0%
logo header
Minggu, 27 Agustus 2023 18:42

Jika Melanggar, Wartawan Jangan Berlindung di Balik UU Pers

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Pendidikan Jurnalistik yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dan PWI Pangkep, Minggu (27/08/2023). (Istimewa)
Pendidikan Jurnalistik yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dan PWI Pangkep, Minggu (27/08/2023). (Istimewa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, PANGKEP — Tokoh pers dan wartawan senior Sulawesi Selatan M. Dahlan Abubakar menggugat wartawan di daerah ini agar tidak selalu berlindung di bawah UU Pokok Pers No.40/tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik jika telah melakukan pelanggaran jurnalistik.

“Misalnya selalu mengandalkan kebebasan pers sehingga harus melabrak kode etik jurnalistik, itu sama sekali tidak  benar,” tegas Tokoh Pers itu ketika menjawab peserta Pendidikan Jurnalistik yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dan PWI Pangkep 26-27 Agustus 2023 di Gedung Dinas Pendidikan Pangkep, Sabtu (26/08/2023).

Membawakan materi “Teknik Penulisan Berita dan Feature” penyandang uji kompetensi wartawan utama Dewan Pers itu menegaskan, seorang wartawan harus menaati aturan operasinal pelaksanaan profesinya. Wartawan tidak boleh mengabaikan Kode Etik Jurnalistik yang menjadi rambu utama tugas jurnalistik dan mencoba berlindung dari UU No.40/1999 tentang Pokok Pers berkaitan dengan kebebasan pers, sehingga seenaknya menulis dengan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dia memberikan contoh, banyak wartawan selalu mengandalkan ‘hak jawab’ jika ada pemberitaan yang ditulis secara tidak berimbang (tidak ‘cover bothside’, konfirmasi).

Baca Juga : Obituari Hasyim Ado: Pernah Dibantingi Pistol

“Proses hak jawab itu terjadi apabila seorang wartawan sudah mengonfirmasi suatu informasi demi keberimbangan, tetapi narasumber tidak puas dengan informasi yang dikutip sang wartawan. Dalam konteks seperti inilah hak jawab itu bisa berlangsung atau berlaku,” ujar jurnalis dan penulis buku tersebut di depan sekitar 30 peserta pendidikan jurnalistik.

Selama ini, wartawan selalu menuntut hak jawab pada narasumber yang belum dikonfirmasi. Padahal, informasi yang diberitakannya tidak melalui proses konfirmasi. Dan, pemberitaan yang tanpa konfirmasi itu sudah melanggar Kode Etik Jurnalistik, yakni pasal 3 yang menuntut pentingnya “menguji konfirmasi”. yakni “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah”.

Sekretaris PWI Sulsel periode 1988-1993 ini mengingatkan, kekerasan terhadap wartawan selama ini diduga karena kesalahan wartawan itu sendiri yang tidak menurunkan berita secara berimbang. Dia memberikan contoh, kasus penembakan salah seorang pemimpin redaksi salah satu media daring di Sumatra Utara dua tahun silam. Dahlan telah mengambil secara acak lima berita yang ditulis media yang dipimpin almarhum wartawan  tersebut. Kelima berita tersebut merupakan berita control atau kritik yang sama sekali tidak disertai konfirmasi. Dua dari lima berita itu menyoroti kinerja aparat penegak hokum tanpa konfirmasi sama sekali. Bahkan, pada salah beritanya, atas opininya sendiri, media tersebut mendesak atasan pejabat penegak hukum memecat bawahannya.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (5-Habis)Wawancara Sambil Bermain Golf dengan Wapres

Pada pendidikan jurnalistik yang diikuti para guru SMP di Pangkep itu, Dahlan menegaskan, setiap wartawan yang hendak memperoleh informasi dari salah satu narasumber harus menjelaskan identitasnya. Hal itu sesuai dengan tuntutan Kode Perilaku Wartawan (lihat pasal 7), yakni “wartawan menunjukkan atau memperkenalkan diri kepada narasumber yang belum mengenalnya”. harus menempuh cara-cara yang benar dan profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Salah seorang peserta mengeluhkan banyak berita yang ditulis wartawan di media daring yang judulnya tidak sesuai dan tidak terdapat di dalam isi. Hanya judulnya saja menarik, tetapi setelah dicari di dalam isi berita tidak ada.

