0%
logo header
Rabu, 22 Mei 2024 17:34

Bungkam Kebebasan Pers, Komunitas Wartawan Daerah Papua Selatan Tolak Revisi RUU Penyiaran

M. Imran Syam
Editor : M. Imran Syam
Ketua Komunitas Wartawan Daerah Papua Selatan, Emanuel Riberu (kanan) didampingi Jurnalis Senior Hendrikus Petrus (kiri) memberikan keterangan Pers. (Foto: KWD PPS)
Ketua Komunitas Wartawan Daerah Papua Selatan, Emanuel Riberu (kanan) didampingi Jurnalis Senior Hendrikus Petrus (kiri) memberikan keterangan Pers. (Foto: KWD PPS)

REPUBLIKNESWS.CO.ID, MERAUKE — Komunitas Wartawan Daerah (KWD) Provinsi Papua Selatan menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang kini digodok Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Penolakan itu dikarenakan dalam revisi RUU tersebut memuat sejumlah pasal kontroversi yang mengancam dan membungkam kemerdekaan Pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Ketua Komunitas Wartawan Daerah (KWD) Papua Selatan, Emanuel Riberu mengatakan, pasal-pasal kontroversi dalam RUU tersebut dapat mematikan kemerdekaan Pers. DPR RI seharusnya menjadikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai rujukan utama dalam penyusunan pasal yang mengatur penyiaran karya jurnalistik.

Baca Juga : Kejari Merauke Sidik Perkara Dugaan Tipikor Pembangunan Lanjutan Kantor Bupati Baru Boven Digoel

“Jika RUU ini disahkan menjadi UU, lembaga penyiaran akan menjadi wahana legislatif memainkan perannya menekan jurnalis. Ini menjadi ancaman terhadap demokrasi dan kemerdekaan Pers,” kata Emanuel Riberu di RKD Kàfe Merauke, Selasa (21/05/2024).

Dia menyebutkan, ada sejumlah pasal yang merugikan insan Pers diantaranya,  pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi, begitu pula pasal 50B ayat (2) huruf K, pasal 8A ayat (1) huruf Q, dan Pasal 51 E.

“Harus diketahui bahwa, jurnalisme investigasi itu bagian dari kerja-kerja jurnalistik atau insan pers, sehingga kami sangat menentang dengan adanya rancangan Undang-Undang tersebut,” ujarnya.

Baca Juga : Rumah Perjuangan Paslon Bupati Hendrik-Riduwan di Distrik Kurik Merauke Diresmikan

“Liputan investigasi adalah hal penting bagi jurnalis sebagai fungsi kontrol terhadap pemerintah maupun swasta,” sambungnya.

Selain itu, lanjut Emanuel, ada pula pasal 8A ayat (1) huruf Q berbunyi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.

“Namun dalam peraturan Undang-Undang Pers yang berhak menyelesaikan sengketa Pers adalah Dewan Pers, rancangan UU itu berdampak akan memberanguskan kerja-kerja investigasi pekerja Pers dalam menyampaikan laporan kebenaran atas temuan liputannya,” ucapnya.

Baca Juga : Plat Kendaraan Bermotor di Papua Selatan Resmi Berganti dari PA ke PS

Pria berdarah Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menilai, jika RUU tersebut ditetapkan, sama halnya pemerintah mengekang kebebasan jurnalis di Indonesia dan mengangkangi Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Hal senada juga disampaikan wartawan Senior Papua Selatan, Hendrikus Petrus Resi. Dia mengatakan, pasca reformasi kehadiran Pers menjadi salah satu pilar demokrasi, termasuk memberikan kemerdekaan pers tanpa harus dibredel.

“Bila RUU itu disahkan sama saja kebenaran dibungkam. Sebab tidak ada dasar yang jelas bagi DPR melakukan pelarangan terhadap media menayangkan atau menyiarkan konten eksklusif jurnalisme investigasi, selain itu akan menyebabkan tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara KPI dan Dewan Pers,” ucapya.

Baca Juga : Sekda Papua Selatan Tegaskan Pejabat Pemprov Wajib Mundur Jika Maju Calon Kepala Daerah

Dia menyebutkan ada dua pasal tersebut yaitu pasal 50 B ayat (2) poin C yang mengatur pelarangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi dan pasal 8A poin Q yang mengatur tentang sengketa jurnalistik.

“Namun anehnya, pada konsideran draf RUU Penyiaran sama sekali tidak mencantumkan Undang-Undang Pers. Oleh karena itu kita mendesak agar pasal kontroversi itu harus dihapus,” tegasnya.

Dia menduga ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman terhadap kebebasan Pers terutama melakukan investigasi jurnalistik. Penayang hasil investigasi mungkin bakal membongkar keborokan dalam sebuah sistem.

Baca Juga : Sekda Papua Selatan Tegaskan Pejabat Pemprov Wajib Mundur Jika Maju Calon Kepala Daerah

“Ada yang toxic terhadap kebebasan pers, kita belum tahu siapa yang memasukkan pasal-pasal yang merenggut kemerdekaan pers, upaya merenggut kemerdekaan pers sudah berlangsung sejak 2007, upaya tersebut terus berlangsung hingga RUU KUHP tahun 2024,” tandasnya. (*)

Penulis : Hendrik Resi
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646