REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Bagian akhir tulisan ini bukan cerita dalam temu kangen itu sebenarnya, tetapi sekadar bumbu tambahan untuk menambahkan sisi lain silaturahim saya dengan Asmawi yang tidak pernah pudar. Di dalam buku autobiografi saya berjudul “Lorong Waktu” (Penerbit Phinatama Media, 2021), Asmawi Syam sempat menoreh kesannya. Selengkapnya:
“Saya mengenal Pak MDA sebagai sosok yang sangat mencintai dunianya “jurnalisme”, sejak menapakkan kaki di kampus sebagai mahasiswa, sampai dengan saat ini secara totalitas ditekuninya. Diawali ikut membesarkan koran kampus “Identitas” sampai berkiprah di koran “Pedoman Rakyat.”
Secara personal kami berdua sangat dekat sebagai aktivis kampus. Pak MDA bergaulnya luas, sahabatnya banyak, dan merawat persahabatan dengan prinsip friendship for life. Itulah kekuatannya yang selalu dijunjung tinggi. Jika ada perbedaan tidak mengganggu persahabatan. Kami bersahabat sampai saat ini, tidak hanya saya tapi juga dengan Istri saya yang juga aktivis Kampus. Bahkan keduanya sama-sama diwisuda di Aula Fakultas Kedokteran Unhas pada awal tahun 1981.
Pak MDA sangat care dengan sahabat. Hal lain yang mengesankan Pak MDA memiliki kepribadian yang cool, membawa suasana teduh baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam berbagai interaksi kemahasiswaan dan forum-forum diskusi. Suasananya selalu damai. Menghargai persamaan dan perbedaan.
Meskipun kami memilki profesi yang berbeda, Pak MDA sebagai jurnalis profesioanal, saya bankir profesional, tidak membuat kami sulit menemukan persamaan dalam berbagai dialog. Harapannya be your self because that is your strength”.
Baca Juga : Obituari Hasyim Ado: Pernah Dibantingi Pistol
Hubungan silaturahim saya dengan Asmawi terjalin sejak mahasiswa. Kita sama-sama aktivis. Bedanya, dia aktivis organisasi kemahasiswaan dan aktivis pers kampus. Posisi yang berbeda ini selalu membuka ruang kami selalu berkomunikasi. Posisi saya ini membuat nyaris tidak ada aktivis angkatannya yang saya tidak kenal dan sebaliknya.
Setelah barkarier di BRI, saya boleh disebut kerap bertemu dengan sobat Asmawi Syam. Termasuk ketika menjabat Pemimpin BRI Cabang Somba Opu, saat dia mengubah pemandangan di Pantai Losari dengan bantuan gerobak penjual pisang epek berlabel BRI.
Ketika saya meliput PSM di Surabaya pada tahun 1990-an, kebetulan Asmawi sedang bertugas di Kota Pahlawan tersebut. Mumpung tidak ada kegiatan pagi, hari Ahad pula, saya dengan almarhum Syarif Usman (TVRI), mengontaknya. Mungkin juga lagi tidak ada acara, kami berdua pun dijemput dengan mengemudi sendiri mobilnya. Tujuan kami adalah sebuah lapangan golf. Kami tidak bermain golf di sini, hanya bersantap siang. Setelah itu kami diantar ke Hotel tempat menginap.
Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (4)Satu Malam, Bobol 4 Kantor BRI Unit
Setelah itu, pertemuan kami biasanya di Jakarta saat saya belum purnabakti dan ada tugas ke ibu kota. Pernah sekali waktu, tahun 2015, tidak lama setelah terpilih sebagai Direktur Utama Bank BRI, saya mengirim pesan ucapan selamat atas jabatan puncak yang diembannya di Bank tempat dia berkarier dari staf itu. Saya kebetulan sedang di Jakarta bersama putra pertama, Haryadi, dan rekan Basuki Hariyanto, penata letak buku-buku yang saya tulis.
“Selamat yang hangat atas jabatan barunya, Dirut Bank BRI,” pesan saya melalui WA dari kediaman sepupu, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. di Jl. Matraman Dalam Jakarta Pusat, kemudian memberi tahu saya kebetulan sedang di Jakarta.
