REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANTAENG – Pabrik pengolahan nikel atau smelter Huadi Group di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, terus memaksimalkan penyerapan tenaga kerja lokal sejak beroperasi sampai saat ini.
Tercatat 75 persen karyawan Huadi Group merupakan warga Bantaeng. Sedangkan 16 persen masih tenaga kerja lokal di luar Kabupaten Bantaeng dan hanya 9 persen yang berasal dari tenaga kerja asing.
Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP), Lily Dewi Candinegara mengatakan bahwa penyerapan tenaga kerja lokal merupakan komitmen Huadi Group sejak beroperasi tahun 2019 hingga saat ini.
Baca Juga : Kanwil Kemenkumham Sulsel Ikut Rakernis Pelayanan Administrasi Hukum Umum di Bali
“Sekarang karyawan lokal sekitar 75 persen merupakan warga Bantaeng. Ada beberapa persen dari daerah-daerah sekitar atau masih warga negara Indonesia,” kata Lily dalam keterangannya, Rabu (25/10/2023) lalu.
Merujuk data perusahaan, karyawan Huadi Group saat ini berjumlah kurang lebih 3.000 orang. Dari jumlah itu, 133 orang merupakan perempuan yang bekerja untuk urusan teknis maupun yang bersifat administratif.
Selain menyerap banyak tenaga kerja lokal, proses perekrutan karyawan smelter Huadi Group juga dilakukan secara terbuka dan melibatkan sejumlah stakeholder di Bantaeng.
Baca Juga : Jayadi Kusumah Jabat Karutan Makassar, Kadivpas Kemenkumham Sulsel: Bawa Perubahan Lebih Baik
Untuk transparansi dalam proses rekrutmen karyawan, Huadi Group menerapkan sistem CTK atau pendataan calon tenaga kerja. Di sistem ini, perusahaan melibatkan semua pihak yang berhubungan dengan tenaga kerja dalam proses penerapan sistem tersebut.
“Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bantaeng mendata setiap calon tenaga kerja harus memiliki kartu kuning, lalu selanjutnya didaftar ke sistem CTK yang menjadi pusat data calon pekerja yang berminat untuk bekerja di Kawasan Industri Bantaeng. Sistem ini dikelola oleh Perseroda sebagai fasilitas yang nantinya diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan,” beber Lily.
Para pelamar kerja yang sudah terdata, dibagi sesuai kompetensinya masing-masing untuk ditempatkan pada tenant-tenant atau perusahaan yang ada di Kawasan Industri Bantaeng. Sesuai kebutuhan secara pendataan, akhirnya diperoleh persentasi calon tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian masih sangat banyak.
Baca Juga : Sahabat Dekat Ganjar, Ini Sosok Caleg DPRD Sulsel Dapil V Iqbal Arifin
“Ada sekitar 37 persen yang masih belum memiliki keahlian, dan banyak dari masyarakat sekitar perusahaan dapat dilihat di statistik yang terdapat di web CTK. Kami harus bekerja ekstra dalam penyiapan tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian karena kesadaraan terhadap bekerja dalam satu institusi tidak ada dalam pemahaman mereka. Cara bekerja yang tidak aman tidak dipahami secara keilmuan dan juga tentang kesadaran terhadap budaya bekerja aman,” tambah Lily.
Selain itu, katanya, dalam perusahaan tentunya ada rambu-rambu yang wajib ditaati oleh seluruh karyawan. Meskipun demikian, bukan tidak mungkin kecelakaan terjadi, apabila ada kelalaian.
“Kecelakaan dapat dianalogikan seperti berkendara di jalan raya. Walaupun rambu dan petunjuk sudah ada, tetap saja ada kemungkinan kecelakaan jika pribadi lalai,” ujarnya.
Baca Juga : Grand Final Taurungka Taulolo Duta Wisata Gowa Berlangsung di Balla Lompoa
Apalagi, kata Lily, perekrutan sebelumnya tidak melalui sistem. Tidak heran banyak berisiko kecelakaan kerja, akibat kurang kemampuan tenaga kerja memahami rambu dan petunjuk keselamatan kerja.
“Saat ini perusahaan mulai melakukan ketegasan terhadap pelanggaran aturan keselamatan kerja, dengan sanksi untuk tujuan keselamatan dan kesehatan bersama,” jelas Lily.
Perusahaan bertanggung jawab dengan pekerjanya. Salah satu kewajiban yaitu asuransi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan menjadi hak pekerja sehingga jaminan keselamatan dan kesehatan kerja tetap ter-cover.
Baca Juga : Grand Final Taurungka Taulolo Duta Wisata Gowa Berlangsung di Balla Lompoa
“Perusahaan menjamin proses klaim BPJS dilakukan melalui manajemen untuk memastikan hak karyawan tetap diterima,” bebernya.
“Harapan kami, pekerja mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang menjadi kewajiban dari setiap perusahaan. Tetapi penting bagi setiap pekerja untuk menyadari bahwa budaya keselamatan kerja itu penting. Sehat dalam bekerja dan sehat pulang ke rumah,” tutup Lily.
Sementara itu, Health, Safety And Environment Huadi Group, Armin Manninriang mengaku pihaknya selalu berkomitmen menerapkan prosedur keamanan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan operasionalnya untuk meminimalkan angka kecelakaan kerja.
Baca Juga : Grand Final Taurungka Taulolo Duta Wisata Gowa Berlangsung di Balla Lompoa
Untuk diketahui, dalam pengoperasian fasilitas smelter serta regulasi keamanan kerja di Huadi Group telah dijalankan sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta aturan turunannya.
“Jadi selama ini kami di Huadi Group, setiap kegiatan kami tetap melakukan pengenalan safety education kepada setiap tamu yang datang. Untuk karyawan kita lakukan safety education sebelum melakukan pekerjaan. Setiap harinya kita lakukan safety briefing setiap pagi sebelum mereka bekerja itu wajib dilakukan safety briefing semua divisi,” jelasnya.
Untuk industri pemurnian mineral, aturan K3 tertuang pada Pasal 16 ayat (1) sampai ayat (6) dan Pasal 17. Mengacu aturan tersebut, seluruh industri pertambangan dan pemurnian mineral di Indonesia, termasuk Huadi Group, diwajibkan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMK3P).
Baca Juga : Grand Final Taurungka Taulolo Duta Wisata Gowa Berlangsung di Balla Lompoa
SMK3P sendiri merupakan sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan guna pengendalian risiko keselamatan pertambangan dan pemurnian mineral berkaitan dengan kegiatan kerja. (*)