REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin menyebut smelter Huadi Group di Kabupaten Bantaeng punya potensi ekonomi cukup besar jika mendapat support yang baik dari segi infrastruktur kelistrikan.
“Bulan lalu saya ke Bantaeng ini saya cek kawasan Industri Bantaeng, tapi mengalami kekurangan listrik. Saya sudah meminta PLN untuk pengembangan listrik untuk industri ini semua,” kata Bahtiar Baharuddin dalam keterangannya, Minggu (15/10/2023).
Potensi itulah menurut Bahtiar, yang butuh perhatian semua pihak. Terutama kebutuhan listrik, agar Huadi Group dapat menjadi industri pengolah nikel terbesar di Tanah Air.
Baca Juga : Yamaha Borong 8 Piala di Ajang Penghargaan Bergengsi GridOto Award 2024
“Ada Huadi di sana yang butuh 1.000 megawatt listrik, ini harus diolah dengan baik,” kata Bahtiar yang juga Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri tersebut.
Lebih lanjut Bahtiar menjelaskan, Huadi Group harus mendapat dukungan dalam berbagai hal karena produk perusahaan tersebut diekspor ke berbagai negara. Sehingga menopang pembangunan ekonomi dalam negeri.
Selain itu, Huadi Group merupakan satu-satunya industri pengolah nikel yang mayoritas sahamnya dimiliki pengusaha lokal.
Baca Juga : Operasikan 2.128 BTS, Jaringan Tri Makin Cepat dan Jangkau Pelosok Sulsel
“Karena ditopang oleh ekonomi ekspor, bagaimana pun kita tapi masih solid dengan teman-teman pelaku usaha. Jadi kalau mau maju secara ekonomi harus ada industri,” jelas Bahtiar.
Dia juga mendorong lembaga pendidikan untuk menyiapkan sumber daya manusia di sektor pengolahan nikel agar dapat terserap di Huadi Group Bantaeng.
“Sini (Sulsel) ada nikel di utara ini (Bantaeng), sarjana nikel di sini berapa. Saya mencari sarjana kimia atau nikel hampir tidak ada di Sulawesi Selatan ini. Ini yang perlu kira cek kurikulum kita ini,” demikian Bahtiar.
Baca Juga : PLN “Sinari” 18 Keluarga Pra Sejahtera Bantuan Listrik Gratis
Sejak beroperasi pada 2019 di Kawasan Industri Bantaeng, Smelter Huadi Group telah memproduksi feronikel dan kini bersiap mengekspor nikel sulfat sebagai bahan baku kendaraan listrik.
Dukungan Bahtiar Baharuddin ini juga tak lepas dari potensi dan kontribusi Huadi yang turut memberi dampak pada realisasi pajak daerah, khususnya pajak air tanah yang mengalami peningkatan cukup pesat dalam dua tahun terakhir di Kabupaten Bantaeng.
Data dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Bantaeng, realisasi pajak daerah dari target Rp53,2 miliar lebih, mampu terealisasi Rp52,9 miliar lebih atau mencapai 99,45 persen.
BPS juga merilis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng, meningkat hingga 15,45 persen untuk tahun 2022. Bantaeng berada di jejeran enam besar daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Lima daerah lainnya, yaitu Halmahera Tengah, Morowali Utara, Morowali, Sumbawa Barat dan Halmahera Selatan.
“Ini semua daerah tambang. Hanya Bantaeng yang tidak memiliki tambang,” kata Plt Kepala BPS Bantaeng, Mushawwir Arman.
BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sulsel pernah diraih oleh Kabupaten Luwu Timur pada 2010 dengan capaian 13,19 persen. Capaian ini terjadi berkat industri pertambangan yang ada di Sorowako.
Selain Luwu Timur, Kota Makassar pernah mencapai angka tertinggi laju pertumbuhan ekonomi sebesar 10,52 persen pada 2009 silam. Kabupaten Maros pada 2011 silam juga menyentuh 11,24 persen.
Sementara jika dilihat dari sisi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), ekonomi Bantaeng didorong oleh pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan, perikanan, perkebunan dan sektor industri.
“Sektor industri ini adalah sektor industri rumahan, UMKM dan industri makanan minum. Termasuk juga industri smelter,” papar Mushawwir.
Sementara itu, Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP), Lily D Candinegara dalam kesempatan lain meyakinkan kehadiran Huadi akan memberikan dampak terhadap masyarakat.
Dia menyebut bahwa ada gerakan ekonomi kerakyatan dari kehadiran Huadi. Pihaknya mendorong dan memberikan pembinaan agar masyarakat setempat mendirikan koperasi yang selanjutnya bisa bekerjasama untuk suplay kebutuhan ribuan karyawan.
“Jadi ada koperasi yang kita inisiasi tapi bukan kita yang bangun, artinya kita dukung bahwa koperasi harusnya ada buat warga yang tidak terakomodir sebagai karyawan di pabrik, karena koperasi ini diolah oleh yang istilahnya mereka juga punya usaha. Akhirnya itu jadi kerjasama kita juga,” ujarnya.
Pendirian koperasi ini kedepannya diharapkan tidak hanya men-suplay Huadi saja tapi juga perusahaan lain.
“For the next mungkin berpikir bahwa nanti jika ada perusahaan lain yang ada di industri silahkan bekerjasama dengan cara yang sama. Jadi kami berusaha membina sehingga mereka bisa mandiri,” tutupnya. (*)