“Oh..ya. Saya tunggu di kantor setelah salat Jumat,” Pak Asmawi membalas.
Saya pun memberi tahu ‘rombongan kecil’ saya perihal balasan pesan tersebut.
Kami pun meluncur menggunakan taksi ke Menara BRI yang menjulang tinggi di Jl. Sudirman.
Tiba di gedung puluhan tingkat itu, kami bertanya kepada Satpam yang berjaga perihal tujuan kami. Dari gesturnya, Satpam sepertinya tidak percaya kalau kami merupakan tamu bosnya. Mungkin melihat penampilan kami yang tidak mengenakan jas atau dasi. Lantaran habis pulang salat Jumat bahkan Heri, putra saya, masih mengenakan baju kaos.
Melihat bahasa tubuhnya yang cuek, saya pun langsung menelepon Asmawi dan memberi tahu posisi dengan telepon dalam posisi “speaker’ (suaranya dibesarkan).
“Langsung saja ke lantai..,” Asmawi meminta kami menuju lantai yang dimaksud.
“Ini suaranya Pak Dirut yang meminta kami ke tempat beliau,” saya memberi tahu Satpam.
“Siap..,” Satpam itu langsung dalam posisi siap dan membuka serta menekan tombol nomor lantai tujuan kami.
Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (3)Dari Staf ke Posisi Puncak
Kebetulan saat itu Asmawi baru saja kembali dari menunaikan salat Jumat dan belum ada tamu. Kami mungkin boleh jadi, tamu pertama yang bertandang ke ruangannya setelah salat Jumat. Saya pun menyampaikan selamat atas jabatan puncak yang dipangkunya, setelah merintis karier dari bawah.
Setelah beberapa menit menikmati minuman ringan di Menara BRI Jakarta, kami mohon diri karena paham akan kesibukan seorang pejabat puncak bank yang pertama kali berdiri di Purwokerto 16 Desember 1895 tersebut. Asmawi menyelipkan biaya taksi kami kembali ke penginapan.
Setelah pertemuan itu, setahun kemudian, tepatnya 2 Juli 2016, saya diajak adik sepupu Hamdan Zoelva menemaninya bermain golf. Saya sudah tiga empat kali diajak ke lapangan golf, tetapi hanya menjadi penonton. Namun kali ini justru kesempatan yang saya tunggu-tunggu karena salah seorang teman satu grup permainan Hamdan selain Pak Jusuf Kalla (JK) yang saat itu baru dua tahun menjabat wakil presiden untuk kedua kalinya, ada Asmawi Syam. Kebetulan saya memerlukan komentarnya berkaitan dengan sosok Ahmad Amiruddin yang menjadi guru dan ayah ideologinya bersama para aktivis mahasiswa Unhas lain pada masanya.
Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (2)Tiga ‘Jimat’ yang Buat ‘Survive’
Untuk memperoleh informasi dari Pak Asmawi, saya harus ikut berjalan dari ‘hole’ ke ‘hole’. Saya terus mepet ke Pak Asmawi yang berjalan bederetan dengan Pak JK. Pemandangan ini menarik perhatian dua orang personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) yang mengawal Pak JK selama permainan golf.
“Bapak dari Palang Merah, ya,” tanya anggota Paspampres pertama.
“Oh..bukan. Saya teman dari Pak Asmawi, Pak Hamdan, dan juga tim media Pak JK ketika berpasangan dengan Pak SBY tahun 2004,” jawab saya.
Anggota Paspampres itu pun maklum dan menjauh dari saya. Belum lama lagi berjalan, seorang personel Paspampres lainnya merapat ke dekat saya dan mengajukan pertanyaan yang sama. Saya pun memberikan jawaban yang sama dengan personel pertama. Setelah itu tidak terjadi tanya-tanya lagi hingga usai permainan golf menjelang magrib, ernyata selama permainan golf berlangsung, Pak JK juga rupanya bertanya-tanya tentang kehadiran saya.
“Kenapa Dahlan itu hanya jalan-jalan saja mengikuti orang yang main golf,” tanya Pak JK, seperti diungkapkan Pak Asmawi kepada saya.
