampir mati kehausan. Dengan menggunakan sepatunya ia mengambil air, lalu memberikan ke seekor anjing itu. Atas perbuatannya itu ia mendapat pengampunan dari Allah Yang Maha Pengampun. Ini dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Bisa jadi kebanyakan dari kita sudah terlanjur melihat buruk seorang Nikita, lalu menghardik, menghina dan mencacinya. Kita hanya melihat sisi gelap, tanpa melihat titik putih ditengah kegelapan. Kita mungkin lupa kalau, pengampunan Tuhan itu sangat lah besar. Atau mungkin juga kebanyakan kita sudah mengambil hak prerogatif Tuhan, menentukan seseorang ditempatkan di surga atau neraka.

Baca Juga : Indosat Berbagi Kasih: Anak-anak Nikmati Kehangatan dan Sukacita Natal

Tapi, kok bisa ya seseorang yang dianggap imam besar itu tetap menyindir Nikita dengan menyatakan lonte di acara Maulid Nabi? Sebegitu tersinggungnya kah ia dikatakan mirip tukang obat oleh Nikita? Saya teringat dengan perkataan Sang Guru Bangsa, Gus Dur yang juga pernah dihina oleh HRS. Gus Dur bilang: “Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatiran”.

Menanggapi ceramah yang berisi sindiran terhadap dirinya yang dikatakan lonte itu, Nikita hanya menjawab dengan sebuah pernyataan: “Merayakan Maulid Nabi Muhammad seharusnya ceramah tentang Sirah Nabawiyyah berupa keteladanan Rasulullah. Justru ini ceramah tentang lonte. Logika macam apa ini?”.Wah, berani amat ini nyai. Amat saja tidak seberani nyai.

Yang pasti, selama saya menyaksikan tukang obat jualan di pasar atau di pinggir-pinggir jalanan, tidak ada dalam kata-katanya yang menyinggung tentang lonte. Paling banyak tentantang asam urat dan rematik. Atau juga tentang kadas, kurap dan kutu air. Bahkan, pengobatan ejakulasi dini dan meningkatkan kejantanan. Karena tukang obat tahu apa yang pantas disampaikan ketika sedang jualan obat.

Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya

Kira-kira, dari perseteruan ini kalian bela siapa? Bela HRS dan Ustd. Maheer serta simpatisannya atau bela Nikita? Dari pada terjebak untuk bela diantara dua pilihan itu, mending kita membela tukang obat. Karena, jika kita memahami lebih dalam lagi, ternyata yang terhina dari perseteruan ini adalah tukang obat itu sendiri. Mengutip apa yang dikatakan Sudjiwo Tedjo: “Bila aku merasa terhina karena disamakan dengan tukang pijat jalanan (TPJ) berarti aku menghina TPJ. Pun bila aku dengan maksud menyamakan seseorang dengan TPJ, aku pun menghina TPJ.” (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646