REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Para pelaku industri mineral dan batu bara (minerba) mengusulkan kepada pemerintah agar menunda pemberlakuan kenaikan tarif royalti.
Mereka khawatir kebijakan ini akan berdampak negatif pada iklim investasi, daya saing minerba, serta keberlanjutan program hilirisasi yang tengah berjalan.
Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA), Rachmat Makkasau, menegaskan bahwa kenaikan royalti akan membebani perusahaan tambang karena mereka sudah menghadapi berbagai kenaikan biaya.
Baca Juga : Kinerja Jasa Keuangan di Sulampua Topang Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Berbagai kenaikan biaya tersebut mulai dari biaya operasional yang meningkat, termasuk kenaikan harga biosolar, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, serta kewajiban retensi hasil ekspor 100 persen selama 12 bulan, yang berdampak pada meningkatnya utang dan bunga.
“Saat ini industri minerba sedang berinvestasi besar dalam pembangunan smelter. Smelter baru akan mulai berproduksi dalam 2-3 tahun ke depan. Jadi, jangan dibebani kenaikan royalti yang memperberat arus kas,” ujar Rachmat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/3/2025).
Senada dengan IMA, Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) juga meminta pemerintah untuk menunda kenaikan royalti nikel. Ketua Umum FINI, Alexander Barus, menyoroti anjloknya harga nikel di pasar internasional yang kini berada di titik terendah sejak 2020.
Baca Juga : Evaluasi Tahapan Pilgub Sulsel 2024, Pertahankan Sinergitas Penyelenggara dan Forkopimda
Selain itu, industri nikel juga menghadapi tekanan dari perang dagang China-AS yang semakin memperumit situasi.
“Penundaan kenaikan royalti akan menjadi insentif penting agar industri nikel tetap bertahan dan berdaya saing di tengah ketidakpastian global,” kata Alexander.
Menurut FINI, jika industri nikel tetap sehat, maka akan ada multiplier effect yang menguntungkan, seperti menjaga daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia, memastikan iklim investasi tetap kondusif, serta meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara maksimal.
Baca Juga : Resmi Nakhodai Depicab SOKSI Palopo, Sadam Tegaskan Siap Dukung Program Pemerintah
“Kami siap berdiskusi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya agar industri nikel tetap eksis dan mampu bersaing di pasar global,” tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah sedang merancang draf Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur kenaikan tarif royalti minerba.
Namun, pelaku industri menilai bahwa kebijakan ini keluar di saat yang tidak tepat, karena harga komoditas global sedang turun dan tekanan ekonomi semakin besar.
Baca Juga : Dukung Progam SheHacks, Indosat Perkuat Peran Perempuan di Dunia Teknologi Digital
Pengusaha berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi industri sebelum mengambil keputusan, agar hilirisasi tetap berjalan tanpa hambatan. (*)