REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Robot trading Fahrenheit memang sempat membuat heboh. Platform investasi ini diduga menipu korbannya hingga triliunan rupiah.
Polisi telah menerima 100 aduan terkait penipuan yang dilakukan robot trading tersebut. Artis Chris Ryan menjadi salah satu pihak yang melaporkan platform yang semula ia kira memiliki sistem trading asli.
Ia tak menyangka belakangan Fahrenheit masuk kategori investasi bodong. Chris menduga total kerugian korban mencapai Rp 5 triliun.
Baca Juga : Ini Tampang Dua Wanita Tersangka Investasi Bodong Double Dibbs, Raup Rp 19 Miliar Lebih
Diketahui Hendry Susanto (HS) menjabat sebagai direktur di PT FSP Akademi Pro, perusahaan yang mengelola robot trading Fahrenheit.
Sebelumnya Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis mengatakan, total pihaknya sudah mengamankan empat pelaku yakni D, ILJ, DBC, dan MF.
Kini HS, ditangkap dan langsung ditahan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
Baca Juga : Humas Polda Jawa Tengah Ingatkan Masyarakat Jangan Mudah Terjebak Investasi Bodong
Penangkapan dan penahanan HS dibenarkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan. “HS sudah ditangkap dan ditahan Bareskrim,” kata Whisnu, Rabu (23/03/2022).
Whisnu belum menjelaskan lebih lanjut perihal kronologi penangkapan dan peran dari HS dalam kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit ini. Hanya saja ia menyebut HS diamankan di wilayah Jakarta.
“Iya (ditangkap di Jakarta),” terangnya.
Baca Juga : Ivan Gunawan Diperiksa Kembali Oleh Bareskrim Polri Terkait Kasus Trading DNA Pro
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan satu pelaku lain bernama HS yang merupakan Direktur PT FSP Akademi Pro masih diburu polisi. Perusahaan tersebut berdiri sejak 2019 lalu sebagai pengelola dana korban investasi robot trading Fahrenheit, selasa (22/3)
Terkait kasus investasi bodong ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 28 Ayat 1 dan atau Pasal 45 Ayat 1 dan 2 dan atau Pasal 27 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, Para pelaku juga dijerat dengan Pasal 105 dan 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Dan Pasal 55 dan 56 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (*)