Penulis : Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Madya Surabaya
REPUBLIKNEWS.CO.ID, — UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang merupakan usaha kecil rakyat mempunyai peran besar dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pergerakan roda perekonomian. Melihat peran besar inilah, pemerintah terus berusaha memberikan dukungan terhadap pelaku UMKM dengan tujuan agar terus tumbuh dan berkembang dalam meningkatkan kualitas dan daya saing dimata masyarakat Indonesia.
Bentuk dukungan nyata yang diberikan oleh Pemerintah dalam menjaga peran dan keberadaan UMKM berupa pemberian bantuan dan fasilitas tidak hanya dari sisi permodalan tetapi juga bidang regulasi. Dalam bidang permodalan, Pemerintah menggandeng beberapa perusahaan yang bergerak di sektor keuangan agar pelaku UMKM diberikan kemudahan dalam mengakses fasilitas keuangan. Selanjutnya, dari sisi regulasi, Pemerintah bekerjasama dengan parlemen merumuskan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap keberlangsungan dan perkembangan UMKM di Indonesia.
Baca Juga : PPh Final UMKM 0.5% sesuai PP 55 Tahun 2022
Salah satu bentuk dukungan di bidang peraturan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia terhadap UMKM yakni lahirnya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam ketentuan tersebut, Pemerintah memberikan insentif bebas pajak kepada Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM yang memiliki peredaran usaha sampai dengan 500 juta per tahun. Dalam hal, pelaku UMKM Orang Pribadi memperoleh peredaran usaha dengan nilai di atas 500 juta pertahun maka atas selisih omset tersebut baru dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0,5%. Tarif ini juga berlaku bagi Wajib Pajak Badan UMKM yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4.8 miliar setahun.
Selain itu, regulasi di atas juga memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi pelaku UMKM dalam menjalankan hak dan kewajiban di bidang perpajakan. Hal ini terlihat dari proses mendaftar untuk mendapatkan NPWP, menghitung pajak yang terutang, membayar pajak dengan tarif rendah dan melaporkan perpajakan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan.
Seiring dengan perkembangan kegiatan usaha dan kemajuan teknologi informasi, Pemerintah terus berbenah diri melalui penyesuaian beberapa kebijakan perpajakan khususnya yang memiliki dampak langsung terhadap pelaku UMKM. Beberapa perubahan kebijakan yang dibuat dan disesuaikan oleh Pemerintah yaitu:
- PP Nomor 46 Tahun 2013
Baca Juga : Aspek Perpajakan atas Penyerahan Barang Kena Pajak ke Kawasan Berikat
Tarif PPh Final yang diatur di PP 46 tahun 2013 yakni sebesar 1 persen dari omzet. Tarif ini berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang memiliki omzet kurang dari 4,8 miliar per tahun
- PP Nomor 23 Tahun 2018
Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dengan adanya peraturan ini tarif UMKM menjadi 0,5% dari peredaran bruto.
- PP Nomor 55 Tahun 2022
Dalam peraturan ini, pemberlakuan PPh Final 0,5% tidak hanya dinikmati oleh Wajib pajak orang pribadi dan badan berbentuk koperasi, CV, firma, dan PT saja namun juga bisa digunakan oleh Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes), selama peredaran bruto dalam satu tahun pajak maksimal Rp 4,8 miliar.
Baca Juga : Golden Visa dan Pajak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2022, Pasal 60 menyebutkan bahwa:
- Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 (1) setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang dikenakan final.
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan.
- Bagian peredaran bruto dari usaha tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
- Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022
- Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
- PPh Final UMKM sebesar 0,5% dapat dinikmati oleh WP orang pribadi dan WP badan berbentuk koperasi, CV, firma, dan PT selama peredaran bruto dalam satu tahun pajak maksimal Rp 4,8 miliar.
- PP No. 55 Tahun 2022 ini juga mengatur tentang pemberian insentif berbentuk pembebasan PPh bagi Wajib Pajak yang omzet usahanya tidak lebih dari 500 juta Rupiah dalam satu tahun pajak.
- Tarif PPh Final UMKM 0,5% berlaku jika peredaran bruto atau omzet usaha dalam satu tahun tidak lebih dari 500 juta Rupiah dan maksimal 4,8 miliar Rupiah.
- Simulasi Penghitungan Pajak UMKM
- UMKM WP Orang Pribadi
- Contoh Penghitungan Pajak UMKM
- Rp 500 juta yang dihasilkan pada 5 bulan pertama tidak kena pajak.
- Lalu, penghasilan kena pajak akan dihitung mulai bulan ke-6 hingga ke-12, yaitu Rp 100 juta x 7 bulan = Rp 700 juta.
- Besar pajak yang harus dibayar: Rp 700 juta x 0,5% = Rp3.500.000,-
- UMKM WP Badan
Peredaran bruto yang diperoleh CV AB:
a. | Tahun 2022: Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); | |
b. | Tahun 2023: Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); | |
c. | Tahun 2024: Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah); | |
d. | Tahun 2025: Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). |
Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak
CV AB dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak, yaitu sejak Tahun Pajak 2022 sampai dengan Tahun Pajak 2025. Untuk Tahun Pajak 2026 dan Tahun-Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Karena batas waktu penggunaan PPh Final 0,5% bagi CV hanya berlaku untuk 4 tahun saja, maka empat tahun kemudian, CV AB harus menggunakan tarif PPh Badan normal pada 2026.
Pengecualian penghasilan dari Pengenaan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final 0,5% ,yaitu:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak
Bagi UMKM yang tidak memenuhi kriteria di atas, tidak perlu kawatir karena Pemerintah juga memberikan tarif perpajakan yang relatif bersahabat dibandingkan dengan Wajib Pajak bukan pelaku UMKM. Bagi UMKM WP OP yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4.8 miliar/tahun dan sudah tidak memenuhi kriteria pembayaran pajak dengan tarif 0,5%, pelaku UMKM dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung Pajak yang terutang. Sementara, bagi UMKM WP Badan yang sudah tidak memenuhi kriteria pembayaran pajak dengan tarif 0,5%, maka UMKM tersebut dapat menggunakan fasilitas penghitungan pajak berdasarkan Pasal 31E Undang-Undang HPP.
kesimpulan ….
Dengan adanya Undang Undang HPP , pelaku UMKM mendapatkan keringanan dalam membayar pajak, karena harus membayar PPh Final 0,5% jika omzetnya melebihi 500 juta, dalam setahun hingga 4,8 miliar per tahun.
Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak
Pajak UMKM yang berlaku tahun 2022 ini adalah tidak dikenakan pajak untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp. 500 juta. Ketentuan pajak ini berlaku per tanggal 1 Januari 2022. (*)