REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — PT Federal International Finance (FIFGROUP) sebagai salah satu industri jasa keuangan di Indonesia ambil bagian dalam memberikan literasi keuangan kepada masyarakat. Tujuannya agar konsumen dapat bijak dan cerdas dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan yang ada.
FIFGROUP sebagai anak perusahaan dari PT Astra International Tbk dan bagian dari Astra Financial kali ini berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) melaksanakan Monthly Business Clinic (MOBIC) bertajuk “Literasi Keuangan, Optimalkan Pembiayaan Dengan Cerdas dan Bijak”.
Kegiatan ini dilakukan secara hybrid dengan menghadirkan narasumber Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi sebagai keynote speaker, dan Kepala BPKN Rizal E. Halim.
Baca Juga : PLN Electric Run 2024 Banyak Diapresiasi, Begini Kata Para Juara
Chief Executive Officer (CEO) FIFGROUP Margono Tanuwijaya mengatakan, kegiatan MOBIC ini bertujuan untuk mendorong pemahaman yang lebih baik tentang literasi keuangan dan pentingnya pengelolaan pembiayaan yang cerdas kepada masyarakat dalam hal ini konsumen.
“Kegiatan kolaborasi antara FIFGROUP, OJK, dan BPKN ini sebagai upaya bersama dalam mendukung peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat untuk memberikan informasi yang bermanfaat dan mendalam. Sehingga kedepannya mereka bisa lebih cerdas dan bijak dalam memanfaatkan platform jasa keuangan,” katanya di sela-sela kegiatan melalui virtual, Jumat, (15/09/2023).
Margono menilai, industri jasa keuangan memiliki peran penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya bergantung pada peran sektor keuangan itu sendiri, tetapi juga pada pemahaman dan kesiapan finansial masyarakat yang menjadi bagian penting dari ekosistem yang berjalan.
Baca Juga : PLN Sukses Gelar PLN Electric Run 2024, Ajak Masyarakat Kurangi Emisi Karbon
Hasil dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) periode 2022 menunjukkan perkembangan positif, dengan indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 49,68 persen atau meningkat signifikan dari angka 38,03 persen pada 2019. Meskipun terdapat peningkatan, masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai karakteristik dan peraturan berbagai produk serta layanan di sektor jasa keuangan.
Tak hanya itu lanjutnya, perkembangan pesat dan digitalisasi di industri keuangan telah menciptakan sistem keuangan yang semakin kompleks dan dinamis.
“Karena itu sebagai upaya bersama antara pemerintah, lembaga keuangan, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta kami menilai perlu memberikan pemahaman dan literasi keuangan ke masyarakat,” terangnya.
Baca Juga : Ilham Fauzi Kagumi Sosok Bung Hatta: Yang Baik Harus Diteruskan
Sementara, Operation Director FIFGROUP Setia Budi Tarigan mengungkapkan, FIFGROUP sebagai salah satu Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) merasa memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung perkembangan industri keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
“Sebagai perusahaan pembiayaan yang juga termasuk dalam PUJK, kami memahami bahwa tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada bisnis, tetapi juga pada perlindungan dan kesejahteraan konsumen,” terangnya.
Ia mengaku, FIFGROUP meyakini bahwa konsumen yang memiliki pemahaman yang baik tentang produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan akan dapat mengambil keputusan finansial yang lebih cerdas.
Baca Juga : Ini Alasan Masyarakat Pelosok di Gowa Percayakan Pilihan ke Hati Damai
“Selain itu, sebagai PUJK, FIFGROUP terus berusaha untuk memberikan layanan yang transparan, adil, dan berkualitas kepada konsumen,” katanya.
Di tempat yang sama Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, di kondisi saat ini tiga kerentanan utama yang sering terjadi di masyarakat akibat kurangnya pemahaman literasi keuangan. Antara lain, tingkat pengaduan konsumen yang semakin meningkat, maraknya aktivitas keuangan ilegal, dan kendala pemahaman akses permodalan khususnya untuk UMKM.
“Pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan menjadi salah satu fondasi yang harus diperkuat. Hal ini agar masyarakat dapat berperilaku bijak dan dapat mengambil keputusan finansial dengan tepat, terutama dalam lingkungan keuangan yang terus berubah,” katanya.
Baca Juga : Ini Alasan Masyarakat Pelosok di Gowa Percayakan Pilihan ke Hati Damai
Apalagi, di 2024 mendatang Presiden RI Joko Widodo menargetkan indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 90 persen. Peningkatan akses keuangan ini dinilai penting untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
“Ini juga sejalan dengan peningkatan literasi keuangan di masyarakat untuk selanjutnya siap menggunakan segala bentuk akses keuangan yang tersedia,” terangnya.
Ditempat yang sama Kepala BPKN Rizal E. Halim memberikan wawasan tentang perlindungan konsumen dengan menyoroti bagaimana pemahaman tentang hak dan kewajiban konsumen dapat meningkatkan perlindungan bagi individu dalam bertransaksi di sektor jasa keuangan.
Baca Juga : Ini Alasan Masyarakat Pelosok di Gowa Percayakan Pilihan ke Hati Damai
“Hak perlindungan konsumen adalah hak universal yang berlaku untuk setiap golongan,” ujarnya.
Menurutnya, perlindungan konsumen adalah landasan yang adil, yang memastikan bahwa setiap orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi atau pendidikan, memiliki hak untuk bertransaksi yang adil, layanan yang aman, dan informasi yang jujur tentang produk keuangan.
Berdasarkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) 2022, Indonesia memiliki nilai 53,23 atau berada dalam kategori mampu. Artinya, konsumen mampu menggunakan hak dan kewajiban mereka untuk menentukan pilihan terbaik, termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya.
Baca Juga : Ini Alasan Masyarakat Pelosok di Gowa Percayakan Pilihan ke Hati Damai
Namun, satu dari tujuh parameter dimensi penilaian IKK harus mendapat perhatian khusus karena angkanya yang terbilang rendah yaitu hanya 34,36 persen.
“Dimensi ini mencakup kemampuan konsumen untuk mengajukan keluhan atau komplain jika mereka mengalami masalah dengan produk atau layanan yang mereka beli,” katanya.
Lanjutnya, hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar konsumen belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengajukan keluhan atau komplain dengan benar. Sehingga terkadang, bahkan keluhan yang mungkin tampak sepele pun dapat mengalami eskalasi hingga mencapai tingkat perselisihan hukum.
Baca Juga : Ini Alasan Masyarakat Pelosok di Gowa Percayakan Pilihan ke Hati Damai
“Makanya sangat penting untuk terus memberikan pemahaman dan literasi keuangan kepada konsumen atau masyarakat,” lanjut Rizal.