Menjawab pertanyaan peserta tersebut, Dahlan menjelaskan, judul berita memang harus menarik perhatian, tetapi harus tetap ada di dalam isi berita.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (4)Satu Malam, Bobol 4 Kantor BRI Unit

“Tidak boleh kalimat yang menarik tersebut hanya ada pada judul berita saja, tetapi harus tertuang di dalam batang tubuh isi berita,” ujar Wartawan Olahraga Kota Makassar tahun 2022 tersebut.

Seorang peserta lainnya mengeluhkan adanya wartawan yang juga membonceng kapasitasnya sebagai seorang anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam meliput berita. Dalam pemberitaannya pun guru kerap menjadi objek yang dirugikan. Dia memberi contoh, jika terjadi hukuman terhadap salah seorang anak didik, hanya pengaduan orang tua anak didik saja yang diberitakan, sementara penjelasan dari pihak guru tidak diikutkan dalam pemberitaan.

Menjelaskan kasus ini, akademisi Unhas ini mengatakan, pemberitaan yang sepihak seperti ini sudah melanggar kode etik jurnalistik berkaitan dengan keberimbangan. Sebelum sang wartawan mengonfirmasi demi kelengkapan pemberitaan tersebut, pihak yang dirugikan berhak mengadukan dengan menyampaikan somasi kepada wartawan dan media tersebut melalui Dewan Pers.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Oleh sebab itu, Dahlan menyarankan kepada para guru agar selalu selektif menerima oknum yang mengaku dirinya wartawan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah meminta identitas yang bersangkutan, termasuk media tempat dia bekerja.

“Sekarang ini banyak wartawan abal-abal, wartawan ‘muncul tanpa berita’ (muntaber), wartawan bodrex, dan lain-lain,” ujar pemandu materi Dahlan menimpali.

Pada akhir materinya, M.Dahlan Abubakar menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dan PWI Pangkep yang sudah berkolaborasi menggelar pendidikan jurnalistik yang penting ini. Kegiatan seperti ini bermanfaat bagi mencerahkan berbagai pihak, khususnya para guru yang sehari-hari berinteraksi dengan anak didik, agar tidak terjerumus pada kesalahan penggunaan media komunikasi yang ‘menyesatkan’.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

“Seharusnya kegiatan seperti ini  pada tingkat provinsi dapat dilakukan oleh PWI Sulsel yang diperuntukkan bagi para guru SMA dan sederajat,” kunci Dahlan Abubakar.

Kegiatan dua hari itu pada hari pertama, selain dibawakan Dr. H.M. Dahlan Abubakar, M.Hum juga diisi dengan mater.

“Pentingnya pendidikan literasi guna mencerdaskan anak bangsa, khususnya di Kabupaten Pangkep” dibawakan Dr.Sabrun Jamal, S.Pd., M.Pd (Kadis Dikbud Pangkep), Literasi Media Guna Mengatasi Dampak Negatif Media Sosial dibawakan Ir.H.Manaf Rahman (PWI Sulsel), Teknik Peliputan Berita H.Idcham Latief, S.H.,M.H.

Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak

Pada hari kedua, Ahad (27/8/2023) diisi dengan “Sejarah Pers dan UU Pers” (Drs.H.Bisman, M.Si), Aspek Hukum dan Etika dalam Jurnalistik ( Aco M. Paranrangi. S.Pd.,M.Pd., Teknik Wawancara (Syahrul Syaf), Kode Etik Jurnalistik (Hamsa Sampo), Ujian dan Praktik Pembuatan Berita (Suhidin, S.E. dan Syaifullah S.). (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646