Oleh: Fanny Cahya Kharismana (Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Pratama Jakarta Gambir Dua)
REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 Tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghaspusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan Dan/Atau Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah secara garis besar memperbaiki administrasi dari NPWP Bendahara menjadi NPWP Instansi Pemerintah.
NPWP Bendahara yang sebelumnya berjumlah sangat banyak melebihi jumlah Satuan Kerja (Satker) kini lebih terdata sesuai dengan Satker yang memiliki anggaran dan penyebutannya menjadi NPWP Instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Baca Juga : PPh Final UMKM 0.5% sesuai PP 55 Tahun 2022
NPWP Instansi Pemerintah mengikuti Instansi/Satker-nya bukan merupakan NPWP Pribadi dari pejabat Bendahara-nya. Bendahara Pemerintah yang telah memiliki NPWP Instansi Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas setiap Belanja yang dilakukannya menggunakan Dana APBN/APBD/APBDes.
Terdapat 5 (lima) tahapan yang perlu diperhatikan oleh Bendahara Pemerintah. Yang pertama yaitu dengan mengenali siapa lawan transaksi/rekanan dari Bendahara Pemerintah. Apakah lawan transaksi tersebut adalah Orang Pribadi atau Badan, karena akan mempengaruhi perhitungan pajak yang terutang. Bendahara Pemerintah juga wajib meminta Surat Keterangan PP 55 Tahun 2022 apabila bertransaksi dengan Wajib Pajak UMKM. Terkait pemungutan PPN, Bendahara Pemerintah juga wajib memastikan apakah lawan transaksinya merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau tidak.
Langkah kedua yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah adalah mengetahui jenis dan nilai transaksi. Jenis Transaksi untuk menentukan objek pajak atau bukan objek pajak, belanja barang atau belanja jasa dan terakhir menentukan jenis pajak apakah yang wajib dilakukan pemotongan/pemungutan oleh Bendahara Pemerintah. Nilai transaksi untuk menentukan apakah terdapak pengecualian dari kewajiban pemotongan/pemungutan oleh Bendahara Pemerintah.
Baca Juga : Aspek Perpajakan atas Penyerahan Barang Kena Pajak ke Kawasan Berikat
Apabila Bendahara Pemerintah telah dapat memastikan kedua hal tersebut, maka hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah mekanisme pembayaran. Terdapat tiga mekanismepembayaran yang biasanya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah, yaitu menggunakanmekanisme Uang Persediaan (UP), mekanisme Langsung (LS) dan menggunakan kartu kreditpemerintah. Mekanisme pembayaran ini menentukan apakah pajak dipungut/dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau tidak dan kapan batas waktu paling lambat pajak harus disetor oleh Bendahara Pemerintah.
Langkah keempat yang harus dilakukan oleh Bendahara Pemerintah adalah membuat Bukti Potong/Pungut untuk Rekanan. Bukti Potong/Pungut tersebut dibuat melalui aplikasi berbasis web yaitu E-Bupot Instansi Pemerintah yang dapat diakses melalui https://djponline.pajak.go.id.
Bukti Potong/Pungut yang telah dibuat oleh Bendahara Pemerintah lalu diserahkan sebagai bukti telah dilakukan pemotongan/pemungutan pajak kepada Rekanan.
Baca Juga : Golden Visa dan Pajak
Setelah melakukan empat tahapan tersebut maka langkah terakhir yang harus dilakukan oleh Bendahara Pemerintah adalah melakukan pelaporan atas pemotongan/pemungutan pajak yang telah dilakukannya tersebut dalam Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan ini dilaporkanmelalui E-Bupot Unifikasi Instansi Pemerintah paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya masa pajak.
