0%
logo header
Jumat, 11 November 2022 06:51

“Caldas”, Kisah Awak Kapal Perusak Melawan Maut

Redaksi
Editor : Redaksi
“Caldas”, Kisah Awak Kapal Perusak Melawan Maut

Catatan M.Dahlan Abubakar (Pimpinan Redaksi Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Pada tanggal 2 November 2022, saya menerima kiriman dua eksemplar buku kecil dan tipis dari sahabat karib Willy F.Taneh, rekan angkatan 1972 di Fakultas Sastra Unhas yang kini tetap menjaga silaturahim dengan saya. Dia berdomisili di Surabaya. Kami selalu saling menyapa dan menyampaikan selamat jika tiba hari-hari bersejarah. Baik berupa hari keagamaan, terlebih lagi peringatan bertambahnya usia kami masing-masing.

Buku pertama berjudul “Caldas”, setebal 147 halaman diternitkan LKIS Yogyakarta, cetakan I (2002) dan Cetakan II  (2013). Buku ini ditulis oleh Gabriel Garcia Marquez (GGM), pria yang dilahirkan di Aracataca, Kolombia, 1928. GGM merupakan peraih Hadiah Nobel Sastra 1982. Anak seorang operator telegraf ini pernah belajar ilmu hukum di Universitas Nasional Kolombia. Namun tidak selesai. Lalu ia bekerja sebagai wartawan dan kontributor untuk sejumlah kantor berita di beberapa negara Amerika Latin, Eropa, dan New York. Di kemudian hari dia muncul menjadi redaktur harian berpengaruh yang terbit  di Bogota, ‘El Espectador’.

Baca Juga : Obituari Hasyim Ado: Pernah Dibantingi Pistol

GGM dikenal sebagai pengibar rasisme dalam novel-novelnya antara lain ‘Cien Annos des Soledad – Seratus Tahun Kesunyian (1965), yang disebut-sebut sebagai novel terbaik yang terbit pada abad XX, Karya lain simpatisan gerakan sayap kiri di negerinya ini berupa kumpulan cerita pendek.

Buku kedua, juga tipis, berjudul “Cerita-Cerita Timur” (Nouvelles Orientales) karya Marguerite Yourcenar (MY) dan diterbitkan PT Gramedia Kompas Jakarta (2015). Henri Chambert-Loir, pria Prancis yang banyak menulis mengenai sejarah Indonesia, lebih khusus mengenai Bima, memberikan pengantar pada buku ini. Kumpulan cerita ini, pertama terbit pada tahun 1938 dengan judul  Nouvelles Orientales, ketika sang penulis MY berusia 35 tahun. Buku setebal 110 halaman ini berisi 10 kisah dan dicetak di atas book paper (kertas ringan khusus buku).
Melawan maut.

Di tengah-tengah padat jam mengajar dan menulis, saya menggunakan waktu malam untuk melalap isi buku kecil ini selama tiga hari dalam sesi baca yang tidak kontinyu. Namun kisah di dalam buku ini menarik karena bertutur tentang petualangan salah seorang dari delapan pelaut yang terhempas dari kapalnya, sebuah kapal perusak bernama “Caldas’ milik Angkatan Laut Kolombia 18 Februari 1955. Kapal itu berlayar dari Mobile. Albama, Amerika Serikat, setelah beberapa waktu diperbaiki menuju Pelabuhan Cartagana, Kolombia, tempat kapal itu tiba dua jam setelah malapetaka.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (5-Habis)Wawancara Sambil Bermain Golf dengan Wapres

Delapan orang yang hilang itu pun dicari bekerja sama dengan Otorita Kapal Panama, AS, yang bertindak sebagai pengawas militer dan kelompok kemanusiaan lainnya di Karibia Selatan. Setelah empat hari pencarian korban yang melelahkan dan tidak membuahkan hasil, para pelaut yang terjatuh dari kapal itu dinyatakan hilang. Akan tetapi, seorang dari mereka, Luis Alejandro Velasco (LAV), seminggu  kemudian, muncul dalam kondisi hampir mati di selatan Karibia, setelah berjuang melawan kematiannya selama sepuluh hari tanpa makan dan minum di dalam perahu penyelamat yang hanyut.

Pelaut ini bertahan di laut pada sebuah perahu yang menjadi tempat dia menggantungkan hidupnya. Perahu yang hanyut itu hanya membekali dirinya dengan tiga buah dayung dan sejumlah tali temali. Makanan seperti biskuit, air, dan obat yang biasanya ada di perahu penyelamat seperti ini sama sekali tidak tersedia.

