0%
logo header
Rabu, 06 Desember 2023 08:42

Kenali Pajak Poliklinik

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Kenali Pajak Poliklinik

Oleh: Dony Himawan (Penyuluh Pajak Ahli Madya) 

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Poliklinik adalah tempat layanan yang mempunyai tugas untuk melakukan pemeriksaan kepada pasien secara umum dengan melakukan diagnosis medis untuk mengetahui indikasi atau gejala yang diderita oleh pasien. Sebagai salah satu dari 5 (lima) jenis bisnis layanan kesehatan, yakni rumah sakit, praktik dokter pribadi, apotik dan laboratorium, poliklinik juga acapkali mengadakan kegiatan bakti sosial dalam rangka membantu masyarakat guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan. Poliklinik juga dapat memberikan rujukan rawat jalan atau rawat inap dengan memberikan surat tersebut ke rumah sakit.

Berbeda dengan rumah sakit yang merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan padat karya dan padat modal dengan organisasi yang unik dan kompleks, poliklinik biasanya menyediakan layanan kesehatan yang tidak memerlukan rawat inap, seperti pemeriksaan kesehatan, konsultasi dokter, dan tindakan medis ringan. Akan halnya wajib pajak lainnya, poliklinik memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh pihak manajemen/pengelolanya. Apa saja kewajiban perpajakan tersebut, berikut adalah penjelasannya.

  • Aspek Pajak Penghasilan (PPh)

Baca Juga : PPh Final UMKM 0.5% sesuai PP 55 Tahun 2022

Pada umumnya poliklinik berbentuk badan sehingga ia merupakan subyek pajak badan, sebagaimana diatur di Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Sebagai  subjek pajak, poliklinik swasta memiliki kewajiban pajak subyektif yaitu PPh badan. Pemilik poliklinik harus melakukan penghitungan PPh Pasal 25 terutang atas penghasilan bersih yang diperolehnya selama 1 (satu) tahun pajak atau periode akuntansinya, kemudian penyetoran dan pelaporan atas pajaknya melalui SPT Tahunan PPh.

Di samping itu, poliklinik tentu memiliki karyawan baik tetap maupun tidak tetap serta pengadaan jasa pihak ketiga berkenaan dengan jasa kebersihan (cleaning service) dan jasa keamanan (security) melalui out sourcing. Dengan demikian, kepada poliklinik juga melekat kewajiban pemotongan PPh atas penghasilan yang diberikan kepada para karyawan tersebut, termasuk kepada pihak ketiga berupa PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26 dan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final.

Pemotongan PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain baik karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap, meliputi dokter spesialis, dokter umum, perawat, apoteker, dan tenaga medis lainnya.

Baca Juga : Aspek Perpajakan atas Penyerahan Barang Kena Pajak ke Kawasan Berikat

Sedangkan PPh Pasal 23 berkenaan dengan penghasilan sehubungan dengan penggunaan modal, jasa, sewa, royalty, hadiah atau penghargaan dan penghasilan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, meliputi jasa kebersihan, jasa keamanan, jasa boga, dan lain-lain. Apabila pembayaran penghasilan diberikan kepada warga negara asing (WNA) atau badan usaha asing bukan merupakan objek PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 melainkan PPh Pasal 26.

Transaksi lainnya, berupa jasa konstruksi atas pembangunan gedung atau rehab bangunan, sewa tanah dan atau bangunan, misalnya untuk lahan parkir atau perluasan ruang untuk layanan, serta transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan objek pemotongan PPh pasal 4 ayat (2).

  • Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh

Adapun jangka penyetoran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan, dan pelaporan di tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak yang bersangkutan. Sedangkan PPh Pasal 29 yang merupakan pelunasan atas PPh Pasal 25 selama satu tahun pajak, paling lambat adalah akhir bulan ke-4 sejak berakhirnya tahun pajak atau sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.

Baca Juga : Golden Visa dan Pajak

Untuk PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan, dan pelaporan di tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak yang bersangkutan. Hal yang berlaku bagi PPh Pasal 22, Pasal 23/26 dan PPh Pasal 4 ayat (2) yang pelaporannya melalui SPT Masa Unifikasi, sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2021.

  • Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Melalui UU 7 Tahun2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP Pemerintah menghapus ketentuan Pasal 4A (3) huruf a, sehingga atas penyerahan jasa layanan kesehatan medis yang merupakan kegiatan utama poliklinik menjadi jasa kena pajak (JKP) atau objek PPN. Di sisi lain terdapat ketentuan baru di Pasal 16B (1A) huruf j angka 2.a angka 6 dalam katagori jasa pelayanan Kesehatan medis yang meliputi di antaranya jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratoriun kesehatan dan sanatorium. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka upaya pemerintah mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional dengan cara memasukkan jasa tersebut ke dalam kriteria PPN tetap terutang namun tidak dipungut.

Dengan kata lain, atas penyerahan jasa kesehatan medis tersebut dikenakan PPN dengan tarif 0% sehingga Pajak Masukan (PM) yang dibayar saat perolehan BKP/JKP yang terkait jasa pelayanan kesehatan medis dapat dikreditkan sebagaimana Pasal 16B ayat (2).

Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

Tentu saja hal ini berlaku bagi poliklinik yang jumlah peredaran usahanya dalam setahun telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah) yang mewajibkannya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau bagi wajib pajak yang memilih sebagai PKP walaupun peredaran usahanya belum melebihi Rp 4,8 M tersebut. Aadapun mekanisme pemenuhan kewajiban PPN dimulai dari saat pembuatan faktur pajak, penyetoran PPN dalam hal terdapat kurang bayar dan pelaporan SPT Masa PPN melalui sarana aplikasi e-faktur secara on-line paling lambat akhir bulan  berikutnya.

Adapun ruang lingkup jasa pelayanan kesehatan medis meliputi jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi, jasa dokter hewan,  jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, ahli fisioterapi, jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat, jasa poliklinik, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium, jasa psikolog dan psikiater, jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal, dan jasa kesehatan yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional.

Adakalanya suatu poliklinik juga memiliki instalasi farmasi/apotik yang melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien dan masyarakat umum. Penjualan/penyerahan obat-obatan oleh poliklinik yang tidak merupakan satu kesatuan dari tindakan medis/pengobatan diperlakukan sebagai penyerahan barang kena pajak yang terutang PPN.

Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

Di sisi lain, penyerahan obat-obatan oleh poliklinik diberikan kepada pasien rawat inap dan atau gawat darurat tidak dikenakan PPN apabila penyerahan tersebut merupakan satu kesatuan tindakan medis, termasuk jasa pelayanan poliklinik. Di luar lingkup tersebut, penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan dan masyarakat umum tetap terutang PPN oleh karena pihak yang menyerahkan dianggap bertindak sebagai pedagang eceran.

  • Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPN

PPN yang terutang berkenaan dengan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh poliklinik harus dipungut dan disetorkan paling lambat akhir bulan setelah berakhirnya masa pajak yang berkaitan setelah diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Demikian pula dengan kewajiban pelaporan pemungutan PPN wajib disampaikan paling lambat pada akhir bulan setelah berakhirnya masa pajak yang dilaporkan. Misalnya, pelaporan pemungutan PPN masa pajak Maret 2023 paling lambat disetorkan pada tanggal 30 April 2023 dan hal yang sama tentang batas akhir pelaporan SPT Masa PPN masa pajak Maret 2023 di tanggal 30 April 2023.

  • Aspek Pajak Lainnya

Kewajiban PPh dan PPN tersebut di atas berkenaan dengan kewenangan pemerintah pusat. Di sisi lain terdapat pungutan/pajak yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Pajak daerah yang potensial diterapkan terhadap kegiatan poliklinik meliputi pajak reklame, pajak kendaraan bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan (sektor P2), bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, biaya perijinan, retribusi kebersihan, dan lain sebagainya sesuai dengan kondisi poliklinik dan regulasi pemerintah daerah setempat. Seluruh beban pajak daerah dan atau retribusi ini dalam penghitungan besarnya penghasilan kena pajak (objek PPh) dapat dibebankan sebagai biaya atau sebagai pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

Ketentuan lainnya berkenaan dengan aspek legalitas dokumen yang memiliki nilai keuangan atau aspek hukum, seperti pembuatan kuitansi pembayaran yang mencantumkan nilai lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) harus dibubuhi meterai dengan bea sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Bea meteri ini juga terhutang atas dokumen yang menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata atau dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebelum dilakukan penandatanganan oleh pihak yang berkepentingan.

*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646