REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Jika persoalan emansipasi yang diperjuangkan Raden Adjeng Kartini menjadi ukuran setaranya pemerolehan hak dan peran yang sama antara perempuan dengan pria, maka urusannya sudah selesai. Namun saat ini, perempuan belum selesai dengan masalah domestiknya sendiri dihubungkan dengan peran gandanya di ruang-ruang publik.
“Persoalannya sekarang, dalam bidang politik perempuan secara konstitutisional memperoleh kuota 30%, tetapi dalam urusan domestiknya, perempuan masih belum selesai,” ujar tokoh pers Dr. H.M. Dahlan Abubakar, M.Hum, ketika membuka Dialog Keperempuanan dengan tema “Terpenjaranya Peran Perempuan dalam Dogma Sosial” di Warkop Patajai, Samata Gowa, yang digelar Ikatan Mahasiswa Parado (Impar) Bima Makassar, Sabtu (11/03/2023) malam.
Dialog yang dikemas Ikatan Mahasiswa Parado (Impar) Bima NTB tersebut juga menampilkan pembicara Suci Rahmayani dan Andfi Tenri Chandradewi dengan moderator Mardatun Nisa Isnaeni. Memberikan sambutan pada pembukaan adalah Ketua Panitia Dialog Dewi Sartika, Ketua Impar Bahry Naufal, Ketua MPM Yulia Kartika, dan Ketua Dewan Penasihat Organisasi (DPO) Chairuddin, dihadiri puluhan peserta yang mayoritas perempuan.
Baca Juga : Andi Aderus: Israk Mikraj dan Quran, Mukjizat Nabi Bagi Umat Islam
M.Dahlan Abubakar yang juga pembina Impar Bima Makassar itu mengatakan, di kekinian kita masih miris membaca berita di berbagai media tentang kekerasan terhadap perempuan. Masalah pelecehan, masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDTR), dan terkini adalah masalah pem-bully-an (penganiayaan) terhadap perempuan secara daring di ruang media sosial.
“Inilah masalah-masalah pengiring yang membuat persoalan perempuan itu tidak pernah selesai. Jika ukuran persamaan hak perempuan dengan pria adalah masalah posisi dan kesempatan berkiprah, maka masalah perempuan Indonesia sudah selesai. Perempuan Indonesia pernah menjadi presiden, jabatan yang tertinggi di dalam suatu negara. Tetapi bukan itu persoalannya, perempuan masih tetap dihantui oleh dogma sosial, kepercayaan dan doktrin masyarakat terhadap perempuan dalam suatu masyarakat tradisional,” ujar Dahlan.
Pemimpin Redaksi Republiknews.co.id itu mengatakan, digma sosial ini sebenarnya sudah bergeser dan berubah, terutama pada kaum perempuan perkotaan. Jika di Bima dulu, perempuan tidak boleh keluar rumah jika pada malam hari, tetapi saat ini di kota-kota besar, perempuan Bima bebas mengikuti kegiatan di luar rumah. Hal ini disebabkan oleh perubahan dogma yang terjadi pada masyarakat perkotaan dibandingkan yang berlaku pada masyarakat perdesaan.
Baca Juga : Kealpaan “Why-How” dalam Kasus Pembunuhan Berencana FS (Refleksi Hari Pers Nasional 2023)
“Meskipun perempuan sudah mengalami perubahan peran di lingkungan sosialnya, tetapi tetap harus menjaga etika dan norma pergaulan. Ditingkahi perkembangan media sosial yang tidak memiliki etika, apa pun perbuatan yang menyimpang dilakukan perempuan, tidak ada yang bisa lepas dari sorotan media sosial,” ujar penerima penghargaan Wartawan Olahraga Makassar tahun 2022 tersebut.
Suci Rahmayani dalam paparannya mengatakan, berbicara mengenai perempuan adalah menyoal masalah manusia. Meskipun perempuan bersyukur dengan kuota 30% peran dalam politik, tetapi bukan itu persoalannya. Pada masa lalu perempuan menjadi tolok ukur dari baiknya kehidupan suatu negara. Dulu dalam masyarakat tradisional berkembang masyarakat “matrialhat” yang kemudian berubah menjadi masyarakat “patrialhat” masyarakat yang berbasis dari pihak pria.
“Tetapi itulah stereotipe yang terjadi dari dulu hingga kini. Jadi, perempuan itu dilemahkan oleh sistem yang terjadi di ruang-ruang publik” ujar Suci Rahmayani.
Baca Juga : Prof Asmuddin Natsir: Limbah Tanaman Jadi Sumber Pakan Utama Ternak
Andi Tenri Chandradewi mengatakan, kaum perempuan sebenarnya hanya menginginkan ekualitas, kesamaan hak dengan pria di ruang-ruang publik.
“Dalam hal upah saja, nilai upah pria jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan. Padahal, beban kerjanya sama. Ini adalah suatu ketimpangan yang tidak perlu terjadi. Perempuan sebenarnya hanya ingin memperoleh ekualitas, kesamaan status,” ujar Andi Tenri. Chandradewi dalam dialog yang tuntas menjelang tengah malam tersebut.