0%
logo header
Selasa, 16 Agustus 2022 22:48

Problem Beragama di Tanah Banjar, LK3 Banjarmasin dan FKUB Kalsel Gelar Refleksi 17-an Dalam Moderasi Beragama

Redaksi
Editor : Redaksi
Prof. Amin Abdullah menerima bingkisan buku 'Orang Tekad Orang Nekad' karya Bhante di Aula Vihara Dhammasoka, Kota Banjarmasin, Selasa (16/08/2022). (Foto: Rahim Arza/Republiknews.co.id)
Prof. Amin Abdullah menerima bingkisan buku 'Orang Tekad Orang Nekad' karya Bhante di Aula Vihara Dhammasoka, Kota Banjarmasin, Selasa (16/08/2022). (Foto: Rahim Arza/Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANJARMASIN — Lembaga Kajian Islam dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Selatan dan Vihara Dhammasoka Banjarmasin menggelar diskusi bertajuk ‘Moderasi dan Kemerdekaan Beragama di Indonesia’ di Aula Vihara Dhammasoka, Jalan Piere Tendean, Kota Banjarmasin, Selasa (16/08/2022).

Kegiatan ini merupakan refleksi kemerdekaan Indonesia ke-77 tahun yang menghadirkan narasumber yakni Prof Dr. M. Amin Abdullah (Anggota Dewan Pengarah BPIP).

“Kebebasan berkeyakinan itu penting, karena itu fundamental. Kecerdasaan kebangsaan dan keumatan, jauh sebelum pada tahun 1945. Kebebasan beragama itu, pokok-pokok masalah dalam rumusannya terkonsep luar biasa oleh pendahulu kita,” ucap Prof Amin, pada Selasa (16/8/2022) pagi.

Baca Juga : Peringati HUT ke-18, Komisi Yudisial Wilayah Kalsel Hadirkan 4 Tokoh

Ketika sumpah pemuda, Amin menjelaskan tidak ada yang menyebut satu agama. Tetapi dalam bunyinya, kata dia, yaitu satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.

“Tokoh-tokoh cendekiawan dulu, bahkan agamawan islam pun. Tidak ada menyebut satu agama dalam berkebangsaan. Itu orang dahulu,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi itu perlu direfleksikan oleh generasi sekarang untuk memahami sejarah terdahulu. Karena, kata dia, banyak nilai yang kini ditinggalkan oleh generasi sekarang. “Konsep dan nilai terdahulu, perlu dipelajari itu,” ujarnya.

Baca Juga : PDIP Kalsel Gelar Upacara, Berry Nahdian Beri Pesan Ini di Hari Lahir Pancasila

Sehingga, menurut Amin, moderasi itu adalah ide kebangsaan dan kenegaraan dengan pandangannya terhadap nilai-nilai keindonesiaan tersebut, yaitu Pancasila. Kedua, dia menyebut bahwa moderasi beragama itu anti kekerasaan, baik verbal maupun non-verbal.

“Titik temu, titik tuju dan titik tempu. Ada lima hal yang penting untuk kita, yaitu beragama, keumatan, keindonesiaan, kebangsaan dan kenegaraan. Itu bagian dari republik kita, yang tak terpisahkan,” tutur Amin.

Direktur LK3 Banjarmasin, Abdani Solihin menyampaikan bahwa bukan hal baru dalam menanamkan nilai moderasi antar umat beragama ini, sejak dahulu pada 1928. Terkadang, kata dia, secara literasi mengalami penurunan dari pendahulu kita.

Baca Juga : Siti Setiyani, Cerita Seorang Kader TBC Komunitas

“Terlebih nilai kebangasaan itu, kita banyak meninggalkan nilai luhur terdahulu. Jadi pemahaman dalam beragama itu penting,” ucap Abdani.

Secara kasus, Abdani melihat kerukunan masyarakat Banjar dalam beragama mengalami stagnan saja. Kendatipun dalam artian, kata dia, tidak ada masalah besar dalam tatanan sosialnya, karena dianggap masih rukun dalam berkelompok. “Hanya saja, bagian tatanan kecilnya. Ada saja hasutan individu ke individu, ini yang ditakutkan bisa memicu perpecahan,” ungkap Abdani.

Jadi, menurut Abdani, belum selesai juga masih dalam upaya pendekatan ke masyarakatnya. Terkait kota inklusi, kata dia, tidak cukup maka perlu regulasi dari pemerintah langsung terkait kerukunan beragama di tanah Banjar ini.

Baca Juga : Porseni NU 2023, Kontingen Kalsel Masuk Peringkat 13 Besar

“Beruntungnya di masyarakat Banjar ini saling menahan diri, tidak cepat pecah jika ada yang menghasut. Masalah berhenti cuma dilingkup RT,” katanya.

Pemuka Buddha, Banthe Shaddaviro Mahatera memandang nilai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terlebih para pejuang kita di masa lampau. Menurutnya, perlu generasi sekarang merefleksikannya agar tidak meninggalkan nilai luhur terdahulu.

“Nilai kesatuan dahulu itu luar biasa, sehingga bersatunya negara kita. Kalopun ada perpecahan sedikit di masyarakat, maka itu hal wajar dalam berkehidupan,” ucap Bhante.

Baca Juga : Porseni NU 2023, Kontingen Kalsel Masuk Peringkat 13 Besar

Dimana, kata Bhante, kondisi masyarakat dengan beragam perilakunya itu pasti memunculkan konflik kecil. Namun, kata dia, bisa diredam dengan mayoritas yang tidak suka dengan perpecahan. “Itu cuma hanya segelintir orang yang ingin memecah belah persatuan,” ujarnya.

Apalagi, menurut Bhante, dengan banyaknya kegiatan seperti ini dapat menutupi aspek perpecahan itu di masyarakat. Sehingga, kata dia, terciptalah keharmonisan itu di masyarakat Indonesia, khususnya warga Banjar.

“Bagaimana hidup bersama. Bagaimana menyadari keberadaan kita itu yang diciptakan dan dilahirkan itu,” tandasnya.

Penulis : Rahim Arza
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646