REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar Darwisman menilai, Sulawesi Selatan memiliki potensi komoditas luar biasa dalam mendukung swasembada energi melalui perdagangan karbon sebagai manfaat ekonomi jangka panjang.
“Perdagangan karbon di Sulsel memiliki peluang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jika pemerintah daerah bisa mengoptimalkan,” terangnya, dalam keterangannya, Selasa, (03/12/2024).
Apalagi lanjut Darwisman, swasembada energi ini pun dianggap menjadi peluang dalam mendorong target pertumbuhan ekonomi secara nasional di 2025 sebesar 8 persen. Secara data jumlah transaksi perdagangan karbon periode 26 September 2023 hingga 29 Oktober 2024 baru mencapai Rp37,09 miliar secara nasional atau 614.454 tCO2e. Sedangkan, untuk pengguna jasa perdagangan karbon yang baru mendapatkan izin sebanyak 90 secara nasional.
Baca Juga : Tampung Keluhan Pemda, DPRD Sulsel Dorong Pemprov Segera Lunasi Utang DBH
Ia menerangkan, jika merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan: Pasal 4 Ayat (1). Perdagangan karbon sektor kehutanan dilakukan pada sub sektor kehutanan, dan sub sektor pengelolaan gambut dan mangrove. Sementara Sulawesi Selatan telah memiliki potensi gambut dan magrove yang besar.
Disebutkan, berdasarkan Peta Magrove Nasional (PMN) Tahun 2021 oleh KLHK total lahan magrove secara wilayah Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) sebesar 1.924.137 hektare (Ha) atau 57,2 persen secara nasional. Sementara, di wilayah Sulawesi Selatan potensi lahan magrove-nya sebesar 12.278 Ha.
Tak hanya itu, pada ekosistem gambut, Indonesia memiliki 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas 24.667.804 Ha. Sementara, luas ekosistem gambut di wilayah Sulampua yaitu 6.658.457 Ha atau 26,99 persen dari luas ekosistem gambut secara nasional.
Baca Juga : Komisi B DPRD Sulsel dan HNSI Gelar RDP, Bahas Soal Penangkapan Ikan Terukur
“Potensi ekosistem gambut di Sulawesi Selatan juga besar, makanya ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah daerah melalui kolaborasi lintas sektor,” terang Darwisman.
Kedepannya, pemerintah daerah harus betul-betul melihat potensi tersebut. Apalagi hal-hal lainnya telah dipersiapkan, mulai dari perdagangan karbonnya yang sudah ada, serta peran OJK yang telah membuat pasarnya, hanya saja memang masih terbatas untuk ditransaksikan.
Di wilayah OJK Sulselbar pasar karbon di sektor energi dapat dilihat pada pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) yang ada di Kabupaten Jeneponto melalui Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
(PLTB) Tolo, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Likupang, di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Baca Juga : Intip Tiga Warna Baru Yamaha MX King 150 yang Bikin Pangling
Kemudian pasar karbon di sektor limbah yakni keberadaan PT Indonesia Puqing Recycling Technology yang mengelola pabrik daur ulang baterai lithium – Labota, di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan keberadaan PT Inocycle Technology Group Tbk yang mengelola pabrik daur ulang limbah botol plastic PET, di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Masih minimnya transaksi dalam perdagangan karbon dipengaruhi karena literasi atau pemahaman terkait potensi kredit karbon oleh pemimpin daerah masih kurang. Sementara, perdaganan karbon tersebut jika dapat dioptimalkan mampu menjadi pendapatan baru bagi daerah.
“Sehingga perlu dilakukan literasi terkait transaksi perdagangan karbon melalui bursa karbon kepada para pemimpin daerah agar potensi kredit karbon yang dimiliki daerahnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyaraka,” harap Darwisman.