REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kuasa hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency, Ricky Vinando melaporkan 3 Hakim pemutus kasus PKPU PT. Kencana Royalindo, PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa Hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency itu mengungkap jika 3 Hakim pemutus kasus PKPU PT. Kencana Royalindo, PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks itu dilaporkannya lantaran melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan penerimaan gratifikasi.
“Sudah kami laporkan pada 29 Maret 2023 kepada KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik dan dugaan penerimaan gratifikasi,” jelas Ricky Vinando, Sabtu (31/03/2023).
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Selain melapor ke KPK, Kuasa Hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency itu juga mengaku telah melaporkan 3 Hakim pemutus kasus PKPU PT. Kencana Royalindo, PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Komisi Yudisial (KY) RI, Komisi Yudisial (KY) Makassar dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI.
“Kami tidak menuduh, semua bukti dugaannya sudah kami serahkan saat kami mengirim laporan ke Kejaksaan Negeri Makassar, Komisi Yudisial Pusat, Komisi Yudisial Makassar dan Bawas Mahkamah Agung,” ungkapnya.
Ricky memaparkan, jika ketiga Hakim pemutus yang ia laporkan itu memiliki banyak kejanggalan saat memutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Dimana, sebelumnya dengan pemohon yang sama dan bukti yang sama dari pemohon PKPU, ketiga Hakim pemutus yang sama yang sudah dilaporkan tersebut pernah memutuskan menolak permohonan PKPU Pemohon sebagaimana putusan PKPU No. 7/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN. Niaga.Mks.
Akan tetapi, 3 Hakim pemutus kasus PKPU PT. Kencana Royalindo, PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks itu justru diduga menerima bukti yang pernah ditolak sebelumnya.
“Sejak awal Pemohon PKPU berinisial ADN tidak bisa membuktikan keabsahannya sebagai badan usaha UD (Usaha Dagang) dan juga tidak bisa membuktikan izin sebagai supplier sayur dan buah yang sah,” pungkasnya.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
“Implikasinya ditolak, karena sejak awal sudah tidak jelas uraian permohonan PKPU nya, tapi itu kemudian mendadak diterima oleh 3 hakim pemutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks yang sebelumnya pernah memutuskan menolak PKPU No. 7/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN. Niaga.Mks,” sambungnya.
Pengacara Muda itu mengatakan jika tagihan sebesar Rp. 30 juta menjadi tidak sah dan tidak berhak menagih karena kegiatan usaha si penggugat diduga bodong alias ilegal.
Pasalnya menurut Ricky, pendirian UD, harus ada akta pendirian dan izin-izin lainnya sesuai kegiatan usaha. Kegiatan usaha tanpa izin dinilainya adalah kejahatan atau tindak pidana.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Lanjut Ricky, dalam memutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks ada kejanggalan lain yaitu para hakim pemutus/para terlapor tidak melakukan pemeriksaan langsung terhadap kreditur lain dan hanya percaya dengan KTP.
“Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang bermasalah, karena mengabulkan melebihi dari apa yang diminta kreditur lain saat menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Makassar,” jelasnya.
“Bahkan bukti yang saling bertolak belakang saja diterima, mestinya dikesampingkan,” tambahnya.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Salah satu faktanya, kata Ricky, dalam gugatan saat gugat ke PHI Vitalis Pandi mengaku telah bekerja dengan kliennya sejak tahun 1994, namun bukti yang diserahkan ia juga bekerja sejak 2009.
“Itu tidak singkron kan? Katanya kerja sejak tahun 1994, namun klien saya belum ada karena baru ada pada 2002.” Ungkapnya.
Jadi dari bukti saja sudah saling tabrakan, akan tetapi itu tetap diterima oleh 3 terlapor hakim pemutus, dan disitulah letak pelanggaran kode etiknya” tegasnya.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Sembari menjelaskan, Ricky juga memperlihatkan bukti LP nya, namun justru diabaikan oleh 3 hakim pemutus.
“Dari awal kami sudah dalilkan pembuktian sudah tidak sederhana lagi dan PKPU pertama kami menang, sementara PKPU kedua, diduga ada yang tidak beres, karena laporan itu tetap diterima padahal Pemohonnya sendiri sudah ditolak saat PKPU pertama, terlebih tak punya legal standing karena bodong kegiatan usahanya dan para kreditur lain pun semuanya bermasalah.” Detail Ricky.
Jadi alasan kami ada dugaan kuat pelanggaran kode etik oleh hakim pemutus PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
Ricky membeberkan jika Rencananya, sidang lanjutan PKPU dijadwalkan pada Senin, 3 April nanti di PN Niaga Makassar.
“Senin, 3 April nanti sidang lanjutan PKPU dijadwalkan di PN Niaga Makassar,” tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, Panitera PN Niaga Makassar Widyawati Sudirman membenarkan untuk sidang lanjutan PKPU atas Pemohon dan Termohon akan dilaksanakan pada Senin (3/4) di PN Niaga Makassar, Jalan RA Kartini Makassar. Berkaitan soal laporan itu, kata dia, belum tahu.
Baca Juga : Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Praktisi Hukum: Dituntut Tidak Berdasarkan Bukti
“Iya, sidangnya nanti hari Senin, Saya tidak tahu soal itu (hakim dilaporkan),” kata Widya singkat. (*)