0%
logo header
Minggu, 29 Oktober 2023 15:33

Digitalisasi, BRIsat, 128 Tahun BRI Tumbuh Kuat Memberi Makna Indonesia

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Digitalisasi, BRIsat, 128 Tahun BRI Tumbuh Kuat Memberi Makna Indonesia

Oleh M.Dahlan Abubakar (Pimred Republiknews.co.id)

  • Pendahuluan

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Desa Parado, satu ibu kota kecamatan di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sekitar 55 km di sebelah selatan Kota Bima, merupakan kecamatan hasil pemekaran. Para nasabah BRI di kecamatan ini jika hendak menarik uang melalui anjungan tunai mandiri (ATM) di ibu kota kecamatan induk, harus menempuh jarak sekitar 22 km. Kecamatan Parado hasil pemekaran sejak hampir 20 tahun silam, belum memiliki kantor unit BRI sendiri.

Pertumbuhan ekonomi di ibu kota kecamatan hasil pemekaran ini semakin menggeliat dengan keberhasilan produksi jagung warga beberapa tahun terakhir. Juga hasil komoditas lainnya, seperti kemiri, madu, dan kayu. Tingkat kehidupan masyarakat meningkat secara tajam ditandai dengan semakin banyaknya warga yang  mampu membeli kendaraan bus angkutan antardesa, kendaraan pribadi, apalagi sepeda motor. Mereka juga ada yang membangun bisnis penggilingan beras. Namun yang sangat memiliki prospek dari segi bisnis adalah pabrik perontok  tongkol menjadi biji-biji jagung. Ratusan juta ton jagung kering dihasilkan lima desa di kecamatan pemekaran ini. Menjelang penanaman jagung warga memerlukan biaya untuk pengadaan bibit, pupuk, dan upah para pekerja yang tentu saja memerlukan dana segar. Pada umumnya, mereka  memanfaatkan fasilitas kredit pada salah satu lembaga keuangan sekitar 30 km dari desa mereka. Setelah beberapa bulan jagung berproduksi mereka melunasi fasilitas kredit yang diambilnya.

Baca Juga : Obituari Hasyim Ado: Pernah Dibantingi Pistol

Komoditas jagung ini kemudian melahirkan unit bisnis  yang merupakan kelompok usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang selama ini menjadi salah satu perhatian utama BRI. Hanya saja, pada setiap menjelang musim tanam jagung warga harus meninggalkan desa mereka sejauh 30 km untuk menandatangani akad kredit. Kalau saja lembaga perbankan ada di ibu kota kecamatan pemekaran tentu saja mereka tidak perlu jauh-jauh meninggalkan kampungnya.

Ilustrasi kecil ini hanyalah satu contoh soal saja yang diharapkan memberi inspirasi dan ilham kepada BRI dapat melirik potensi kecamatan terpencil tersebut, yang memiliki potensi usaha dan bisnis yang cukup menjanjikan. Terkoneksinya komunikasi internet hingga ke kecamatan tersebut membuat sebagian besar warga memiliki gawai (handphone) seperti juga anak-anak kota.

Adanya fasilitas BRI Link milik warga saja, sudah sangat membantu masyarakat bertransaksi antarbank dan memperoleh kebutuhan uang tunai. Apalagi jika kantor unit BRI di ibu kota Kecamatan Parado itu akan memangkas waktu transportasi warga yang harus meninggalkan desanya sejauh belasan kilometer untuk menuju ATM. Kehadiran kantor unit di kecamatan tersebut menempatkan BRI telah melakukan sistem  jemput bola dan memberi kemudahan bagi nasabah. Tidak terlaly sulit bagi BRI mengembangkan saya jaringannya hingga ke desa-desa karena sudah memiliki satelit sendiri yang mampu menjangkau lebih dari dua ratus tiga puluh ribu lebih saluran outlet elektronik.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (5-Habis)Wawancara Sambil Bermain Golf dengan Wapres

Kehadiran satelit ini memudahkan aspek pelayanan dan interkoneksi yang dilakukan BRI dengan para nasabahnya. BRIsat telah menjadi ujung tombak dan backbone BRI dan memantapkan posisinya sebagai bank kelas dunia. Sebagai the worlds largest microbanking.

