0%
logo header
Rabu, 02 Oktober 2019 22:24

OPINI: Moncong Putih Dalam Pusaran Kekuasaan di Kabupaten Buton Tengah

OPINI: Moncong Putih Dalam Pusaran Kekuasaan di Kabupaten Buton Tengah

Oleh: Komeyni Rusba (Mahasiswa S-3 FISIP Universitas Padjadjaran)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, – Selasa, 1 Oktober 2019 merupakan hari pelantikan 25 anggota DPRD Kabupaten Buton Tengah, PDI Perjuangan mempunyai 8 kursi atau 32% dari total 25 kursi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga penyerap dan penyaring aspirasi masyarakat lokal sekaligus mitra pemerintah juga diharapkan mampu membangun kerja sama secara sinergi dengan pemerintah daerah dalam mengelola dinamika dan menjaga stabilitas daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi lembaga politik merupakan fakta nyata dalam kodisi demokrasi politik daerah dan justru menjadikan DPRD sebagai permainan politik yang menyenangkan. Kegembiraan ini sangat layak direnungkan oleh simpatisan wakil rakyat yang duduk di kursih empuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD adalah lembaga legislatif yang memiliki tiga fungsi, yaitu : fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan.

Basis Kepentingan;
Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kabupaten Buton Tengah dalam pemilihan legislatif pada tanggal 17 April 2019 yang lalu memperlihatkan arus baru dalam peta perpolitikan Daerah Kabupaten Buton Tengah. Partai ini sangat berbeda dengan konteks lokal Kabupaten Buton Tengah yang mempunyai basis pengikut yang komitmen. Di antara semua partai politik yang mendudukan wakil rakyatnya di DPRD Kabupaten Buton Tengah adalah komitmen basis individual anggota DPRD yang terpilih, bukan basis ideologis partai. Jebloknya suara Partai Amanat Nasional (PAN) di Kabupaten Buton Tengah tentu disebabkan karena pengaruh langsung maupun tidak langsung dari sang Anggota DPRD terhadap masyarakat atau konstituennya itu sendiri. Apatisme politik masyarakat atau konstituen Partai Amanat Nasional (PAN) yang dulu pada pemilihan legislatif Tahun 2014 memilih Partai Amanat Nasional (PAN), tetapi pada pemilihan 2019 tidak memilih Partai Amanat Nasional (PAN) sehingga suara Partai Amanat Nasional (PAN) di Buton Tengah tergerus. Partai Politik memang didirikan sebagai sarana artikulasi kepentingan. Oleh karena itu tidak ada satupun partai politik yang tidak menyuarakan kepentingannya. Partai politik dengan ideologi dan asas apapun hakikatnya sama yaitu sebagai sarana untuk melakukan political pressure didalam sistem yang dilakukan untuk mencapai kepentingannya.

Baca Juga : Tumbuh Positif, Pertumbuhan Ekonomi Gowa 2023 Capai 5,82 Persen

Budaya konsolidasi penguatan lokal PDI Perjuangan di Kabupaten Buton Tengah

Pusaran kekuasaan secara komprehensif menggambarkan bahwa masyarakat Buton Tengah masih menggunakan nilai lokal dalam proses kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menjadi suatu sisi yang harus dipenuhi dan menjadi kekuatan baru dalam konsolidasi partai, budaya politik lokal daerah memiliki karakteristik berbeda-beda, perbedaan budaya politik lokal daerah ditentukan perjalanan hidup dari berbagai dinamika lokal.

Abriel Almond mengklasifikasikan budaya politik yaitu pertama budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya, tingkat pendidikan relatif rendah). Kedua budaya politik kaula (subject political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif. Ketiga budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Berdasarkan kalsifikasi budaya politik yang di sampaikan oleh Abriel Almond Penulis barasumsi bahwa Buton Tengah ada pada participant political culture. Kabupaten Buton Tengah memiliki kompetensi politik yang tinggi, di mana warga masyarakat Buton Tengah mampu memberikan evaluasi terhadap politik yang baru saja selesai di emban oleh Wakil Rakyatnya dalam hal ini Anggota DPRD Buton Tengah Periode 2014-2019.

Baca Juga : Libur Nasional, Showroom Kalla Kars Tetap Buka dan Siapkan Program Servis Gratis

Konsolidasi politik PDI Perjuangan Kabupaten Buton Tengah dalam era otonomi daerah, Kabupaten Buton Tengah pasca Kabupaten Buton Tengah menjadi daerah otonomi baru (DOB) pada tahun 2014. Maka PDI Perjuangan Kabupaten Buton Tengah mengalami kemajuan secara mandiri maupun politik: Pertama, memenangkan pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017 dan yang berjalan secara demokratis. Kedua Mengantarkan 8 kursi anggota DPRD Buton Tengah pada pemilihan umum demokratis 17 April 2019 yang menghasilkan para anggota DRPR periode 2019-2024. Ketiga, PDI Perjuangan membangun kondusifitas berjalannya sistem kepartaian di tingkat daerah sebagai sendi proses pelembagaan demokrasi.

Tantangan kedepan yang harus dihadapi PDI Perjuangan Kabupaten Buton Tengah adalah Apakah kurun waktu 3 tahun mendatang dalam pembangunan politik adalah menjaga proses konsolidasi politik secara berkelanjutan dimasyarakat?.
Selanjutnya PDI Perjuangan Buton Tengah dalam menjaga momentum politik 2024 nanti, tantangan yang akan dihadapi adalah Apakah berani melaksanakan reformasi struktur di Pemerintah Kabupaten Buton tengah?

Tantangan selanjutnya yang dihadapi PDI Perjuangan Kabupaten Buton Tengah adalah apakah mampu menjaga konsolidasi demokrasi politik lokal untuk menyepakati pentingnya Peraturan Daerah (PERDA) sebagai suatu kebijakan yang PRO Rakyat Buton Tengah.

Baca Juga : DPMP-PTSP Gowa Catat Jumlah Pengunjung MPP Capai 8.000 Orang

Sehingga dapat menyempurnakan proses politik dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi lokal Buton Tengah dapat berjalan bersamaan dan berkelanjutan sampai tahun 2022 dengan partai pengusung SAMATAU Tahun 2017. Sehingga sasaran tercapainya demokrasi politik lokal yang di amanahkan oleh PDIP Perjuangan dan partai pengusung SAMATAU tahun 2017 masih bersifat prosedural dan substansial dapat tercapai sampai tahun 2022.

Konsolidasi politik memerlukan dukungan seluruh masyarakat Buton Tengah yang bersatu padu dalam menuju daerah yang sejahtera. Tantangan utamanya adalah meneguhkan kembali makna penting persatuan antar kecamatan dengan memperhatikan berbagai keaneragaman latar belakang dan kondisi. Hal itu meliputi keadilan sosial, serta sensitif politik yang belum tuntas penyelesaiannya di tingkat lokal daerah. Tantangan lain dalam melaksanakan konsolidasi politik adalah melaksanakan rekonsiliasi lokal untuk menyelesaikan dan menuntaskan persoalan-persoalan yang masih mengganjal antar pendukung SAMATAU, seperti tindakan-tindakan kejahatan politik yang dilakukan atas nama Pemerintah Daerah.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646