0%
logo header
Jumat, 08 April 2022 21:03

Tuntutan Hak Ulayat di Area PT. Freeport Terabaikan, DPRD Papua Didesak Bentuk Pansus

Foto bersama FPHS dengan Komisi I DPRP Papua Usai Rapat Dengar Pendapat, Jumat (8/4/2022) (Ist)
Foto bersama FPHS dengan Komisi I DPRP Papua Usai Rapat Dengar Pendapat, Jumat (8/4/2022) (Ist)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAYAPURA – Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Wilayah Operasi PT. Freeport Indonesia yang berada di tiga kampung yakni Kampung Tsinga, Waa/Banti dan Aroanop mendesak DPR Provinsi Papua membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat adat yang terabaikan selama puluhan tahun sejak perusahaan tambang itu beroperasi di Kabupaten Mimika.

“Kami meminta agar DPR Papua membentuk Pansus untuk membantu menyelesaikan hak-hak kami yang selama puluhan tahun terabaikan. Itu dari hati nurani tuntutan masyarakat 3 kampung sebagai pemilik hak sulung atas wilayah tambang Freeport,” kata Ketua FPHS, Yafet Beanal usai tatap muka dengan Komisi I DPR Papua di Kota Jayapura, Kamis (07/04/2022).

Menurut Yafet Beanal, selama 54 tahun warga tiga kampung yang bermukim di areal pertambangan kelas dunia ini tidak tersentuh oleh dalam banyak aspek oleh PT. Freeport Indonesia selama beroperasi sejak tahun 1967 di Tembagapura Papua.

Baca Juga : Kepala Suku Mek Minta KPK Juga Periksa Pejabat Daerah di Yahukimo

PT. Freeport Indonesia dinilai telah mengabaikan hak-hak masyarakat 3 kampung yakni Kampung Tsinga, Waa/Banti dan Aroanop. Bahkan belum pernah memberikan kompensasi atau ganti rugi tanah yang digunakan sebagai areal pertambangan kepada masyarakat pemilik hak ulayat.

“Keadaan di atas telah mengakibatkan masyarakat kehilangan tanah/hak ulayat sebagai tempat mencari nafkah dan sumber penghidupan dari generasi ke generasi,” ujarnya.

Yafet mengaku pihaknya telah menyerahkan aspirasi kepada Komisi I DPR Papua dalam rapat kerja ini, sehingga diharapkan masyarakat pemilik hak ulayat area tambang PT Freeport terutama 3 kampung itu, mendapatkan keadilan.

Baca Juga : Akademisi Sarankan Mendagri Sikapi Kendala Pelayanan Publik di Pemprov Papua

“Upaya yang dilakukan FPHS ini, sebenarnya percontohan kepada daerah lain yang ada perusahaan tambang, namun terabaikan hak-haknya selama ini. Untuk itu, kita minta direview kembali amdal di area PT Freeport Indonesia dan pengukuran tanah kembali. Kami juga meminta kompensasi atas 54 tahun beroperasinya PT Freeport di wilayah adat kami,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Sekretaris FPHS Yohan Songgonau menambahkan jika FPHS telah memperjuangkan hak-hak dasar warga pemilik hak ulayat di area PT Freeport itu sesuai aturan.

“Kita memperjuangkan atas hak- hak masyarakat kami yang ada di tiga kampung di area tambang Freeport yang selama ini terabaikan. Untuk itu, kami menempuh langkah-langkah terbaik termasuk melakukan pertemuan dengan Komisi I DPR Papua untuk memperjuangkan hak masyarakat adat tiga kampung itu,” ujarnya.

Baca Juga : Soal Pasca Lukas Enembe Sakit, Perempuan Adat Yowenayosu Papua Angkat Bicara

Menanggapi permintaan FPHS, Ketua Komisi I DPRP Papua, Fernando Jansen A Tinal berjanji akan menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan membentuk Pansus untuk menyelesaikan sengketa tuntutan tanah adat.

“Kami menerima aspirasi itu dan akan mendorong ini agar menjadi agenda DPRP Papua tahun ini sehingga kami akan sampaikan kepada pimpinan DPR Papua termasuk dalam rapat Bamus DPR Papua. Sebab, agenda ini sangat penting sekali sehingga dapat disetujui menjadi suatu pansus, terserah judulnya apa nanti,” kata Jansen Tinal.

Dengan pembentukan Pansus itu, lanjutnya, diharapkan menjadi satu wadah dengan melibatkan berbagai pihak terkait, sehingga dapat fokus menyelesaikan persoalan dengan tuntas. Pertemuan ini merupakan tindaklanjut permohonan audiensi FPHS.

Baca Juga : Jaga Kinerja Pemprov, Cendikiawan Muda Papua Minta Mendagri Nonaktifkan Gubernur Papua

“Sebenarnya ini adalah perjalanan panjang yang dilakukan FHPS dan Komisi I DPR Papua menerima dalam rapat kerja dan melakukan diskusi. Kami mendapatkan persentase dan pencerahan mengenai perjalanan FPHS selama ini,” ucapnya.

Bahkan, dalam rapat kerja ini, dihadiri dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam rapat komisi untuk dilaporkan ke pimpinan DPR Papua.

Dia mengakui tuntutan hak kesulungan atas hak ulayat di tiga kampung yang ada di area tambang PT Freeport Indonesia yakni Kampung Tsinga, Waa/Banti dan Aroanop, tidak terpenuhi alias terabaikan, padahal mereka penerima dampak permanen akibat penambangan Freeport itu.

Baca Juga : Jaga Kinerja Pemprov, Cendikiawan Muda Papua Minta Mendagri Nonaktifkan Gubernur Papua

“Hal ini yang tidak diperhatikan Freeport dan pemerintah, seperti ada pembiaran sejak perusahaan tambang itu beroperasi. FPHS telah memperjuangkan hak kesulungan atas area tambang PT Freeport secara benar dan bijak terhadap hak ulayat tiga kampung itu, meski sangat panjang dan melelahkan, tetapi kini telah mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak,” aku Jansen Tinal.

Penulis : Hendrik
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646