Tersedianya fasilitas BRI di unit-unit terkecil dan terpencil tidak saja menempatkan bank ini lebih dekat dengan masyarakat, tetapi juga memungkinkan mereka dapat memenej waktunya lebih efektif dalam berhubungan dengan bank. Kita memiliki pengalaman masa lalu yang dapat menjadi pelajaran berharga yakni, saat banyak kredit usaha tani (KUT) yang mandek dan macet Yang sangat perlu dipahamkan kepada masyarakat yang memanfaatkan kredit adalah perlunya dana tersebut digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan (produktif), bukan ditujukan kepada hal-hal yang konsumtif. Juga perlu diberi kesadaran bahwa kredit bukanlah ‘hibah’ atau ‘hadiah’, melainkan dana bergulir yang harus dikembalikan dan dapat digunakan lagi oleh warga yang lain.
Mungkin yang menarik adalah melakukan pendekatan agama kepada masyarakat dalam kaitannya dengan kewajiban memenuhi kewajiban melunasi kredit.  Masalahnya, zaman benar-benar telah membuat seseorang terhempas tanpa daya oleh badai perubahan nilai yang melanda negeri ini. Atau boleh jadi  masyarakat kita saat ini sedang tega meninggalkan nilai leluhurnya. Seorang tokoh, mendiang K.H.M.Sanusi Baco, ulama yang sangat terkenal dan disegani di Sulawesi Selatan pernah mengemukakan dalam suatu kesempatan bahwa sesungguhnya nilai itu tidak pernah bergeser, tetapi masyarakatlah yang meninggalkan nilai itu. Kalau ini adalah satu fenomena, maka betapa sulitnya membangun negeri ini.

Bukankah pada saat seseorang meninggal dunia dan menjelang dikuburkan, keluarga atau ahli warisnya selalu bertanya kepada orang-orang yang hadir melayat.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (4)Satu Malam, Bobol 4 Kantor BRI Unit

“Jika bapak dan ibu  memiliki sangkutan (utang) dengan almarhum, mohon disampaikan kepada pihak keluar”.

Kalimat ini mengindikasikan bahwa di dalam agama sangat menghindari adanya orang berutang. 

Catatan pendahuluan ini sekadar sebuah ilustrasi yang dapat menjadi bahan pemikiran pihak BRI. Pengalaman ini bukan tidak mungkin juga ditemukan di daerah-daerah lain. Jika potensi desa ini diakumulasi pada suatu saat dapat memberikan profit yang lebih besar bagi BRI dengan skema pelayanan yang juga menjadi penyandang dana bagi kegiatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi salah satu komitmen bank pejuang ini.

  • Bank Pejuang

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Bank Rakyat Indonesia (BRI) 16 Desember 2023 genap 128 tahun. Bermula dari Purwokerto pada tanggal 16 Desember 1895 bank rakyat ini mengawali sejarahnya,  saat Raden Bei Aria Wirjaatmadja mendirikan  De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden untuk mengelola dan menyalurkan dana masjid kepada masyarakat dengan skema yang sederhana. Organisasi tersebut kemudian beberapa kali diubah. Dari Hulp en Spaarbank der Inlandshe Bestuurs Ambtenareen, De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw Credietbank atau Volksbank, Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene, Algemene Volkscredietbank (AVB) , hingga pada masa pendudukan Jepang, nama organisasi ini kembali diubah menjadi  Syomin Ginko. (Wikipedia).