Melalui jam tangannya yang berwarna hitam, setiap hari LAV menghitung menit demi menit penderitaannya. Menahan sengat terik matahari yang membuat kulitnya terbakar. Kakinya pun terluka. Pada setiap pukul 05.00 dia selalu dihantui oleh kehadiran rombongan ikan hiu yang mencari mangsa ikan-ikan kecil. Rombongan monster ganas itu menjadi tontonan  rutin yang mengerikan jika tiba-tiba saja dia mengalihkan perhatian pada LAV.  Beruntung, dia tidak mengenakan suatu benda – yang mengilap, menyilaukan – yang menarik perhatian ikan ganas tersebut.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (4)Satu Malam, Bobol 4 Kantor BRI Unit

Sekali waktu, seekor ikan hiu terjebak melompat masuk ke perahunya. Tidak ada pilihan lain, LAV bertarung hidup mati melawan ikan ganas ini menggunakan dayung perahu hingga binatang itu terkapar. Namun terbekuknya hiu tersebut ternyata menimbulkan rasa tidak nyaman dan aman bagi LAV. Bau darah yang menetes di atas perahu agaknya memancing kehadiran rombongan hiu lainnya yang mencari sumber bau tersebut.

Tidak ada pilihan lain. LAV pun berusaha sekuat tenaga membersihkan darah tersebut dari dalam perahu dengan membuangnya ke laut. Ikan-ikan itu pun memburu gumpalan darah temannya yang sudah membeku dan menyelamatkan LAV dari kengerian.

Berhari-hari, LAV dihadapkan kepada penderitaan yang luar biasa. Sekali waktu dia sempat terlempar keluar perahu setelah gulungan gelombang menghantamnya. Namun tali perahu mampu mempertemukannya dengan perahu tersebut. Dia terkadang dihadapkan pada halunisasi. Melihat ada pesawat yang dilihatnya seperti titik-titik hitam di angkasa. Namun lama setelah melambai-lambaikan bajunya yang sudah entah berapa puluh kali bayah dan kering, pesawat itu tidak juga mendekat.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Pada hari ke-10, matanya meyakinkan bahwa daratan sudah dekat. Dia melihat ada daratan dengan pepohonan kelapa yang melambai-lambai. Dia berpikir, ini bukan sebuah halusinasi lagi. Dia berhasil mendarat di pantai pasir. Dari jauh seorang gadis kecil berkulit hitam mendekat, tetapi kemudian berlari ketakutan, meninggalkan seekor anjing yang menyertainya, Anjing itu datang mengelus-elus LAV dengan manja. Menjilat luka-lukanya yang masih belum sembuh. Gadis kecil itu menjauh. Sepertinya dia pergi memberitahu seseorang.

Tak berapa lama dia muncul dengan seorang pria yang menyandang senapan dan parang di punggungnya, disertai seekor keledai. Diperhatikannya sang pelaut itu dengan penuh pandangan curiga. Padahal, lelaki di depannya tidak berdaya sama sekali.

Puluhan orang segera tiba mungkin setelah memperoleh informasi berantai dari pria dan gadis yang ternyata berpacaran itu. LAV pun digotong bergantian oleh puluhan orang menuju rumah sakit di Kota San Juan. Di sana dia ditangani dengan baik oleh seorang dokter yang melarang siapa pun berhubungan dan berkomunikasi dengan LAV.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Namun, kisah Luis Alejandro Velasco ini kemudian bocor di halaman depan El Tiempo, sebuah koran yang terbit di Bogota melalui seorang wartawan yang menyamar sebagai seorang dokter psikiatri. Sang wartawan tersebut terpaksa melakukan penyaruan karena petugas keamanan setempat melarang Luis Alejandro Velasco berhubungan dengan siapa pun kecuali dengan pihak dokter dan yang berwewenang.

Atas keselamatannya ini LAV dinobatkan sebagai pahlawan. Harga kisahnya pun bernilai uang.  Dia mengakui, kehidupannya sebagai pahlawan tidak ada yang istimewa. Dia bangun pukul 10.00 dan pergi ke kafe dengan teman-teman atau ke salah satu agen untuk mengerjakan iklan. Dia ke bioskop hampir setiap malam. Tidak pernah sendirian. Tapi dia tidak  pernah menyebutkan nama mereka yang ternyata sengaja dirahasiakan.

Setiap hari dia menerima surat dari penjuru dunia. Surat dari orang-orang yang dia tidak kenal. Dari Pereira dengan inisial JVC. Dia menerima puisi panjang tentang perahu dan burung camar. Mary Addres yang mengadakan kebaktian untuk mengenang arwah LAV ketika terapung-apung di Karibia, sering kali menulis surat. Ia mengirim foto dari guntingan koran.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Luis Alejandro Valesco telah menceritakan kisahnya di televisi dan radio,. Dia telah menceritakan  kepada teman-temannya. Dia mengulang cerita ini kepada seorang janda tua yang mengundang dia ke rumahnya. Beberapa orang menganggap cerita ini hanya khayalan.

“Bila hanya khayalan, lantas apa yang aku lakukan selama sepuluh hari di laut?,” Luis Alejandro Valesco bertanya kepada mereka. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646