0%
logo header
Sabtu, 24 Agustus 2024 20:04

Bawaslu Gowa Ajak Warga Kawal Pilkada Tanpa Politik Uang

Chaerani
Editor : Chaerani
Anggota Bawaslu Kabupaten Gowa Juanto Avon saat memberikan sambutan dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Tahun 2024 Bawaslu Gowa, di Almadera Hotel, Sabtu, (24/08/2024). (Dok. Chaerani/Republiknews.co.id)
Anggota Bawaslu Kabupaten Gowa Juanto Avon saat memberikan sambutan dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Tahun 2024 Bawaslu Gowa, di Almadera Hotel, Sabtu, (24/08/2024). (Dok. Chaerani/Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Gowa mengajak masyarakat untuk terlibat aktif mengawasi praktek politik uang pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

Anggota Bawaslu Kabupaten Gowa Juanto Avon mengatakan, potensi kerawanan dalam pelaksanaan pilkada salah satunya masih disebabkan karena politik uang. Sebab, di tengah masyarakat kita masih sulit membedakan mana praktek politik uang dalam bentuk uang, maupun dalam bentuk barang.

“Karena masih banyak yang menganggap itu hanya bentuk sedekah atau sumbangan, tetapi mereka tidak sadar bahwa itu bagian dari praktik politik uang,” terangnya di sela-sela Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Tahun 2024 Bawaslu Gowa, di Almadera Hotel, Sabtu, (24/08/2024).

Baca Juga : Danny Pomanto Berbagi Ilmu Peduli Lingkungan dan Transformasi Digital Bersama GP Ansor Sulsel

Apalagi dalam regulasi Undang-Undang Pemilu saat ini tidak mengatur besaran jumlah yang dapat diindikasikan sebagai praktik politik uang. Berbeda dari aturan sebelumnya yang memiliki jumlah nominal, sehingga potensi kerawanan praktek politik uang ini masih sangat perlu diawasi melalui pelibatan masyarakat secara aktif. Tujuannya demi menciptakan hasil pemimpin daerah yang baik, jujur, dan adil.

“Walaupun memang ada perbedaan dari aspek regulasi, misalnya di UU Pemilu kemarin ada nominal yang menjadi tolak ukur dikatakannya praktek politik uang, tetapi regulasi UU kali kali ini tidak secara spesifik menyebutkan nilainya berapa,” terangnya.

Lanjutnya, meskipun dalam regulasi UU Pilkada tahun ini tidak menentukan nominal dalam praktek politik uang, tetapi untuk ancaman hukuman pidana berpotensi menjerat kedua bela pihak. Baik yang menjalankan praktek politik uang maupun yang menerima.

Baca Juga : DPRD Makassar dan Pemkot Sahkan Empat Ranperda di Akhir Masa Jabatan

“Kali ini yang memberi dan menerima sama-sama dipidana, artinya kalau kita bicara larangan-larang politik uang itu kayaknya ketat di UU Pilkada tahun ini karena dua-duanya bisa kena hukuman,” tegasnya.

Sementara, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan Saiful Jihad mengungkapkan, dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan calon legislatif ada sejumlah catatan yang dapat diambil untuk menjadi refleksi bersama. Salah satunya, praktek politik uang dianggap masih sangat mendominasi, sementara kondisi ini diketahui secara politis tetapi kadang tidak dapat dibuktikan secara hukum.

“Makanya dari pertemuan ini kita maksimalkan sebagai upaya pencegahan dari kita semua. Termasuk tuntutan dari jajaran Bawaslu atau Panwascam bagaimana menegakkan aturan jika ada tindakan pelanggaran yang terjadi di lapangan,” ungkapnya.

Baca Juga : Hamka B Kady Turunkan Tim Pemenangan Untuk Appi-Aliyah

Ia pun mengajak peran dan partisipasi masyarakat agar semakin lebih besar dan massif. Sebab, dengan gerakan bersama dapat meminimalisasi kemungkinan tindakan yang bisa menggerus nilai-nilai demokrasi yang telah diusung dan dicita-cita kan bersama.

Saiful menegaskan, dalam menghasilkan pemimpin negara atau daerah yang lebih baik dan betul dipercaya masyarakat harus dihasilkan lewat proses yang baik pula. Termasuk, hasil pemilihan bisa diterima dan dipercaya masyarakat jika diproses dengan cara yang bisa dipercaya oleh publik.

“Prosesnya hanya bisa dipercaya oleh publik jika yang bagian atau penyelenggara yang memproses itu juga bisa dipercaya oleh publik,” tegasnya.

Baca Juga : Cegah Politik Uang, Panwascam Benteng Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Pilkada 2024

Di tempat yang sama, Khurdi Arsyad sebagai salah satu pemateri mengungkapkan, salah satu hal yang menjadi catatan pelanggaran dalam proses pemilu lalu yakni politik uang atau pembelian suara. Hal ini pun menjadi masalah serius dalam pemilu di Indonesia.

“Kandidat maupun tim sukses mereka seringkali menggunakan uang untuk membeli suara pemilih. Terutama di daerah dengan tingkat pendidikan dan kesadaran politik yang rendah,” katanya.

Ia mengungkapkan, ada beberapa indikator perlunya melakukan pencegahan dalam pemilu maupun pilkada. Pertama, menjamin integritas pemilu. Dimana jika integritas pemilu di jaga maka masyatakat dapat yakin bahwa pemimpin yang terpilih adalah pilihan rakyat secara sah.

Baca Juga : Cegah Politik Uang, Panwascam Benteng Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Pilkada 2024

Kedua, menghindari konflik dan ketidakstabilan politik. Misalnya, dengan pelanggaran seperti manipulasi suara, intimidasi pemilih, dan penggunaan sumber daya negara secara tidak sah dapat memicu konflik politik dan sosial.

“Hal penting lainnya yaitu meningkatkan partisipasi publik. Sebab pencegahan pelanggaran akan membangun membangun kepercayaan publik dan mendorong partisipasi yang lebih luas,” terangnya.

Selain itu, menjamin kepatuhan terhadap hukum untuk menciptakan persaingan yang adil dan menghindari praktik-praktik curang yang dapat merusak proses demokrasi. Termasuk mendorong transparansi dan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Baca Juga : Cegah Politik Uang, Panwascam Benteng Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Pilkada 2024

“Dengan dilakukannya beberapa hal ini bisa mengurangi peluang terjadinya pelanggaran dalam kontestasi politik kita hari ini,” terang Khurdi yang juga Ketua Board Perkumpulan Katalis Indonesia.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646