Sebagai satu bank yang secara historis lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, BRI dapat disebut sebagai bank pejuang. Bank yang telah berjuang bersama dengan para pahlawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan dan pejuang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bebas dari penjajahan negara lain, BRI pun berjuang memperbaiki keadaan perekonomian rakyat yang terombang-ambing oleh penjajah. Titik awal dari Purwokerto 128 tahun silam itu saat ini telah menyebar dan berkembang laksana jarring laba-laba ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mulai dari kota hingga ke pelosok desa.

Oleh sebab itu, papan nama BRI ada di pelosok-pelosok desa terpencli di republik ini. BRI saat ini memiliki 449 unit kantor cabang dengan 13.863 unit ATM dan 7.980 outlet jaringan kantor. BRI pun mengembangkan sayapnya dengan membuka kantor di beberapa negara sebagai bentuk go international-nya.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

BRI telah berada pada 38 provinsi di Indonesia dan juga pada 514 kabupaten/kota. Jika melihat perbandingan kecamatan di Indonesia yang berjumlah 7.277 kecamatan dengan outlet jaringan kantror BRI yang tersedia, dapat dipastikan jika dibagi rata, BRI sudah memiliki outlet pada setiap kecamatan. Akan tetapi untuk memperluas jaringan pelayanan kepada masyarakat, BRI sedapat mungkin memiliki jaringan  pada 83.763 desa dan kelurahan yang ada di Indonesia. 

Melihat kontur Indonesia sebagai  kepulauan, BRI sangat tepat memberi pelayanan kepada masyarakat mulai dari hilir hingga ke hulu. Pelayanan ini semakin menjadi sebuah keniscayaan dengan adanya dukungan teknologi satelit sejak tahun 2016, saat BRI menjadi  bank pertama di dunia yang memiliki satelit.

  • BRIsat

Pada tanggal 18 Juni 2016 sore, bertepatan dengan 19 Juni 2016 memasuki sahur hari ke-13 Ramadan di Indonesia, di Kourou, Guyana, Prancis, roket Ariane 5 milik Arianespace yang diproduksi Space System Local (SSL) Amerika Serikat ‘membopong’ satelit BRI (BRIsat) menuju orbitnya di 150,50 BT, tepat di atas langit Papua. Posisi ini, tulis Asmawi Syam dan Rhenald Kasali dalam Leadership in Practince terbitan Balai Pustaka (2019:225-229) memungkinkan BRIsat menjangkau layanan lebih dari 10.600 cabang, 236.939 saluran outlet elektronik dan 60 juta nasabah BRI di seluruh Indonesia. Tersedianya saluran outlet elektronik sebanyak itu memungkinkan terlayaninya nasabah BRI yang ada pada 63.763 desa dan kelurahan.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Pilihan BRI memiliki satelit sendiri merupakan langkah yang cerdas dan tepat. Kehadiran  satelit  tersebut telah memangkas biaya sewa 23 transponder yang mencapai Rp 535 miliar per tahun. Asmawi Syam yang menjabat Direktur Utama BRI waktu itu pada acara berbuka puasa bersama dengan M.Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden suatu hari  bersama penulis beralasan, biaya pembelian satelit baru yang berkisar Rp 3,4 triliun (setara dengan sekitar 265 juta dolar AS waktu itu) akan sama dengan total biaya yang dikeluarkan menyewa 23 transponder selama 6 tahun. Pada tahun ketujuh, BRI bisa ‘menabung’ karena tidak lagi menyewa 23 transponder tersebut.

Dengan pengadaan satelit sendiri, BRI bisa mengirit biaya sekitar 40%. Jika setiap tahun biaya yang dikeluarkan Rp 500 miliar untuk menyewa 23 transponder, dengan pengoperasian satelit ini BRI bisa menekan biaya sekitar Rp 300 miliar. BRI juga bisa menghibahkan kepada pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi 4 transponder dari 45 transponder yang ada.  
Kebutuhan transponder setiap tahun juga cenderung meningkat, sementara pasokan transponder tidak bertambah. Malah, sewa transponder yang cenderung berpotensi terus meningkat. 

