0%
logo header
Rabu, 24 Januari 2024 19:11

Toko Kopi Oma Tawarkan Konsep Nostalgia ke Rumah Nenek

Chaerani
Editor : Chaerani
Toko Kopi Oma yang berlokasi di Jalan Nuri mengangkat konsep klasik dengan mempertahankan keberadaan bangunan terdahulu. (Dok. Toko Kopi Oma)
Toko Kopi Oma yang berlokasi di Jalan Nuri mengangkat konsep klasik dengan mempertahankan keberadaan bangunan terdahulu. (Dok. Toko Kopi Oma)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Perkembangan budaya toko kopi modern atau chofeeshop di era saat ini semakin menjamur. Kehadirannya pun mengangkat beragam konsep dan tema, ada modern hingga unsur klasik atau zaman dahulu.

Salah satunya pada kehadiran Toko Kopi Oma yang dirintis Ryan Dana. Toko Kopi Oma berkonsep klasik atau vintange ini kini berdiri dua cabang. Cabang pertama beroperasi di Jalan Nuri Makassar, kemudian cabang keduanya berada di Jalan AP. Pettarani atau berada di wilayah Kantor Bulog Makassar.

Ryan Dana sebagai Owner Toko Kopi Oma mengatakan, Toko Kopi Oma pertama mulai beroperasi pada 6 Januari 2021 dengan konsep toko kopi klasik. Hal ini lantaran penggunaan bangunan toko kopi tersebut adalah rumah tua, ciri khas yang ada di dalamnya, dan cerita-cerita dari pemilik bangunan.

“Namanya Kopi Oma karena pemilik bangunan di cabang pertama adalah rumah peninggalan orangtuanya atau Oma-nya. Saya juga melihat setiap sudut yang diceritakan anaknya, akhirnya saya berfikir untuk tetap mengambil sejarah itu dengan menamakannya Kopi Oma,” katanya, Rabu, (24/01/2024).

Ryan Dana sebagai Owner Toko Kopi Oma. (Dok. Toko Kopi Oma)

Menurutnya, Toko Kopi Oma dengan mempertahankan konsep bangunan tua dianggap menjadi pilihan menarik bagi masyarakat, utamanya kaum muda saat ini. Meskipun bukan toko kopi yang pertama menggunakan bangunan tua, tetapi hal tersebut memang telah menjadi visi awal bagi Toko Kopi Oma. Dimana dengan menggunakan bangunan tua sebagai identitasnya.

“Toko kopi yang saya kembangkan ini memang lebih kepada histori cerita pemilik rumah awalnya. Jika saat ini kebanyakan orang merenovasi bangunan tua menjadi tempat lebih modern, kami justru mempertahankan apa yang sudah ada. Makanya visi saya memang ingin mempertahankan sejarah dari bangunan yang saya gunakan,” katanya lagi.

Kehadiran Toko Kopi Oma ini pun dihadirkan agar para pengunjung yang datang bisa merasakan sensasi jika berkunjung ke rumah nenek. Makanya, vibes bangunan yang dibuat dengan konsep rumah-rumah dulu agar pengunjung yang datang betul-betul bisa bernostalgia kembali.

“Termasuk juga di Toko Kopi Oma Bulog ini, meskipun sedikit berbeda karena bangunannya semi permanen, tapi tetap kita pertahankan vibes zaman tuanya. Khusus disini (Toko Kopi Oma Bulog), vibesnya lebih vintage Eropa dengan warna yang kami pakai lebih fresh seperti warna hijau mint,” ujarnya.

Suasana Toko Kopi Oma Bulog, di Jalan AP. Pettarani. (Chaerani/Republiknews.co.id)

Ia menerangkan, sebelum Toko Kopi Oma ini beroperasi pihaknya terlebih dahulu juga melakukan riset yang telah dilakukan sejak 2011 lalu. Dalam riset tersebut ia mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Apalagi saat ini budaya minum kopi telah menjadi sebuah kebutuhan gaya hidup.

“Modal awal kami mengoperasikan Toko Kopi Oma pertama itu Rp360 juta, itu sudah termasuk biaya sewa bangunan, interior, perbaikan dan lainnya. Khusus untuk menu-menunya saya turun langsung mencari cita rasa yang berbeda dari yang lain,” jelasnya.

Sementara, Salah satu pengunjung Toko Kopi Oma Kiki mengaku, konsep yang diangkat pada toko kopi ini sangat cocok untuk kaum milenial saat ini. Selain karena Instagramable dan nyaman, juga memiliki ragam menu yang enak-enak.

“Saya sudah dua kali kesini sama suami, kue-kue nya andalan,” katanya.

Miliki Semangat Merawat Kebudayaan

Dalam misi pengembangan Toko Kopi Oma, pihaknya tak hanya mengembangkan bisnis, tetapi memiliki semangat untuk senantiasa merawat kebudayaan. Salah satunya menggelar pertunjukan seni dan budaya yang merupakan kerjasama antara Toko Kopi Oma dengan Kebun Tetangga dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Toko Kopi Oma Ke-3 Tahun.

“Bahkan dengan konsep yang kami bawa, kami juga berkolaborasi dengan pelaku seni dan budaya untuk memberikan mereka ruang dalam melakukan pentas seni di toko kopi kami,” katanya.

Pertunjukan Sinrilik di Toko Kopi Oma, Jalan Nuri. Kegiatan ini bagian dari upaya merawat kebudayaan. (Dok. Istimewa)

Pada kerjasama dengan Kebun Tentangga misalnya, pihaknya menggelar pertunjukan Sinrilik, tujuannya untuk merawat budaya yang ada agar tetap dipertahankan. Tujuan lainnya bagaimana kami bisa merawat budaya dengan melibatkan anak muda.

