REPUBLIKNEWS.CO.ID, LUWU TIMUR- Sebanyak 8 komoditi perkebunan menjadi urusan subsektor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Luwu Timur,
Ke 8 komoditi tersebut ialah Kakao, Lada, Kelapa Sawit, Cengkeh, Kelapa Dalam, Kopi, Pala, dan Sagu.
Kepala Bidang Perkebunan DPKP Luwu Timur, Muchtar menjelaskan, untuk sagu, merupakan makanan pokok tapi dia masuk di perkebunan.
Baca Juga : PT Vale dan Unhas Gagas Sekolah Vokasi Tambang, Bakal Jadi Pusat Vokasi Hilirisasi di Indonesia Timur
“Jadi, di perkebunan itu ada istilah tanaman tahunan dan penyegar diantaranya kopi dan pala, ada juga semusim dan rempah misalnya nilam dan lada,” ucapnya.
Lanjut Muchtar, untuk 8 komoditi ini di Luwu Timur, sejak awal penyusunan visi misi Luwu Timur, ada 3 komoditi yang masuk komoditi strategis.
“Yang pertama Kakao, kedua Lada, ketiga Kelapa Sawit. Dan memang secara faktual dilapangan, ketiga komoditi inilah yang sebelum Luwu Timur terbentuk sudah diusahakan dalam jumlah yang luas sekali,” bebernya.
Baca Juga : Gubernur Sulsel Lepas Puluhan Ribu Peserta Fun Run Luwu Timur 2025 dan Anti Mager Sulsel
Ia pun merincikan, kelapa sawit merupakan tanaman industri besar, jadi kita tau sekarang di Luwu Timur sudah ada 4 pabrik kelapa sawit dan sudah sangat ideal untuk mengcover produksi sawit yang ada di Luwu Timur.
Dari sisi potensi, kata Muchtar, kelapa sawit untuk plasma masyarakat kita ada di 8.600-an hektar yang masyarakat punya. Baik yang dulunya di bina langsung oleh PTVN maupun secara swadaya mandiri membuka kebun sendiri diluar dari lahan perusahaan, antara lain seperti HGU PTVN, HGU Latunrung dan HGU Sindoka.
“Sampai dengan laporan per Juli 2022, kami mencatat produktivitas kelapa sawit 14,53 ton perhektar pertahun. Sebetulnya, ini dibawah dari produktivitas standar. Kalau secara standar berdasarkan kemampuan atau potensi sawit itu sendiri bisa diangka 25-30 ton per hektar per tahun. Di Wilayah Luwu Timur ini, ada yang dibuktikan oleh pihak perusahaan PTVN. Berdasarkan informasi dari manager PTVN di Burau, kalau kebunnya di Tarengge sudah diangka 28 ton per hektar per tahun, sedangkan masyarakat kita baru 14 ton per hektar per tahun,” ungkapnya.
Baca Juga : Keluarkan Rekomendasi, Telapak Tegaskan Tak Ada Pelanggaran HAM di Kawasan Konsesi Blok Tanamalia PT VI
Menurutnya, adapun faktor pengaruh produktivitas rendah berdasarkan catatan kami, disamping adanya peremajaan kelapa sawit yang masih berlangsung, juga dipengaruhi oleh praktik budidaya petani kita yang sebetulnya tidak optimal yang diawali dengan pemilihan bibit yang ditanam, dan faktor pemupukan.
“Jadi untuk kelapa sawit itu, 2 faktor tersebut sangat berpengaruh. Dari awal pemilihan bibit dan pemberian sarana pemupukan, sehingga sekarang tercatat baru 14 ton,” tandas Muchtar.