“Masa pakai satelit pun  dapat mencapai hingga 17 tahun. Bila BRI terus menyewa transponder setidaknya harus mengeluarkan biaya hingga US$ 25 miliar,” tulis Asmawi Syam dan Rhenald Kasali (2019).

  • Digitalisasi

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Ketersediaan satelit ini memungkinkan BRI dapat memanfaatkan digitalisasi pelayanan terhadap masyarakat mampu menjangkau  ke pelosok negeri kian bertumbuh cepat dan bertambah kuat. Ini didukung oleh ketersediaan jaringan koneksi internet yang dapat diakses dengan memanfaatkan gawai (handphone). Di desa-desa terpencil jaringan internet tersedia. Transaksi finansial, apalagi dengan aktivitas e-commerce sekarang ini, membuka ruang bagi masyarakat dapat melakukannya dari kamar tidur. Para orang tua yang melayani kebutuhan putra-putri mereka yang menuntut pendidikan di kota-kota besar, termasuk kelompok masyarakat yang juga memperoleh manfaat atas kehadiran BRIsat ini. Ke depan, BRI sejatinya semakin hadir di kantong-kantong ekonomi rakyat memanfaatkan digitalisasi teknologi informasi digital perbankan yang sudah menjadi sebuah keniscayaan di era kekinian.

Sistem digital adalah sebuah bentuk perkembangan dari sistem analog. Sistem digital biasanya menggunakan urutan angka-angka untuk mewakili sebuah informasi yang berbeda dengan sistem analog. Digitalisasi ini harus didukung oleh ketersediaan satelit. BRIsat merupakan satelit komunikasi, yakni satelit buatan yang ‘mengambang’ di angkasa. Tujuannya untuk kegiatan telekomunikasi memanfaatkan radio pada frekuensi gelombang mikro. Sebagian besar satelit komunikasi, termasuk BRIsat, menggunakan orbit geosinkron atau disebut orbit geostasioner, yakni satelit yang  berada tepat di atas ekuator bumi, BRIsat mengorbit dan tampak diam di angkasa karena periode orbit objek (satelit) mengelilingi bumi sama dengan periode rotasi bumi.    

BRI sudah mengantongi keunggulan yang tidak tertandingi untuk melayani masyarakat Indonesia yang hidup tersebar pada 17 ribu pulau. Hal ini dimudahkan oleh ketersediaan BRIsat yang dapat menjangkau pelayanan pada belasan ribuan pulau yang tersebar dari Merauke ke Sabang di timur dan barat, dari Miangas hingga ke Pulau Rote, di utara dan selatan NKRI ini.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Simpulan penting dari catatan ini adalah, pertama, BRI merupakan bank pejuang yang lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, sehingga memiliki fundasi yang kuat  dalam melayani kegiatan peningkatan perekonomian masyarakat. Kedua, dengan dukungan BRIsat selain menempatkan BRI sebagai bank pertama yang memiliki satelit di dunia, juga akan memudahkan pemberian layanan digital kepada seluruh nasabah hingga ke daerah terpencil di negara yang luas ini. Ketiga, dengan menitikberatkan pelayanan untuk memberdayakan para pelaku ultra mikro dan UMKM, maka BRI tetap mempertahankan perannya menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk merebut dan menggapai kesejahteraannya sesuai amanah UUD 1945. Keempat, dukungan digitalisasi teknologi informasi juga menempatkan BRI semakin memantapkan diri sebagai lembaga keuangan milik negara yang menginisiasi environmental social and governance (ESG), yaitu konsep yang mengkedepankan kegiatan pembangunan, investasi maupun bisnis yang berkelanjutan sesuai dengan tiga kriteria, yaitu lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Keempat poin simpulan tersebut telah menempatkan BRI sebagai lembaga keuangan yang bertumbuh dan kuat, suatu modal penting dalam memberi makna terhadap Indonesia tercinta ini. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646