“Oh..dia mewawancarai saya selama kita bermain Pak JK,” jawab Pak Asmawi.
Usai bermain golf, kami bersih-bersih di ruang ganti dan kamar mandi Lapangan Golf Senayan. Dari lapangan golf kami langsung ke kantor Wakil Presiden untuk menghadiri acara buka puasa Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unhas yang kebetulan waktu itu Pak JK menjabat ketua umum. Karena saya tidak berpakaian gamis, Pak Asmawi memberikan saya pakaian gamis putih lengan panjang untuk mengganti pakaian kasual yang saya pakai selama ikut mendampingi para pemain golf. Pakaian itu hingga kini tetap saya pakai saat salat di masjid.
Setelah itu, pada tahun 2017 saya ke Jakarta lagi. Kali ini masih berkaitan dengan wawancara narasumber untuk edisi revisi buku Pak Amiruddin yang sampai saat ini belum juga terbit. Saya pun mengontak Pak Asmawi untuk kelengkapan informasi yang diberikan ketika di lapangan golf. Kami berjanji bertemu di salah satu mal, jika tidak salah Sarinah Jl. Thamrin Jakarta. Saya diantar rekan Makhfud Sappe, Pemred Majalah LION MAG. Kami sempat minum kopi bertiga, kemudian Makhfud minta pamit karena ada keperluannya.
Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (2)Tiga ‘Jimat’ yang Buat ‘Survive’
Saya diajak Asmawi menuju lantai puncak Sarinah. Ceritanya melihat toko buku, tetapi nyasar di toko pakaian. Seingat saya, ada yang dibeli waktu itu. Kalau tidak, satu stelan jas. Setelah itu, saya diantar ke salah satu hotel di dekat Pasar Minggu, yang dipilihkan rekan Lexi Mailoa, sponsor perjalanan saya saat itu.
Terakhir, saat peluncuran buku “Leadership in Practice” Selasa 8 Oktober 2019 di Ball Room Hotel JS Luwansa Jl. H.R.Rasuna Said Jakarta Selatan. Buku itu ditulis tandem dengan Prof.Dr.Rhenald Kasali, guru besar dan pakar Manajemen.
Peluncuran yang dimulai pukul 14.00 WIB tersebut dihadiri Wakil Presiden M.Jusuf Kalla yang juga ikut memberikan testimoni di dalam buku tersebut. Buku setebal lebih dari 338 halaman tersebut berisi 35 bab yang terdiri atas pumpunan bab “SPORTIVE LEADERSHIP, TRANSFORMER, VISIONARY, CREATIVITY, INTEGRITY, DETERMINATION, ROYALTY AND RESPONSIBILITY, PROBLEM SOLVER” yang sarat dengan pesan edukatif, kepemimpinan, integritas, kreativitas, visi, sportif, tanggung jawab, transformatif, dan perubahan.
Baca Juga : Mantan Dirut BRI Temu Kangen: (2)Tiga ‘Jimat’ yang Buat ‘Survive’
Mendiang Presiden RI B.J.Habibie, Wakil Presiden M.Jusuf Kalla, Menteri BUMN Rini M.Soemarmo, Dirut Bank BRI (1993-2000) Prof.Dr.Djokosantoso Moeljono dan (2019) Rektor Universitas Muhammadiyah Solo (UMS), dan Prof.Dr.Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia – UIII, ikut memberikan testimoni dalam buku tersebut.
Saya merevisi buku tersebut dengan memilih konten yang sedikit “kocak dan+6 humor” yang merupakan pengalaman empirik Asmawi dalam berkarier di BRI dari waktu ke waktu. Saya benar-benar menikmati kisah yang terkadang saya anggap terasa “konyol” namun tersembunyi pesan ‘leadership’ yang sangat hakiki.
Oleh sebab itu, saya tidak berlebihan jika mereka yang mau dan sedang menjadi pemimpin, bacalah buku ini. Banyak pesan moral dan etika teriring dalam halaman demi halaman buku ini. Pesan tentang etika yang praktiknya kita bersama saksikan mulai pudar di kekinian. (M. Dahlan Abubakar)