“Ini juga menjadi alasan saya membuka toko kopi ini dengan nama Kopi Oma, karena memang saya suka sejarah, makanya saya mau membawa toko kopi berkonsep berbeda. Itu pun sebelum kami buka, kami meriset dahulu apa yang menjadi kebutuhan, bagaimana distribusinya, dan bagaimana perkembangan dunia coffeeshop sejak 2011 lalu,” terangnya.

Es Kopi Susu dan Taripang, Jadi Menu Terlaris

Di Toko Kopi Oma terdapat ragam menu baik kopi, non kopi hingga aneka jajanan. Khusus aneka minuman terdapat 30 menu, dengan Kopi Susu Oma dan Kopi Susu Tradisional yang menjadi andalan (Signature). Sementara untuk aneka jajanan ditawarkan Taripang, Songkolo, Tahu Bakso, aneka donat dan croisant. Tetapi yang menjadi menu andalan yakni Taripang, Songkolo dan Tahu Bakso.

“Memang menu best seller kami itu kalau minuman itu Kopi Susu Oma dengan sajian full ceram dan oat milk. Sedangkan untuk dessertnya ada Taripang, Songkolo dan Tahu Bakso,” kata Owner Toko Kopi Oma Ryan Dana.

Kopi Susu Oma menjadi salah satu pilihan menu minuman terlaris. (Chaerani/Republiknews.co.id)

Ryan menyebutkan, untuk penjualan Kopi Susu Oma terjual 250 cup, dimana terbagi kopi susu full cream terjual 250 cup dengan harga Rp28 ribu dan kopi susu oat milk 70 hingga 80 cup dengan harga Rp30 ribu.

“Minuman intinya kami target laku 400 hingga 500 cup sehari, dan Allhamdulliah mencapai target,” ujarnya.
Sementara untuk menu jajanan yang terlaris ada Taripang dengan jumlah penjualan sehari 30 biji seharga Rp5 ribu per biji, dan tahu bakso 200 biji per hari dengan harga Rp17 ribu per porsi.

Lanjutnya, untuk penyuplai-penyuplai jajanan yang dijual di Toko Kopi Oma melibatkan pelaku UMKM. Visi ini dilakukan sebab, pihaknya berkomitmen bahwa bisnis yang dikembangkan bukan hanya mencari profit, tetapi juga untuk membantu pelaku UMKM rumahan di Makassar.

“Pelaku-pelaku usaha rumahan yang kami libatkan ini memang sudah kita tes produknya,” terangnya.

Toko Kopi Modern Tempat Interaksi Masyarakat Kekinian

Akademisi Kajian Budaya Apriadi Bumbungan mengungkapkan, toko kopi modern atau coffeeshop di era masa kini menjadi tempat berinteraksi bagi masyarakat. Mulai dari bertukarnya wacana publik, gagasan, hingga membahas isu-isu yang berkembang. Bahkan toko kopi modern kini menjadi pilihan untuk menjadi tempat bekerja, melakukan pertemuan, maupun lainnya.

“Prototipe coffeeshop itu dari warung kopi (warkop), kan istilah coffeeshop itu baru terkenal saat ini. Warkop tempat ceritanya orangtua, sementara coffeeshop kan lebih ke istilah anak muda atau generasi milineal saat ini,” ungkapnya.

Akademisi Kajian Budaya Apriadi Bumbungan. (Dok. Istimewa)

Selain itu, coffeeshop itu untuk melegitimasi posisinya sebagai arena kebudayaan yang dimana ada interaksi, wacana publik, pertukaran gagasan. Kata cafe itu pun lebih modern daripada warkop, warkop itu di identikkan dengan orangtua, sedangkan cafe lebih ke anak muda yang lebih progresif.

“Tapi di coffeeshop itu juga pertarungan identitas. Kebutuhannya coffeeshop itu sekedar hiburan, tapi akhir-akhir ini dia sebagai kebutuhan utama karena semua orang bekerja di coffeshop, atau orang nongkrong berjam-jam hampir semua di sana. Jadi ada kebutuhan dari tersier menjadi primer bagi pekerja modern atau bahkan pekerja konvensional,” ujarnya.

Ia menilai, dengan pengembangan toko kopi modern ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku-pelaku kopi tradisional. Seperti di PK5 yang dulu masih menjadi pilihan utama masyarakat.

“Saya pikir tantangan tetap ada, tapi kalau dilihat dari teori ekonomi modern itu akan ada tahap adaptasi. Jadi warkop cuma dari tempat nongkrong biasa, misalnya dia menambahkan Wi-Fi tapi tetap mempertahankan eksistensinya dengan istilah warkop. Itu juga menjadi peluang, sebagai change dan challenges,” terang Apriadi.

Lanjutnya, coffeeshop juga menyesuaikan dengan tempat berbisnis. Misalnya, Kopi Bujang kan dia menjual biji kopi, ada juga yang menyandingkan dengan barbershop dan itu pasti dekat dengan area kampus karena dekat dengan anak muda.

“Milenial Gen Z itu tempat nongkrongnya pasti disitu, cafe shop pasti akan terus ada selama ada anak mudanya. Makanya pas masuk coffeeshop itu orang akan berkontestasi untuk menawarkan interior, nah itu akan menjadi tempat subur karena menawarkan kenyamanan,” terangnya.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646