REPUBLIKNEWS.CO.ID, WAKATOBI — Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, tidak hanya dikenal dengan eksotis daya tarik wisata alamnya. Namun pemilik nama “Daerah Kepulauan Tukang Besi” ini juga kaya akan tradisi kearifan lokal yang dinilai mampu menggerakkan sektor unggulan pariwisata daerah. Kabho’a salah satunya.
Kabho’a merupakan proses menangkap ikan dengan cara tradisional yang turun temurun menjadi startegi berburu secara massal oleh masyarakat Pulau Kapota, Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Kegiatan ini dilakoni oleh para pria dewasa secara berkelompok atau melibatkan banyak orang.
Menangkap ikan dengan cara ini terbilang unik. Kabho’a tidak menggunakan alat moderen seperti jaring namun kekompakan kelompok. Warga yang terlibat dalam kegiatan Kabho’a akan mengelabuhi ikan dengan cara membentuk lingkaran di dalam air laut atau pagar betis.
Baca Juga : Srikandi Tangguh PLN Lalui Segala Tantangan Wujudkan Listrik Berkeadilan di Sulselrabar
Tradisi Kabho’a cara menangkap ikan ramah lingkungan sebab perlengkapan tradisional seperti Sarampa dalam bahasa lokal (tombak), potongan bambu dan parang menjadi peralatan untuk berburu ikan.
Namun seiring perkembangan zaman, masyarakat Kapota mulai meninggalkan kebiasaan menangkap ikan Kabho’a. Kini Kabho’a tidak pernah dilakukan lagi karena tidak ada regenerasi pemimpin.
Sehingga untuk tetap melestarikan tradisi Kabho’a, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) XIX wilayah Makassar bekerjasama dengan Tokoh Pemerhati Kebudayaan Kapota dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wakatobi menggelar Workshop Kebudayaan bertema Kabho’a: Tradisi dan Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Wakatobi, Sabtu (09/09/2023).
Baca Juga : Safari Ramadan di Pulau Tomia, Bupati Haliana Serahkan Bantuan Pembangunan Masjid Ratusan Juta
Acara yang berlangsung di Aula Pertemuan Desa Kapota Utara ini berlangsung cukup baik dengan melibatkan para pihak diantaranya Pemerintah Desa di Pulau Kapota, Kepala Sekolah SD dan SMP, Ketua adat (meantu’u) Kapota, Anggota Sara Kapota, Karang Taruna serta masyarakat pelaku Kabho’a.
Mewakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Wakatobi, Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Rajib Alzsan, membuka workshop kebudayaan ini. Dikbud Wakatobi kata dia, memberikan apresiasi acara ini karena merupakan langkah positif untuk menjaga kelestarian nilai budaya daerah khususnya di Kapota.
“Kalau kita tidak lakukan langkah antisipasi sejak dini kemungkinan kebudayaan-kebudayaan di kampung kita lama kelamaan akan pudar bahkan akan hilang ditengah gempuran pengaruh budaya dari luar lewat media sosial ataupun televisi,” jelas Rajib Alzasan.
Baca Juga : Gandeng Baznas, Bupati Haliana Serahkan Bantu Beras Kepada Lansia di Pulau Tomia
Ia berharap agar masyarakat peduli dengan lingkungan dengan tidak menggunakan pahan peledak dan racun dalam menangkap ikan serta tidak membuang sampah sembarang agar lingkungan tetap sehat dan bersih.
Perwakilan BPK IXI Makassar, Firman, S.Kom menyampaikan agar tradisi dan budaya yang ada di Wakatobi khususnya di Pulau Kapota diidentifikasi. Dijaga dan dilestarikan untuk generasi ke depannya. “Karena Wakatobi cukup terkenal dengan wisatanya, dan budaya Kabho’a ini merupakan suatu aset dalam pengembangan pariwisata,” pintanya.
Pemerhati kebudayaan Pulau Kapota Nasrun, S.Pd., M.Sc sekaligus pelaksana kegiatan mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan program fasilitasi Pemajuan Kebudayaan 2023 dari BPK Wilayah XIX, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI. Workshop kebudayaan ini merupakan upaya bersama agar tradisi Kabho’a tidak hilang ditengah Masyarakat sehingga kelestariannya tetap terjaga.
Baca Juga : Loka POM Kota Baubau Awasi Makanan Kemasan di Wakatobi
Pun Kabho’a diharapkan menjadi salah satu daya tarik wisata Kabupaten Wakatobi.
Ia mengharapkan tradisi dan kearifan lokal Kabho’a dapat terakomodir dalam kurikulum muatan lokal, minimal menjadi bahan materi pembelajaran sehingga para tenaga pengajar mulai memperkenalkan sejak dini tradisi Kabho’a kepada peserta didik mereka di kelas.
“Yang paling penting kenapa kami mengundang stakeholder dari tenaga pengajar di sekolah, harapannya dari guru-guru lah yang akan membantu mentransfer ilmu kepada anak didiknya bahwa ternyata ada tradisi Kabho’a di kampung tercinta, Pulau Kapota Wakatobi,” tutupnya. (*)