0%
logo header
Jumat, 14 April 2023 12:51

Menkumham Buka Simposium Nasional Pemidanaan Indonesia, Liberti Sitinjak Ikuti Via Daring

Chaerani
Editor : Chaerani
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat, memberikan sambutan pada pembukaan Simposium Nasional, di Graha Pengayoman Jakarta, kemarin. (Dok. Humas Kanwil Kemenkumham Sulsel)
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat, memberikan sambutan pada pembukaan Simposium Nasional, di Graha Pengayoman Jakarta, kemarin. (Dok. Humas Kanwil Kemenkumham Sulsel)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Liberti Sitinjak mengikuti Simposium Nasional bertema “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia” yang berlangsung di Graha Pengayoman, Jakarta. Kegiatan yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ini diikuti sejumlah pimpinan wilayah, salah satunya Kanwil Kemenkumham Sulsel Liberti Sintinjak yang ikut via daring di ruang pertemuannya.

Simposium ini menghadirkan para praktisi dan ahli hukum pidana sebagai narasumber yaitu Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dan Guru Besar Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo. Narasumber masing-masing membahas pemidanaan di negara Indonesia serta upaya penyelesaian masalah di dalamnya melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh pemerintah.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan, hukuman penjara bukanlah satu-satunya upaya dalam penyelesaian pelanggaran hukum, karena berujung pada jumlah tahanan yang melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan. Hal tersebut mengakibatkan penjara mengalami masalah laten yaitu overcrowded jumlah tahanan, sehingga melebihi daya tampung suatu penjara.

Baca Juga : Direktur Pidana Ditjen AHU Diseminasi Layanan eGrasi di Sulsel

Untuk itu, Yasonna menyampaikan pentingnya perubahan paradigma dalam sistem pemidanaan di Indonesia.

“Kita harus menempatkan pemidanaan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat, bukan sebagai alat untuk membalas dendam atau menghilangkan orang yang dianggap menyebabkan kejahatan,” katanya di sela-sela kegiatan, kemarin.

Yasonna menjelaskan, hukuman penjara seberat apa pun terbukti tidak pernah berhasil untuk memadamkan kejahatan. Terdapat berbagai faktor yang turut mendorong terjadinya kejahatan, jadi tidak melimpahkan ke individu semata.

Baca Juga : 35 Peserta Ikuti SKD PPPK Kemenkumham TA 2024 Tahap II di Makassar

“Ada faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor-faktor lainnya,” jelas Yasonna.

Melalui KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru, pemerintah mengenalkan pendekatan berupa pemenjaraan bukanlah upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir.

Oleh karena itu, Yasonna berharap agar pendekatan dalam KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru dapat disosialisasikan, tidak hanya kepada kampus, tetapi juga mulai menyentuh para aparat penegak hukum termasuk para pengacara.

Baca Juga : Yasonna Resmikan 33 Desa dan Kelurahan Sadar Hukum di Sulsel

Sementara, salah satu narasumber Profesor Harkristuti Harkrisnowo mengemukakan, perubahan sistem pemidanaan di Indonesia harus melibatkan semua pihak, tidak hanya pemerintah atau aparat penegak hukum saja.

“Namum harus dimulai dari masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana,” katanya.

Ditempat yang sama Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga mengungkapkan, sistem pemidanaan di Indonesia perlu diperbaharui agar lebih adil dan manusiawi.

Baca Juga : Menkumham RI Yasonna H Laoly Raih Gelar Adat Mangngassai Daeng Kulle

“Kami berharap agar setiap orang yang melakukan tindak pidana akan mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak ada lagi ketidakadilan dalam sistem pemidanaan yang baru ini,” kata Reynhard.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646